Profil Tokoh DEPOK

Ahmad Dahlan

A. Dahlan

Anggota DPRD Kota Depok Fraksi Partai Amanat Nasional

Sekretaris Komisi A DPRD Kota Depok

Ketua Komisi A DPRD Kota Depok

September 2008

Komisi A temukan pemalsuan ajudifikasi di Cipayung

Monitor Depok, 23 September 2008

DEPOK, MONDE: Komisi A DPRD Depok menemukan proses pemalsuan ajudifikasi di Kelurahan Cipayung, Pancoran Mas. “Ini sudah terlalu parah. Semuanya harus ditinjau bahkan dibatalkan,” tegas Ketua Komisi A DPRD, A. Dahlan, kemarin.

Dugaan pelaku pemalsuan ini melibatkan Munadih, yang dalam surat pernyataan atau perjanjian hibah sebidang tanah sebelum diaktekan, menandatangani atau mengetahui sebagai Kepala Desa Cipayung. “Hal itu jelas bukan fakta di saat itu,” kata A. Dahlan. Dari data yang dimiliki Monde, terdapat 5 surat pernyataan hibah sebidang tanah sebelum diakte. Masing-masing tertanggal 24 Juli 1986, atas nama pihak I dan II, Naiman dan Murdani.Dalam surat ini tercantum pemberian hibah waris sebidang tanah yang tercantum dalam SPPT No: 0220 leter C kohir 323/921 B.24 D II luas tanah 500 m2 yang terletak di Blok Sawo RT 01/03 Desa Cipayung. Kemudian, surat perjanjian tertanggal 17 Mei 1990, yang melibatkan Imin Boin dan H. Yusuf sebagai pihak I dan II, dalam hibah waris sebidang tanah seluas 560 m2 di Blok Sawo RT 01/03, Desa Cipayung.Tiga surat lainnya masing-masing tertanggal 11 Juni 1990, 21 Oktober 1992 dan 12 Oktober 1993 dengan ditandatangani oleh Munadih.Sementara Dahlan juga menyebutkan bahwa selain data yang dimiliki Monde, dia juga telah mengumpulkan bukti-bukti lainnya. Dalam indikasi pemalsuan ini, Dahlan juga melihat Lurah Cipayung, Aselih harus ikut bertanggungjawab. “Sebab data ajudifikasi seperti ini bisa diakui BPN karena rekomendasi dari pihak Lurah,” ujarnya.

Dengan kejadian seperti ini, Komisi A meminta peninjauan dan pembatalan yang melibatkan tandatangan Munadih. “Kalau tidak, takutnya permasalahan tanah di Cipayung menjadi semakin acak-acakan,” tandasnya.

Dahlan juga meminta kepada semua pihak, agar proses ajudifikasi jangan dijadikan kesempatan untuk malah menyusahkan warga. “Ikuti saja semua aturan yang ada. Tidak perlu malah membuat selebaran-selebaran yang membohongi warga,” kata Dahlan.(mr)

Juli 2008

Proses ajudikasi di Cipayung, Warga keberatan uang lelah

Monitor Depok, 25 Juli 2008CIPAYUNG, MONDE : Padahal diketahui ajudikasi tanpa dipungut biaya atau gratis lantaran mendapat bantuan dana dari Bank Dunia.

Diketahui untuk tanah berukuran 300-100 m2 dikenai biaya Rp350.000, 100-300 m2 sebesar Rp450.000, 300-500 m2 Rp550.000. Kemudian tanah seluas 500-700 m2 dipatok Rp750.000, 1.000-2.000 m2 Rp1 juta, sedangkan luas tanah diatas 2.000 m2 dikeanai biaya Rp1,5 juta.

”Saya sebenarnya tidak keberatan memberikan uang lelah kepada pihak RT/RW selaku panitia ajudikasi, namun kalau dipatok tentunya banyak warga yang merasa keberatan,” tandas warga setempat yang enggan disebutkan namanya, kemarin.

Dia menjelaskan kondisi perekonomian masyarakat yang belum stabil pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) diyakini akan membuat warga berpikir ulang turut menyukseskan program nasional ajudikasi ini, apabila pungutan kepada warga terlalu besar.

”Kalau masyarakat tidak dibebankan pungutan yang mahal, saya yakin masyarakat sangat senang dalam menyukseskan program pemerintah ini. Masyakarat juga memahami dan akan dengan sukarela memberikan uang lelah.”

Terkait adanya keluhan masyarakat terhadap mahalnya pungutan uang lelah oleh RT/RW dalam ajudikasi, Lurah Cipayung Aselih menginstruksikan kepada RT/RW untuk tidak mematok, apalagi memaksa masyarakat dalam memberikan uang lelah. “Dalam memberikan uang lelah masyarakat harus secara sukarela. RT/RW jangan mematok apalagi memaksa,” tegasnya kepada Monde, kemarin.

Dia mengatakan sebelum pihak RT/RW memungut pengganti uang lelah, terlebih dahulu harus dimusyawarahkan dengan warga serta dijelaskan secara transparan, baik yang mengenai nominal maupun pemanfaatan dananya.

“Apabila ada masyarakat yang keberatan dengan hasil musyawarah kemudian ingin mengurus sendiri proses pelaksanaan ajudikasi jangan dipersulit. Layani masyarakat dengan baik dan beri petunjuk-petunjuk yang jelas agar masyarakat mengerti,” tandasnya.

Dijelaskannya, untuk program ajudikasi ini di wilayahnya diberikan kuota sebanyak 5.000 bidang tanah dengan batas waktu pendaftaran 31 Agustus 2008. ”Saat ini berkas yang sudah masuk ke kelurahan sekitar 100 bidang, kemungkinan masih banyak yang di RT/RW.”

Pihaknya juga telah menyosialisasikan kepada masyarakat bahwa proses ajudikasi ini dilaksanakan tanpa biaya, namun bila ada yang ingin memberikan uang lelah dengan sukarela dipersilahkan.

Sebelumnya Ketua Komisi A DPRD Depok, A. Dahlan mengatakan biaya penebusan ajudikasi adalah Rp0, alias gratis. Hal ini disebabkan prosesnya sudah dibiayai oleh Bank Dunia,” tandas Dahlan.

Komisi A DPRD juga meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait justifikasi pengurusan sertifikat ajudikasi (pendaftaran tanah sistematis).

“Yang kami temui di lapangan, banyak warga yang menjadi korban dari pihak yang melakukan pungutan kepada warga yang ingin mengurus ajudikasi,” kata Ketua Komisi A DPRD Depok, A. Dahlan.(m-9)

Perlu sosialisasi intensif , Proses ajudikasi gratis

Monitor Depok, 23 Juli 2008KOTA KEMBANG, MONDE: Komisi A DPRD meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait justifikasi pengurusan sertifikat ajudikasi (pendaftaran tanah sistematis).

“Yang kami temui di lapangan, banyak warga yang menjadi korban dari pihak yang melakukan pungutan kepada warga yang ingin mengurus ajudikasi,” kata Ketua Komisi A DPRD Depok, A. Dahlan.

Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya.

“Sebenarnya hanya butuh bukti kepemilikan saja, atau kwitansi, girik, atau bukti segel. Tidak perlu buat akte baru dahulu,” katanya.

Menyikapi kondisi di lapangan dan juga sejumlah keluhan warga, Dahlan pun kemarin mendatangi kantor BPN Depok untuk meminta klarifikasi. “Biaya penebusan ajudikasi ini Rp0, alias gratis. Hal ini disebabkan prosesnya sudah dibiayai oleh Bank Dunia,” tandas Dahlan.

Dia juga mendapatkan informasi, bahwa untuk memudahkan pelayanannya, BPN sudah membuka tiga posko untuk pembuatan ajudikasi tersebut. “Masing-masing di Kelurahan Tugu, Cipayung-Cipayung Jaya dan di Kelurahan Bojong Pondok Terong,” papar Dahlan.

Untuk mengatasi ketidaktahuan masyarakat terkait hal ini, Komisi A meminta Pemkot dan BPN melakukan sosialisasi.

“Kepada pengurus RT/RW atau oknum lain, jangan malah memanfaatkan kesempatan, dengan meminta pungutan kepada masyarakat. Mari sama-sama memberikan pelayanan dengan benar, baik dari penginformasian maupun pelaksanaannya,” ujar Dahlan.(mr)

Mei 2008

DPRD setujui Raperda Miras

Monitor Depok, 27 Mei 2008

KOTA KEMBANG, MONDE: DPRD Depok akhirnya menyetujui draf Raperda insiatif tentang pengawasan dan pengendalian peredaran minuman berakohol, dalam sidang paripurna di kota, kemarin.

Paripurna yang juga dihadiri para ulama serta habaib di Kota Depok seperti H. Abu Bakar Madris dan Habib Idrus Al-Gadri, itu disetujui dalam sebuah bentuk keputusan DPRD.“Setelah ini, akan dibahas dalam Pansus yang nantinya melibatkan Pemkot Depok,” kata Ketua Komisi A, Ahmad Dahlan.Dijelaskan Dahlan, Raperda ini disampaikan untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat, serta menyikapi semakin maraknya peredaran minuman beralkohol termasuk di pusat perbelanjaan besar di Kota Depok. ”Draft Raperda ini dibuat sudah melalui kajian antardaerah, survei lapangan serta diskusi dengan pihak kepolisian maupun bagian hukum pemerintahan Kota Depok,” kata Dahlan.Dalam pantauan Monde, suasana paripurna sedikit tegang dengan kehadiran para ulama dan habaib itu. Sebab terkesan para anggota DPRD sedikit takut untuk tidak menyetujui Raperda tersebut. “Coba aja kalau ada yang nggak setuju, ane sorakin PKI,” kata Habib Idrus sebelum paripurna berlangsung.

Menurut Abu Bakar Madris, Raperda ini belum sepenuhnya berusaha memberantas kemaksiatan di Kota Depok. “Wajar aja dalam Raperda itu tidak tegas mengatur soal prostitusi, soalnya anggota Dewan masih banyak yang doyan,” ujar ulama dari Kalimulya itu sambil mencontohkan beberapa kasus.(mr)

Komisi A minta Wali mutasi Lurah Sukamaju

Monitor Depok, 13 Mei 2008

KOTA KEMBANG, MONDE: Ketua Komisi A DPRD Kota Depok A Dahlan merekomendasikan kepada Walikota Nur Mahmudi Ismail agar memutasi Lurah Sukamaju, Dodi Rustyadi.

“Saya menilai dia [Lurah Dodi] tidak mampu menjalankan tugas sebagai aparat pemerintahan,” katanya, kemarin.
Hal itu dikatakannya setelah mengadakan klarifikasi terhadap yang bersangkutan kemarin. Dalam pertemuan itu, hadir Koordinator Komisi A, Agung Witjaksono dan sejumlah anggota komisi seperti H. Amsir dan Qurtifa Wijaya.
Lebih lanjut Dahlan mengatakan, persoalan yang terjadi saat pemilihan Ketua RW 20 Sukamaju beberapa waktu lalu, seharusnya tidak melibatkan istri dari yang bersangkutan.
Dia juga mengatakan seharusnya ajang pemilihan Ketua RW menjadi salah satu prioritas seorang Lurah, dibandingkan harus menemani atau menghadiri acara seremonial lain.
“Bukan bermaksud mencampuri tupoksi, tapi logikanya kan ajang itu lebih memasyarakat dan yang dipilih [ketua RW] adalah seorang yang menjadi bawahannya,” ujar Ketua Komisi A yang berasal dari Fraksi PAN itu.
Menurut Dahlan, pihaknya juga telah mengundang Ketua Karang Taruna RW 20, Junaidi, tapi yang bersangkutan tidak datang. “Komisi A memang tidak secara langsung memberikan undangan kepada Junaidi dan kami minta tolong kepada kelurahan. Sampai atau tidaknya, kami memang tidak mendapatkan konfirmasi,” tandas Dahlan.
Sementara itu, Junaidi mengaku sama sekali tidak menerima undangan dari DPRD. “Memang undangannya kapan dikirimkan? Saya sama sekali tidak menerima undangan tersebut,” ujar Junaidi.(mr/van)

Perombakan Dinas oleh Pemkot Depok. Dewan: Pemkot belum maksimal

Monitor Depok, 13 Mei 2008

KOTA KEMBANG, MONDE: Pemkot Depok berencana menambah lingkup Dinas Pariwisata menjadi Dinas Pemuda dan Olahraga Pariwisata dan Seni Budaya, sementara Bagian Infokom berubah status menjadi Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo).Menurut Kepala Bagian Infokom Dadang Wihana, perubahan tersebut terkait dengan ketentuan dalam PP 38 tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan, dan PP 41 tahun 2007 yang mengatur tentang Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Dalam PP 38 diatur bahwa Pemda memiliki 26 urusan wajib yang harus terkait dengan urusan dasar. Hal itu ditentukan dalam rumpun dinas, sekda, lembaga teknis daerah dalam bentuk badan dan kantor ditambah dengan inspektorat.
Berdasarkan PP 38 pula Dinas Pekerjaan Umum (PU) akan dipecah menjadi Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (SDA). Sementara Cipta Karya, menjadi Dinas Tata Ruang dan Pemukiman.

Untuk instansi lainnya, Dadang menjelaskan, bahwa Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) akan ditingkatkan statusnya menjadi setingkat dinas. Jadi, jika selama ini instansi tersebut dipimpin oleh pejabat eselon tiga, maka kedepannya akan dikepalai oleh pejabat setingkat eselon dua.
Selain itu, Kantor Koperasi Usaha Kecil Menengah (KUKM) akan meningkat menjadi Dinas Koperasi dan Pasar. Implikasi penggabungan ini adalah hilangnya instansi Dinas Pasar. Dinas Pendapatan Daerah akan menjadi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah, kemudian Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup menjadi Dinas Kebersihan dan Pertamanan.

Menurut Dadang, perubahan tersebut akan berlaku efektif setelah berakhirnya APBD 2008.
Di luar instansi kedinasan, Pemkot Depok juga akan membentuk Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, Badan Pengelola Lingkungan Hidup, serta Badan Pemberdayaan Masyarakat dan keluarga Berencana (sebelumnya bernama Dinas PMKS).
Dua Rancangan Peraturan Daerah terkait rencana perubahan itu diajukan kemarin oleh Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail kemarin untuk pembahasan oleh satu Panitia Khusus.

Komentar Dewan

Tapi belum apa-apa sudah muncul komentar miring dari kalangan Dewan. Dua anggota Dewan dari dua Fraksi berbeda menilai Pemkot Depok tidak berani melakukan perubahan mendasar terkait pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah (SOPD).

“Seharusnya Pemkot sudah berani membuat sejumlah Perusahaan Daerah yang garis koordinasinya langsung dengan Walikota, tidak lagi di bawah Dinas atau Lembaga Teknis Daerah,” kata Ahmad Dahlan, dari Fraksi PAN.

Dikatakannya, perangkat daerah seperti Dinas Pasar atau yang mengurusi persoalan kebersihan sudah selayaknya dijadikan prasarana dasar daerah dalam sebuah PD tersendiri. “Ini untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yang potensinya belum tergali maksimal oleh Pemkot.”
Dia menambahkan, sejumlah daerah lain sudah berani menempatkan perangkat daerah yang berpotensi menjadi PD. “Seperti Kota Bandung, Pemkotnya meletakkan garis koordinasi langsung dengan Walikota terhadap perusahaan seperti Bank Perkreditan Rakyat, PDAM, Kebersihan dan juga Pasar,” kata Dahlan.
Dalam pandangan Wahyudi dari Fraksi Partai Demokrat, Raperda tentang pembentukan dan SOPD yang disampaikan Walikota kemarin akan memunculkan persoalan baru, yang sebenarnya bisa diringkas.

“Dalam Raperda dicantumkan usulan Dinas Pasar digabungkan dengan Koperasi dan UKM. Istilahnya Dinas Pasar akan dilikuidasi. Ini akan memunculkan gejolak baru di Dinas Pasar,” katanya.

Menurut Wahyudi, pengajuan Raperda ini akan menimbulkan sejumlah mutasi yang mubazir. “Sebaiknya langsung saja diusulkan pembuatan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Efisiensi SDM dan anggaran bisa dilakukan kalau Pemkot memang bisa bergerak cepat dan berani.”
Anggota DPRD yang juga menjadi salah satu Wakil Ketua DPC Partai Demokrat Depok ini juga mengingatkan bahwa kurangnya antisipasi Pemkot terhadap sejumlah penyesuaian baru terkait peraturan penyelenggaraan daerah akan membuat sejumlah “pekerjaan rumah” Kota Depok menumpuk.
“Pola pembangunan jadi tidak terarah, dan untuk mendapatkan the right man on the right place di Depok ini juga jadi susah,” tandasnya.(ina/mr)

April 2008

Pendobrakan akses masuk UI. Dahlan: Negara dalam negara…

Monitor Depok 2 April 2008

KAMPUS UI, MONDE: Pasca pendobrakan akses pintu UI di Pondok Cina Senin (31/3) lalu oleh warga sekitar.UI justru bergeming untuk menutup semua pintu masuk dan menerapkan pembatasan pelintas wilayah kampus. Seperti diketahui, sepekan setelah UI menutup pintu yang menghubungkan antara pemukiman warga dan Kampus UI, tepatnya di sekitar pintu rel Stasiun Pondok Cina.Warga sekitar tidak terima atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan membongkrak blokade itu.“Nantinya, saat akses masuk UI ditutup semua, dan hanya dua pintu yang resmi. Warga sekitar tetap boleh melewati akses masuk UI. Tapi akan diberlakukan mekanisme stiker untuk meminimalisir debit kendaraan yang masuk. Artinya hanya kendaraan yang punya stiker yang bisa masuk UI,” kata Kasubdit Pembinaan Lingkungan Kampus UI, Dadan Erwandi, kemarinYang berhak menerima stiker, menurut Dadan adalah kendaraan mahasiswa, dosen, karyawan civitas UI dan warga sekitar lingkungan kampus yang berhak menerima stiker setelah memenuhi kriteria.Tak pelak rencana ini ditanggapi keras oleh Ketua Komisi A DPRD Depok, Ahmad Dahlan yang terjun langsung ke lokasi. Menurut dia, pemberlakukan stiker khusus bagi pelintas batas UI mengibaratkan negara dalam negara di kawasan UI Depok.“Kenapa mesti stiker khusus segala, nggak sekalian saja diberlakukan paspor bagi pelintas batas UI, ini kayak negara di dalam negara aje,” tandas warga yang lahir di Depok itu kepada Monde, kemarin.

Seusai membaca berita di Monde, Ahmad Dahlan secara informal kemarin langsung meninjau lokasi pembatas lintas yang dipagar UI, sekaligus berdialog dengan Kepala Satpam UI dan warga setempat.

”Saya ke lokasi atas inisiatif sendiri sebagai anggota dewan dan warga Depok, ya saya berempati terhadap persoalan yang tengah dirasakan warga setempat,” kata Dahlan.

Untuk mencari solusi terbaik, Dahlan mengatakan, Komisi A akan mengundang rektorat UI ke DPRD Depok untuk meminta penjelasan seputar rencana penutupan perlintasan tersebut.

Mengutip keterangan kepala Satpam UI bahwa penutupan itu berkaitan dengan maraknya tindak kejahatan, Dahlan sebaliknya bertanya apakah tindak kejahatan yang selama ini menjadi dalih penutupan perlintasan itu memang dialami langsung civitas UI atau warga sekitar kampus UI.

Kalau korban kejahatan itu umumnya berasal dari warga di luar kampus UI, menurut Dahlan, seharus kebijakan UI bukan menutup akses jalan bagi warga sekitarnya. Sebab kemungkinan saja ada rencana besar UI, tapi berupaya mengorbankan kebutuhan akses jalan bagi warga sekitar kampus tersebut.

“Kalau penutupan jalan itu alasannya keamanan, apakah pengembangan UI sebagai kawasan bisnis nantinya tidak akan memicu aksi kejahatan. Jadi, jangan buat alasan yang mengada-ada dengan mengorbankan masyarakat,” paparnya.

Apalagi rektorat UI perlu menyadari, Dahlan mengingatkan, seluruh fasos-fasum yang ada di kawasan UI diperuntukan bagi kepentingan umum atau publik. Artinya, rektorat UI tidak bisa secara sepihak menutup akses jalan bagi masyarakat.

“Rektorat UI juga harus tahu diri dong, sebagian besar kawasan UI berada di Kota Depok. Itu artinya, pada awal pendirian UI tentu saja tidak lepas dari kerelaan dan keikhlasan warga Depok untuk memberi dukungan terhadap perkampungan kampus UI,” tandas putra asli Depok itu.

Ahmad Dahlan berharap agar rektorat UI agar bersikap lebih arif dan bijaksana dalam memutuskan atau membuat program, terutama yang bersinggungan dengan kepentingan publik Depok.

Hal senada diungkapkan anggota DPRD Hasbullah Rachmad. Dia meminta agar pihak UI harus hati-hati mencermati permasalahan penutupan akses kepada warga.

“Bukan masalah gampang dan tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Ini menyangkut kebijakan yang berdampak kepada masyarakat. UI jangan arogan walau punya hak sebagai pemegang kebijakan,” kata Hasbullah.

Antara UI dan warga sekitar, menurut Hasbullah adalah sebuah komunitas layaknya hidup bertetangga. Harus ada hubungan dengan menggunakan pendekatan yang pas.

“Sebagai gudangnya orang pintar, seharusnya UI menerapkan pendekatan atau kebijaksanaan yang mantap dengan warga yang dalam hal ini bisa dikategorikan sebagai khalayak awam,” kata Hasbullah.

Mengenai kebijakan UI terkait program penataan lingkungan kampus dan untuk mengurangi debit kendaraan yang melintasi kampus (Monde, 1 April), menurut Hasbullah memang hak pengelolaan wilayah ada di pihak kampus, namun jika dirunut dari sejarah nya hal itu seharusnya dapat mempertimbangkan warga dan lingkungan setempat.

“Ajak perwakilan tukang ojek, Ketua RT/RW dan Lurah setempat untuk duduk bareng secepatnya. Dan pihak UI juga harus mengirimkan person yang memang berkompeten mengambil keputusan, jangan cuma perwakilan yang harus konfirmasi lagi. Hal itu supaya warga dan aparat setempat merasa langsung dihargai,” katanya.

Sementara terkait usaha UI untuk sterilisasi lingkungan kampus, menurut Hasbullah dapat diajak kerjasama dari pihak kepolisian dan perwakilan ojek.

“Rentannya kecelakaan lalu lintas dapat diminimalisir dengan sejumlah kebijakan aturan berkendaraan dengan aparat berwenang dan juga tentunya dengan perwakilan ojek. Jadi bisa sama-sama senang dan damai,” ujarnya.(mr/mj/wen)

Pol PP segel Megatron Margo City. PT LDU: Kami kecewa, investor enggan masuk

Monitor Depok, 2 April 2008

MARGONDA, MONDE: Satpol PP akhirnya menyegel Megatron di area Margo City, Selasa (1/4), lantaran dianggap menunggak pajak reklame Rp262,5 juta.Level Delapan Utama (LDU), penanggung jawab Megatron yang ditunjuk PT Djarum, dianggap abai dengan kewajibannya kepada negara, dalam hal ini Pemkot Depok.“Ini bukan soal IMB, melainkan terkait masalah pajak Rp262,5 juta,” kata Kepala Satpol PP, Sariyo Sabani, kepada Monde, kemarin.Selama ini, Megatron disoroti sejumlah elemen (stakeholders) Depok karena dianggap abai dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). “Soal IMB Megatron, Level8 sudah punya. Ini persoalan tertib usaha dan tertib bangunan saja,” kata Sariyo.Berkekuatan puluhan anak buahnya, Sariyo memimpin langsung ke lokasi penyegelan.“Kami hanya melaksanakan tugas, menegakkan Perda,” kata Kepala Satpol PP.

Tanpa mesti menganggu puluhan pengunjung ke Margo, salah satu pusat belanja modern besar di Depok, operasi penyegelan itu berlangsung tertib.

Turun dari mobil operasional, Satpol PP langsung memasang plakat segel—yang dinilai sebagai tindakan penertiban yang dilakukan Pemkot Depok—pelaksana negara di kota ini.

Berdasarkan penelusuran Monde, PT LDU sebetulnya harus membayar pajak reklame ke Pemkot Rp262,5 juta, pada tanggal 12 Maret 2008.

Saat dikonfirmasi ke Sariyo, pejabat Pemkot itu tak menampik. “Betul berdasarkan kenyataan, pajak itu belum masuk ke Dinas Pendapatan,” katanya. Oleh karena itu, tambahnya, Pemkot melaksanakan penertiban.

Apalagi, menurut dia, Pemkot sudah memberitahukan kepada PT LDU bahwa mereka belum menuntaskan kewajibannya—segera membayar pajak.

Sebelumnya, pengembang Margo City dan pengiklan juga sudah rapat membahas masalah pajak dan segala sesuatunya.

“Jadi operasi penyegelan ini sudah prosedural,” kata Sariyo.

Sementara itu, Bussiness Development Manager PT LDU Dili Syaukat, menyatakan kekecewaannya kepada Satpol PP Depok. Ia pun mendatangi Ka Satpol PP Depok.

Sebagai pengusaha, menurut dia, akan membayar kewajibannya terkait Megatron. Hanya saja, menurut Dili, pajak reklame di Depok terlalu mahal, bahkan lebih mahal dibandingkan Jakarta yang nota bene Ibukota Negara.

“Saya kecewa, karena saya baru mengajukan diskon, tiba-tiba disegel,” katanya. PT LDU, menurut dia, keberatan dengan pajak reklame Rp262,5 juta. “Kami mau didiskon menjadi Rp160-an juta per tahun,” kata Dili.

Di Jakarta, menurut dia, hanya dikenakan pajak Rp150 juta. “Kenapa di Depok bisa semahal itu,” katanya mempertanyakan.

Dili mengaku kaget karena surat permohonan diskon ketiga yang dilayangkan 7 Januari belum mendapatkan jawaban, tapi tiba-tiba Megatron sudah disegel. “Saya khawatir di tubuh Pemkot Depok tak ada komunikasi, jelas ini membikin investor enggan masuk Depok,” katanya.

Ketua Komisi A DPRD Depok Ahmad Dahlan menyambut sikap berani Satpol PP Depok, karena tindakan penyegelan sebagai upaya penegakan hukum (law enforcement) yang mesti dijaga, mengingat saat ini banyak perda yang dilanggar.

“Tindakan itu juga mengangkat kewibawaan Pemkot,” kata Ahmad Dahlan.

Wakil rakyat dari PAN itu menambahkan dengan penyegelan itu diharapkan menimbulkan efek jera kepada pelanggar lain. “Ini harapannya agar yang lain tak coba-coba melanggar,” kata Dahlan di lokasi penyegelan.

Ia pun memberikan nilai khusus kepada Sariyo Sabani, mengingat yang dihadapi adalah investor kakap yang sering menakut-nakuti dengan bargaining power-nya.

“Harapannya Satpol PP tetap konsisten dengan penegakan hukum. Langkah ini amat bagus.”(m-11/ina/mj)

Maret 2008

Penjual miras di Depok diancam sanksi Rp50 juta

Monitor Depok, 26 Maret 2008

KOTA KEMBANG, MONDE: Setiap orang atau badan usaha yang mengedarkan atau menjual minuman beralkohol (minuman keras atau miras) tanpa izin di Kota Depok terancam sanksi pidana penjara atau denda paling banyak Rp50 juta.Demikian salah satu larangan dan sanksi hukum sebagaimana yang terdapat di dalam usulan inisiatif draf rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol yang disampaikan Komisi A kepada Ketua DPRD Depok.Penyerahan draf Raperda itu disampaikan Ketua Komisi A, Ahmad Dahlan kepada Ketua DPRD Depok melalui Sekretaris Dewan, Agus Suherman di gedung DPRD, kemarin.Ketua Komisi A DPRD Depok, Ahmad Dahlan mengatakan, draf Raperda tentang pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol sebagai usulan hak inisiatif DPRD Depok dimaksudkan agar draft itu dibahas dan selanjutkan ditetapkan sebagai produk hukum daerah.“Draft Raperda ini merupakan usulan hak inisiatif DPRD Depok yang digunakan oleh Komisi A,” kata Dahlan kepada Monde usai menyampaikan draft tersebut.Sekretaris Dewan, Agus Suherman mengatakan, draft raperda itu nantinya akan disampaikan kepada Ketua DPRD, Naming D Bothing. “Kebetulan beliau lagi berada di Bandung mengikuti rapat di tingkat provinsi,” ujar Agus.

Dalam Bab V Ketentuan Sanksi Pidana pasal 11 ayat (1) pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1), pasal 4 ayat (1) dan pasal 5 ayat (1), pasal 6, pasal 8 diancam pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp50 juta.

Kecuali hotel

Didalam pasal 3 ayat (1) menyebutan bahwa setiap orang atau badan dilarang mengedarkan dan atau menjual minuman beralkohol di tempat umum, kecuali di hotel berbintang empat keatas, bar, restoran dengan skala besar dan di tempat tertentu lainnya.

Pada pasal lain dari draft RAperda itu menyebutkan tempat peredaraan dan atau menjual minuman beralkohol tidak boleh berada dalam radius 1 Km dari tempat peribadatan, sekolah, rumah sakit atau tempat tertentu lainnya.

Begitu pula setiap orang ada badan hukum dilarang memberikan atau menjual minuman beralkohol kepada yang belum berusia 25 tahun.

Usul hak inisiatif draft Raperda ini, kata Dahlan, tidak hanya mendapat dukungan dari seluruh anggota Komisi A saja, tapi juga hampir seluruh komisi yang ada dewan ditandai dengan tanda tangan dari sedikitnya 15 anggota Dewan.

“Jadi tidak hanya Komisi A, tapi ada beberapa anggota komisi lain seperti dari Komisi B, C dan D,” paparnya.

Draft Raperda berisikan tujuh bab dengan 14 pasal, kata anggota Komisi A, Qurtifa Wijaya, nantinya oleh ketua dewan akan disampaikan kepada panitia musyawarah (panmus), dan selanjutnya dibahas dalam sidang paripurna.

“Dalam sidang paripurna itu Komisi A kemudian melakukan presentase atas draft Raperda tersebut,tahapan berikut dibentuklah panitia khusus membahas draft Raperda tersebut,” jelasnya.

Januari 2008

Jabatan ketua komisi di Dewan diubah

Monitor Depok, 9 Januari 2008DEPOK RAYA, MONDE: Setelah lama tidak ada perubahan komposisi jabatan ketua komisi di DPRD Kota Depok, dalam waktu dekat akan diumumkan perubahan komposisi ketua komisi di lembaga legislatif itu.

Tujuan perubahan komposisi ini hanya untuk mencari nuansa baru agar ada semangat baru dalam kinerja.Dengan perubahan komposisi ketua ini tidak mempengaruhi kebijakan yang ada. “Sebenarnya perubahan ini harus dilakukan tahun lalu, akan tetapi karena berbenturan dengan perencanaan anggaran baru bisa dilaksanakan awal tahun ini,” jelas Agung Witjaksono, wakil Ketua DPRD Kota Depok ketika dihubungi Monde kemarin.

Dengan perubahan struktur ini diharapkan ada semangat baru pada anggota dewan. Yang tadinya anggota dan diamanahi sebagai ketua menjadi pendorong memajukan tiap komisi yang secara tidak langsung kesuksesan bagi Dewan secara keseluruhan.

Empat komisi yang ada, kata dia, tiga komisi mengalami pergantian ketua. Komisi A yang tadinya diketuai Triyono (FPB) kini dipegang oleh A. Dahlan (FPAN), komisi B tetap dipegang oleh Widya Jaya Antara (FPDIP), Ketua komisi C yang tadinya dijabat oleh Siswanto (FPIP) kini dipegang oleh Mazhab (FPB), dan ketua komisi D yang awalnya dijebat Kusdiharto (FPAN) kini dipegang Dedi Martoni (FPKS).

“Secara resmi pergantian ketua ini akan diumukan ketika ada rapat rapat paripurna nanti,” tambah Agung.(mas)

Juli 2007

Negosiasi buntu, Warga Cisalak Pasar tagih dukungan Dewan

Monitor Depok, 4 Juli 2007

DEPOK, MONDE: Warga Cisalak Pasar, Cimanggis menagih janji Komisi A DPRD Depok untuk memperjuangkan aspirasi warga dalam negosiasi ganti rugi proyek tol Cijago senilai Rp2,08 triliun.

Janji itu ditagih setelah rundingan inventarisasi tahap II antara warga dan Panitia Pengadaan Tanah (P2T) yang yang membahas ganti rugi bangunan, Senin (2/7), menemui jalan buntu.

“Kami kecewa kepada Komisi A yang tidak ada tindak lanjutnya. Apa iya Dewan tidak ada pengaruhnya alias impoten untuk mengetuk hati P2T dan membela kepentingan warga yang bangunannya mendapat tawaran harga sangat rendah dari P2T?” keluh Asep Rahmat, salah satu warga, kemarin.

Padahal, lanjutnya, warga berharap setelah memfasilitasi pertemuan warga dan P2T beberapa waktu lalu, Komisi A bisa mendorong kenaikan harga bangunan warga yang ditawar terlalu rendah serta ada batas minimal dalam penentuannya.

Namun pertemuan dirasakan tak ada pengaruhnya karena dalam pelaksanaan inventarisasi terakhir di kantor Kelurahan Cisalak Pasar, harga terakhir yang menjadi patokan.

Tak ada kejelasan apakah warga punya kesempatan mengajukan keberatan meski telah menandatangani tawaran P2T.”

“Sebagai contoh rumah Pak Subkhi yang dihargai sekitar Rp24 juta. Apa bisa dengan harga segitu dapat membangun rumah yang sesuai. Ini salah satu yang harus diperjuangkan,” lanjutnya.

Jalur hukum

Asep yang sampai kini ogah menandatangani tawaran P2T, menegaskan akan terus mengikuti proses pembebasan tanah ini. “Kalau perlu jalur hukum, saya siap.”

Dia juga menegaskan bahwa P2T tidak profesional karena setelah tiga kali melakukan pengukuran rumahnya, hasilnya selalu berubah-ubah. Ukuran pertama sekitar 125 m2, pengukuran kedua 117 m2, lalu pengukuran ketiga jadi 115 m2.” Yang melakukan pengukuran adalah P2T tapi tak pernah sama dan selalu berkurang padahal bangunan saya tidaklah terlalu rumit, bahkan sangat mudah untuk diukur,” kata Asep.

Subkhi yang telah menandatangani tawaran harga P2T mengaku pusing memikirkan masalah gusuran ini. “Saya jadi mikir terus. Lebih enak nggak kena gusuran deh daripada begini,” katanya.

Tak berwenang

Subkhi yang luas bangunannya 96 m2 dihargai Rp24 juta oleh P2T. “Awalnya bangunan saya hanya dihargai Rp19 juta. Setelah tiga kali mengajukan sanggahan, naik jadi Rp 24 juta. Tapi dengan harga segitu mana bisa bangun rumah lagi.”

Terkait keluhan warga Cisalak Pasar yang menilai Komisi A DPRD tidak maksimal mengakomodir aspirasi mereka, salah seorang anggota Komisi A DPRD, A. Dahlan membantahnya. “Itu kan persepsi warga, yang pasti kami tetap berusaha maksimal mengakomodir keinginan mereka,” ujarnya, kemarin.

Menurut Dahlan, secara teknis Komisi A tidak mempunyai wewenang apa pun terkait masalah itu. “Dewan cuma bersifat mengakomodir dan kemudian memberikan rekomendasi kepada Pemkot.”

DPRD, katanya, sudah melayangkan surat rekomendasi ke Pemkot untuk segera memprioritaskan keluhan warga Cisalak Pasar.

“Substansi dari surat kami adalah untuk meminta Pemkot meninjau ulang penetapan harga rumah warga.”

Dalam surat itu juga dilampirkan, komplain warga terkait harga rumah mereka. “Jadi tidak benar kalau anggota Dewan itu tidak maksimal dan cuma janji-janji saja,” demikian Dahlan.(m-6/m-9)

^^ Kembali ke atas

Copyright © PT. Aksara Depok Makmur (Penerbit Skh. Monitor Depok), November 2004 – 2009. v1

Januari 2007

Hari ini, Komisi A bahas mutasi & Raperda

Monitor Depok, 8 Januari 2007

GEDUNG DEWAN, MONDE: Komisi A DPRD Depok hari ini dijadwalkan menggelar rapat internal guna menanggapi mutasi 139 pejabat di lingkungan Pemkot belum lama ini.Tak hanya itu, Sekretaris Komisi A DPRD Depok, A Dahlan mengatakan dalam rapat internal juga akan dirumuskan dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) usulan Komisi A.

“Untuk memanggil Walikota terkait mutasi kan harus sesuai ketentuan karenanya sebelum dikaji hukum kami akan menggelar rapat pada Senin (hari ini) mengenai hal itu sekaligus tentang Raperda inisiatif Komisi A,” ujar Dahlan, Jumat (5/1) lalu.Ditemui terpisah, Ketua Komisi A DPRD Depok M Triyono menambahkan komisinya baru dapat memutuskan memanggil Walikota Depok Nur Mahmudi terkait mutasi bila pihaknya menemukan landasan hukum yang kuat.Meski begitu, Komisi A akan menangani secara serius mengenai hal tersebut. Terlebih, kata Triyono, bila berdasarkan hukum atau peraturan yang ada Walikota terbukti melanggar.

Rencana pemanggilan Walikota, kata Triyono, merupakan langkah lanjutan setelah Komisi A pada 2 Januari 2007 mendatangi Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Depok di gedung Walikota untuk meminta penjelasan.

Berdasarkan pertemuan itu, atas keterangan Ketua Baperjakat Winwin Winantika, Sekretaris Baperjakat Ulis Sumardi dan anggota Baperjakat lainnya Plt Kepala Bawasda Mulyamto, Asisten Tata Praja Bambang Wahyudi dan Asisten Pembangunan Nana Sudjana, Komisi A menyimpulkan Baperjakat mengaku tidak dilibatkan (Monde 5 Januari 2007).

“Kami secara serius akan membahas soal mutasi dan langkah lanjutan mengenai Raperda yang kami ajukan. Untuk Raperda tinggal dilakukan kajian akademiknya,” kata Triyono.

Raperda inisiatif Komisi A adalah Raperda Larangan Hubungan Seks Bebas dan Komersil serta Raperda Larangan Minuman Beralkohol.

Anggota Komisi A dari FPKS Qurtifa Wijaya menjelaskan draf kedua Raperda tersebut saat ini telah selesai dan tinggal menunggu kajian akademik untuk memperkuat landasannya.

“Raperda yang merupakan inisiatif Komisi A tersebut secara umum untuk lebih mengatur dan melindungi masyarakat.”

Dia melanjutkan, isi kedua Raperda tersebut tidak akan membatasi ruang gerak masyarakat karena isinya telah dirumuskan sedemikian rupa dengan memperhatikan kondisi masyarakat Depok.(m-2)

Senin, DPRD bahas mutasi. Walikota: Itu kebutuhan birokrasi

Monitor Depok, 6 Januari 2008

GEDUNG DEWAN, MONDE: Komisi A DPRD Depok akan menggelar rapat intern Senin pekan depan guna merumuskan langkah lanjutan terhadap Walikota terkait mutasi 139 pejabat pemkot baru-baru ini.“Rapat intern Komisi A soal rencana pemanggilan Walikota dijadwalkan Senin [8/1].” ujar Sekretaris Komisi A DPRD Depok, A Dahlan kemarin.

Sementara Ketua Komisi A DPRD Kota Depok Muhammad Triyono menegaskan pemanggilan Nur Mahmudi Ismail untuk meminta keterangan atas mutasi yang dilakukannya karena diduga tidak sesuai prosedur. “Komisi A menilai mutasi yang dilakukan Walikota lebih mengarah kepada langkah mutasi politik.”

Rencana pemanggilan itu sendiri, lanjut Triyono, merupakan langkah lanjutan setelah Komisi A mendatangi Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Kota Depok pada 2 Januari 2007 terkait masalah itu.Tak dilibatkanBerdasarkan pertemuan tersebut, katanya seperti pada Monde tanggal 5 Januari 2007, atas keterangan Ketua Baperjakat Winwin Winantika, Sekretaris Baperjakat Ulis Sumardi dan Baperjakat lainnya yakni Plt.Kepala Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Mulyamto, Asisten Tata Praja Bambang Wahyudi dan Asisten Pembangunan Nana Sudjana, Komisi A menyimpulkan bahwa Baperjakat mengaku tidak dilibatkan.
Dahlan mengatakan, Nur Mahmudi sebagai Walikota memang memiliki hak prerogratif dalam melakukan mutasi jajarannya namun mempertimbangkan pendapat serta usulan Baperjakat.

“Yang mengetahui secara jelas tentang kepegawaian Pemkot itu kan Baperjakat, maka harusnya Baperjakat dilibatkan. Apa yang terjadi sekarang ini kan Walikota seperti mengganti kuda di air yang deras. Hal ini sangat berbahaya karena dapat merugikan masyarakat,” tuturnya.

Mengapa berbahaya, dia melanjutkan, Komisi A melihat Walikota telah salah memilih waktu melakukan mutasi serta telah salah menempatkan seseorang.
Dahlan mencontohkan, penunjukkan Kabag Keuangan yang baru dinilai tidak tepat karena yang bersangkutan tidak memiliki latar belakang keuangan.

Lebih lanjut dia menjelaskan, berdasarkan pengamatan dan laporan sejumlah jajaran Pemkot yang terkena mutasi kepada Komisi A maka komisinya melihat, mutasi yang dilakukan tanggal 29 Desember 2006 kepada 139 jajaran Pemkot telah membuat jajaran Pemkot yang terkena mutasi bingung harus melakukan apa.

“Kami [Komisi A] melihat banyak jajaran Pemkot yang bingung apakah langsung pindah ke tempat yang baru atau tidak karena tugasnya ditempat lama banyak belum selesai. Contohnya, salah satu staf Sekretariat Dewan (Setwan) yang harus bolakbalik kantor lama dan baru karena penyusunan anggaran ditempat tugasnya yang dahulu belum selesai kalau hal ini berlangsung terus kan yang akan merugikan masyarakat,” papar Dahlan.

Sementara itu, Sekretaris FPKS Adriyana Wira Santana mengatakan harus ada klarifikasi dengan benar yakni dari Walikota Depok dan Baperjakat apakah benar Baperjakat tidak dilibatkan.

Hal ini, lanjut Adriyana, tak lain untuk mencegah adanya keresahan di kalangan birokrat merespons pernyataan Ketua Baperjakat yang juga Sekretaris Daerah (Sekda) kalau Baperjakat terutama dirinya melalui media massa baik lokal maupun nasional tidak dilibatkan.

“Persoalannya adalah tidak setuju atau dilibatkan. Karena itu harus ada klarifikasi dengan benar. Kami [FPKS] menyayangkan hal seperti ini disampaikan di media ditengah kondisi seperti ini,” kata Adriyana.

Terpisah, Walikota Nur Mahmudi menyatakan, “Mutasi itu masalah biasa, kecil. Secara makro itu dipahami sebagai sebuah kebutuhan birokrasi dalam menjalani tugas pemerintahan. Kita harus menanamkan bahwa dimutasi bukan berarti pejabat yang bersangkutan kehilangan jabatan,” kata Nur Mahmudi Ismail menjawab wartawan sehubungan dengan, reaksi beberapa pegawai negeri sipil Depok yang akan membawa kasus mutasi ke PTUN.

Menurut Walikota saat ini yang perlu dilatih adalah penyadaran kepada para pegawai negeri sipil, bahwa jabatan adalah sebuah amanah dan jangan merasa itu sebagian sebuah hak milik.

Cucuran air mata

Serah terima lurah Tugu digelar kemarin (05/01), acara dilangsungkan di aula kelurahan Tugu, mulai pukul 14.30 hingga pukul 17.00. Setelah seremoni di aula kelurahan selesai, acara dilanjutkan dengan mengantar lurah Tugu yang lama (Tb. Asnawi) dengan arak-arakan sampai batas wilayah Tugu di komplek Perumahan Pondok Duta.

Acara tersebut dihadiri oleh seluruh unsur masyarakat dan pemerintahan Tugu, LPM, Karang Taruna, RT/RW, PKK, BKM dan Tokoh Masyarakat. hadir juga perwakilan perangkat masyarakat Jatimulya selaku pengantar Lurah baru Tugu, Supian Suri. Hadirin nampak memenuhi aula, saking penuhnya, hadirin sampai tumpah keluar aula.
Selain yang disebutkan diatas, hadir dalam acara itu beberapa pejabat teras Cimanggis, a.l Eri Sumantri (plt Camat Cimanggis), Siswo (Kapolsek Cimanggis), Yassin Bia (Ketua LPM cimanggis), Sutisna (mantan Lurah Tapos), Abdul Halim (mantan lurah Mekarsari), serta para lurah sekelurahan Cimanggis. Nampak juga hadir anggota DPRD Depok dari fraksi PDIP, Siswanto.

Perhelatan tersebut berlangsung penuh haru, begitu lurah lama (Tb. Asnawi) datang pada pukul 14.20, semua kerabatnya langsung menyambutnya dengan memeluk dan menyalaminya seraya mencucurkan air mata, “Saya merasa kehilangan orang yang selama ini mengayomi,” ujar salah satu perempuan berseragam coklat-coklat yang tak dapat menahan isak tangisnya kepada Monde. Dari pantauan Monde air mata dari beberapa hadirin nampak terus mengucur hingga akhir acara.

Selain penanda tanganan serah terima jabatan, dalam kesempatan itu juga dibacakan pengukuhan atas diangkatnya Tb. Asnawi menjadi warga kehormatan Tugu, oleh seluruh pengurus LPM Tugu. “Karena persahabatan, kehangatan dan jasanya selama ini untuk warga Tugu, kedepannya Asnawi akan diikut sertakan dalam pengambilan keputusan di Tugu,” ujar Saili, ketua LPM Tugu.

Dalam pidato singkatnya lurah baru (Supian Suri) sempat membuat para hadirin tertawa terbahak-bahak, “Saya ini anak baru gede kemarin, disuruh gantiin pak Asnawi, terus terang saya serem, sekali-kali pak Asnawi longok-longoklah saya kemari.” Sementara itu Tb. Asnawi, dalam pidatonya meminta Lurah yang baru agar lebih bagus lagi.(m-2/m-3/m-7)

Mutasi Pejabat.  DPRD: Wali Kota Nur Mahmudi Bukan “Raja”

Laporan Wartawan Kompas R Adhi Kusumaputra, 5 Januari 2007DEPOK, KOMPAS–Sekretaris Komisi A DPRD Depok Ahmad Dahlan mengingatkan Wali Kota Nur Mahmudi Isma’il bukan “raja” yang bebas memilih punggawanya. Karena itu DPRD tetap akan memanggil Nur Mahmudi untuk dimintai klarifikasi dan penjelasan soal mutasi 139 pejabat yang tidak melibatkan Ketua Baperjakat.

Dahlan hari Jumat (5/1) sore di gedung DPRD Depok mengatakan, langkah Nur Mahmudi memutasi 139 pejabat tanpa melibatkan Ketua Baperjakat Winwin Winantika tidak prosedural.

Menurut Dahlan dari Fraksi PAN, Nur tetap harus minta pertimbangan Baperjakat karena badan itulah yang mengetahui persis masalah kepangkatan, prestasi, dedikasi, termasuk kesalahan yang dilakukan.

Dahlan mengibaratkan mutasi oleh Nur Mahmudi seperti mengganti kuda di arus deras. “Ini sangat berbahaya,” katanya.

Desember 2006

Pemkot serahkan Raperda Antimaksiat

Monitor Depok, 10 Desember 2006BALAIKOTA, MONDE: Pemkot Depok telah menyerahkan draf Raperda Anti Minuman Keras (Miras) dan Pelacuran kepada DPRD sekitar dua minggu yang lalu, ujar Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail.Terkait hal itu, Sekretaris Komisi A DPRD Depok A Dahlan mengemukakan pihaknya segera menyerahkan draf tersebut kepada pimpinan DPRD pekan depan.

Walikota Nur Mahmudi menjelaskan karena draf tersebut merupakan hak inisiatif Dewan khususnya Komisi A, maka draf yang telah disusun dan dikaji Bagian Hukum Pemkot Depok diserahkan kembali ke Dewan.“Draf Perda mengenai miras dan pelacuran telah kami serahkan ke Dewan karena hal itu usulan Dewan. Maksud Perda tersebut untuk memperkokoh peraturan mengenai miras dan pelacuran,” ujar Walikota, Kamis.Pemkot Depok berharap setelah draf Raperda disetujui maka diharapkan DPRD segera menyosialisasikan hal tersebut kepada warga.

Sementara itu, Dahlan mengatakan isi Raperda yang mengatur miras dan pelacuran belum diserahkan ke pimpinan Dewan dan belum disidangkan oleh Badan Musyarawarah (Banmus).

“Minggu depan kami baru menyerahkan ke pimpinan sidang dan setelah itu akan diagendakan untuk disidang maka mengenai isinya seperti apa belum dapat kami jelaskan dulu sekarang,” ujar Dahlan via telepon.(m-2)

Oktober 2006

Angkat staf pendukung, Wali dinilai langgar PP 48. Qurtifa: Rujukannya PP 16/2003

Monitor Depok, 15 Oktober 2006

GEDUNG DEWAN, MONDE: Peraturan Walikota (Perwa) No 9/2006 tanggal 29 Maret 2006 dan SK Walikota No. 800/SK.07/Peg/2006 tanggal 9 Mei 2006 tentang pembentukan staf pendukung Walikota dan Wakil Walikota dinilai tidak sesuai dengan PP 48/2005.Ketua Komisi A DPRD A Dahlan mengatakan hal itu di sela-sela rapat pembahasan Perwa No 9/2006 tentang pembentukan staf pendukung Walikota & Wakil Walikota di Gedung Dewan, kemarin.

Selain itu, katanya, Perwa dan SK Walikota juga melanggar UU No 28/1999 tentang Penyelengaraan Negara yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Perwa dan SK Walikota itu mengindikasikan adanya kolusi dan nepotisme.

“Ketidaksetujuan Dewan khususnya Komisi A, bukan ingin menunjukkan sikap antipati terhadap Nur Mahmudi sebagai Walikota, tapi justru sebaliknya, sebagai upaya mengingatkan Walikota, ” kata Dahlan.

Dalam PP 48/2005 ditegaskan semua pejabat pembina kepegawaian dan pejabat lain, tentunya termasuk Walikota dilarang mengangkat tenaga honorer atau sejenisnya, sampai tahun 2009.

“Kami hanya bermaksud mengingatkan Walikota agar tidak membuat kebijakan yang bertentangan dengan PP ataupun UU. Fraksi PKS seyogianya tak menjerumuskan Walikota dengan memberi masukan yang tidak sesuai dengan PP atau UU,” tambahnya.

Dalam SK Walikota No.800/SK.07/Peg/2006 tanggal 9 Mei 2006 disebutkan staf pendukung Walikota terdiri dari Hamzah Fanzury, Idup Abdurahman, Miftahul Ulum dan Muktafi. Sedangkan, staf pendukung Wakil Walikota terdiri dari Ahman Subhan, Agus Santoso dan Acang.

Dalam SK itu pula disebutkan honorarium dan penghasilan staf pendukung diatur dengan keputusan Walikota.
Persoalan ini kian tampak, kata Dahlan, karena honorarium dan gaji staf pendukung ini diambil dari Anggaran Biaya Tambahan (ABT).
Terpisah, Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail dan Sekretaris Daerah Winwin Winantika enggan berkomentar saat ditemui di akhir rapat pembahasan Perwa No 9/2006 tersebut di Gedung Dewan. “Ini hanya kunjungan biasa,” ujar Winwin singkat.

Landasan hukum

Sementara itu, ketika dihubungi via telepon tadi malam untuk meminta penjelasan, telepon keduanya tidak diaktifkan.
Pemanggilan Walikota Depok oleh Komisi A DPRD adalah untuk meminta klarifikasi terkait rencana pengangkatan staf khusus. Mereka mempertanyakan landasan hukum yang dipakai Walikota untuk mengangkat staf khusus itu.

Acu PP 16/2003

“Kami minta klarifikasi, dengan harapan dan niat baik,” tambah Qurtifa Wijaya, anggota Komisi A DPRD dari FPKS, agar diketahui apakah pengangkatan itu tak bertentangan dengan PP.

Di dalam pertemuan itu, Walikota didampingo Sekda Winwin Winantika dan staf kompeten di Pemkot, menjelaskan bahwa dasar pengangkatan staf khusus itu mengacu pada PP 16 tahun 2003 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah. Dengan rujukan PP itu, katanya, Walikota dapat mengangkat staf khusus berdasarkan kebutuhan.

“Maka dari itu kebutuhan Walikota akan staf khusus ini ditindaklanjuti dengan Peraturan Walikota,” tambah Qurtifa.
Menurut rencananya akan diangkat tujuh orang masing-masing 4 staf khusus Walikota dan 3 staf khusus Wakil Walikota.
Staf khusus ini hanya sebagai pendukung bukan menjadi staf tetap. Mereka tidak dapat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Hakekatnya staf ini hanya mengikuti SK Walikota. Jika Walikota berhenti maka staf tersebut bisa jadi berhenti juga.

“Staf ini tidak dapat dimutasikan kepada SKPD yang lainnya karena ia hanya bersifat temporer,” terang Qurtifa.
Lho, bukankah pengangkatan ini tak berkesan adanya nepotisme? Qurtifa pun hanya menyebutkan pengangkatan itu kewenangan Walikota.
Anggaran staf pendukung itu dari APBD, bukankah ini ada pelanggaran aturan?Anggota FPKS itu menyebutkan anggaran mereka bisa masuk APBD, lantaran merujuk Perda No 4/2005 tentang Kedudukan Keuangan Walikota dan Wakil Walikota.

Dalam pasal 8 H Perda itu, katanya, disebutkan biaya penunjang operasional dipergunakan untuk koordinasi, penanggulangan kerawanan sosial masyarakat, pengamanan dan kegiatan khusus lainnya guna mendukung pelaksanaan tugas Walikota dan Wakil Walikota.
Rencananya masalah yang ini akan dibahas kembali di Panitia Musyawarah di Dewan.(m-2/m-8)

Staf Pendukung Walikota Depok Dipertanyakan

Warta Kota, 14 Oktober 2006

DEPOK, WARTA KOTA- Komisi A DPRD Kota Depok mempertanyakan status hukum staf pendukung Walikota dan Wakil Walikota Depok. Sekretaris Komisi A Ahmad Dahlan mengatakan, pengangkatan tenaga honorarium untuk menjadi staf pendukung walikota dan wakil walikota tidak dibenarkan dibiayai oleh APBD. “Sepanjang tidak ada aturan soal ini ya sudah tentu menyalahi,” kata Ahmad Dahlan dari Fraksi PAN di Gedung DRRD, Jumat (13/10).Komisi A DPRD Depok kemarin mengadakan rapat kerja dihadiri Walikota Depok Nur Mahmudi Isma’il, Sekretaris Daerah Winwin Winantika, dan pejabat di bidang hukum dan kepegawaian.

Walikota Depok Nur Mahmudi Isma’il mengeluarkan Peraturan Walikota (Perwa) Nommor 9 Tahun 2006 tentang Pembentukan Staf Pendukung Walikota dan Wakil Walikota. Perwa ini dilanjutkan dengan SK Walikota No 800/SK/07/Peg/2006 tentang Pengangkatan Staf Pendukung Walikota dan Wakil Walikota tertanggak 9 Mei 2006.

Walikota mengangkat tujuh tenaga yang diambil dari luar lingkungan pemerintah kota. Empat tenaga untuk mendukung Walikota dan tiga untuk mendukung Wakil Walikota. Mereka bekerja sebagai pengemudi, fotografer, dan asisten pribadi. Sementera ajudan dari PNS tetap bekerja sesuai tugasnya. Dalam Perwa disebutkan tujuh staf pendukung itu bersifat sementara, temporer dan tidak bisa diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Fasilitas yang mereka dapatkan hanya berupa uang honor.

Atas pengangkatan staf pendukung itu dipertanyakan mengenai dasar hukumnya karena dianggap bertentangan dengan PP No 48 tahun 2005 yang salah satu pasalnya menyebutkan pemerintah daerah dilarang menerima atau mengangkat tenaga honorer sampai 2009.

Qurtifa Wijaya, anggota Komisi A dari Fraksi PKS, mengatakan bahwa Perwa sudah sesuai dengan Perda No 16 tahun 2003 tentang Struktur Organisasi Daerah. Walikota bisa membentuk staf khusus berdasarkan kebutuhan dan dilanjutkan dengan mengeluarkan SK.

Selama ini Walikota Depok sejak zaman Badrul Kamal sudah mengeluarkan SK staf pendukung, yakni staf ahli yang anggotanya sebagian diambil dari luar pemerintah kota dan sampai sekarang masih berjalan. Menurut Qurtifa, pembentukan staf pendukung ini juga masih sesuai dengan perundangan di atasnya, yakni UU No 43 tahun 1999.

Adapun mengenai pembiayaan yang ditanggung APBD, lanjut Qurtifa, masih sesuai dengan Perda No 4 tahun 2005 tentang Kedudukan Keuangan Walikota. “Jadi sebenarnya tidak ada masalah. Anggaran untuk staf enunjang ini nanti akan dibahas di tingkat Panitia Musyawarah,” katanya. (mir)

Rekomendasi tentang Megapolitan. Langkah Wali disoal…

Monitor Depok, 13 Oktober 2006

KOTA KEMBANG, MONDE: Maju kena mundur kena. Itulah gambaran yang kini dialami Walikota Depok, Nur Mahmudi Ismail.Keputusan Walikota No 591/II/6-Pem. Otda kepada Kepala BPN Depok tentang pembaharuan hak atas tanah PT Mega Limo Estate (Grup Megapolitan), pun mendapat reaksi dari Komisi A DPRD.Realitas ini disebut-sebut kian mengukuhkan bahwa relasi antara Kota Kembang (DPRD) dan Balaikota, belum harmonis.Selama ini saat tak memberikan penjelasan pun tentang suatu persoalan, menurut data Litbang Monde, Walikota pun mendapat reaksi.Saat memimpin razia PSK, misalnya, Walikota direaksi anggota DPRD, bahwa hal itu sebagai hal berlebihan.Padahal, beberapa hari sebelumnya, saat Walikota mengimbau tempat hiburan tutup selama Ramadhan lewat SE pun, Ormas keislaman Depok menuntut perlu dibarengi tindakan nyata dan perlu turun ke lapangan…

Komisi A sayangkan

Nah, kali ini soal rekomendasi pembaruan atas tanah eks PT Mega Limo Estate, reaksi mulai muncul.

Ketua Komisi A DPRD, A Dahlan, pun menyayangkan keputusan itu. Ia pun menilai itu sebagai sikap gegabah, mengingat lahan 42.696 m2 masih dalam gugatan dari pihak ketiga.

Sehingga, menurut dia, Hak Guna Bangunan (HGB) lahan tersebut tidak dapat diperpanjang, bahkan petinggi Pemkot sebelumnya pun tak pernah melakukan hal serupa.

Pejabat sebelumnya tak membuat langkah itu, karena menunggu HGB sebelumnya habis sesuai dengan PP No 40 dan Peraturan Menteri Agraria No 9.

Memang, katanya, perpajangan boleh dilakukan dua tahun sebelum masa HGB habis.

Namun sampai masa HGB habis PT Mega tidak pernah melakukan perpanjangan.

Konflik

Keberadaan lahan tersebut, menurut dia, sampai kini masih diwarnai konflik, dan komplain dari warga dan lurah setempat.

Di sisi lain, di lahan eks PT Mega itu digarap kalangan warga yang selalu membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

“Selain itu, juga masih ada gugatan dari pihak lain, sehingga HGB tidak bisa diperpanjang sampai sekarang,” ujar Dahlan.

Ia pun menceritakan sebelumnya telah dibentuk tim khusus untuk mengatasi persoalan ini.

Tim itu membuat kesepakatan pembagian antara pihak PT Mega, pemerintah, dan masyarakat.

Tanpa merinci bagaimana pembagiannya, Dahlan menyatakan realisasi dari kesepatan itu belum terbukti.

Aset Pemkot

“Sampai saat ini fasilitas milik pemerintah seperti SMU 6 dan kantor Koramil belum beres. Aset itu pun belum masuk ke Pemkot,” tandas Dahlan, anggota legislatif dari PAN.

Oleh karena itu, ia amat kaget dengan terbitnya rekomendasi Walikota untuk pembaharuan HGB No 7 PT Mega. Rekomendasi itu, katanya, bertentangan dengan keinginan DPRD dan keputusan Pemkot sebelumnya.

Saat itu, direkomendasikan bahwa penyelesaian kasus lahan ini bukan bersifat parsial.

“Kami melihat Walikota sekarang gegabah,” tandasnya.

Kok, bisa? Pasalnya, menurut dia, Walikota tidak mengedepankan rakyat, tapi justru lebih condong mempedulikan kepentingan pengusaha.

Penyelesaian lahan SMU 6 pun belum ada langkah kongkret.

Ini pertanda Walikota tak peduli kepada rakyat. Oleh karena itu, Komisi A khawatir akan menimbulkan persoalan baru, bila penyelesaiannya dilakukan parsial.

Sebab, menurut kajian Komisi A, bila PT Mega mendapatkan perpanjangan HGB, penggarap tidak memperoleh apa-apa, lantaran tanah sudah menjadi milik negara…

Ia pun mengingatkan jika Walikota sering memberikan rekomendasi kepada pengusaha, dikhawatirkan hak-hak rakyat yang menguasai fisik dan membayar pajak, bisa kian dipinggirkan.

Oleh karena itu, katanya, Komisi A DPRD menemui pejabat BPN. “Kepada kami, BPN berjanji tak akan menerbitkan HGB itu,” tandasnya.

Selama ini, kata Dahlan merujuk Lurah Krukut, lahan seluas 32 ha milik PT Mega di Krukut, tak pernah dibayar pajaknya oleh perusahaan swasta itu.

Penyelesaian masalah lahan eks PT Mega, menurut Wakil Ketua DPRD, Agung Witjaksono, seharusnya melibatkan dewan.

“Sampai saat ini, tim Pemkot tidak pernah melibatkan dewan,” ujar Agung, wakil rakyat dari Partai Demokrat.

Terkait hal itu, Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail, enggan berkomentar mengenai surat rekomendasi yang dikirimkannya kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Depok tanggal 7 September 2006 tersebut.

“Mengenai hal itu (surat kepada kepala BPN—Red) saya tidak mau berkomentar saat ini,” ujar Nur Mahmudi singkat melalui via telepon.(m-2/m-8)

DPRD Depok Didesak Segera Bahas Raperda Antipelacuran

Media Indonedia, Minggu, 30 Juli 2006 23:45 WIBDEPOK–MIOL: Kalangan organisasi massa Islam di Kota Depok mendesak DPRD Kota Depok untuk segera membahas dan mensahkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Anti Pelacuran dan pelarangan minuman keras (Miras).

Hal itu diungkapkan Sekretaris Muhammadiyah Kota Depok, Syamsul Kamar dalam dialog mengenai Raperda Anti Pelacuran, di Gedung Majelis Ulama Indonesia, Depok, Minggu (30/7).

Ormas Islam yang mendukung Raperda anti Pelacuran itu adalah Muhammadiyah, Hizbut Tahrir, Jemaah Sholat Shubuh Gabungan Kota Depok, Forum Mudzakaroh Syariat Islam, Pemuda Islam Indonesia, Remaja Islam Depok, Ittihadul Muslimah Depok.

Syamsul mengatakan, untuk mensahkan Raperda tersebut DPRD Depok membutuhkan dukungan dan masukan agar Raperda tersebut segera disahkan. “Kita akan memberikan dukungan kapanpun dan dimanapun dibutuhkan,” katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan di negara seperti Amerika Serikat (AS) saja setiap negara bagian mempunyai polisi khusus yang mengatur tentang minuman keras (Miras).

“Jadi, mengapa di negara kita yang mayoritas Muslim (malah) menjadi pertentangan,” katanya.

Ditanya mengenai pihak yang menolak Raperda tersebut, Syamsul Kamar mengatakan jika itu keluar dari sikap orang Muslim perlu dipertanyakan komitmen ke-Islamannya.

Raperda tersebut, lanjut dia, tidak perlu menayakan satu per satu kepada masyarakat apakah Raperda tersebut dibutuhkan, karena yang menjadi tugas utama menjaga keamanan dan ketertiban adalah polisi dan pemerintahan

kota Depok. “Masyarakata hanya butuh keamanan dan ketertiban di ligkungannya,” katanya.

Mengenai perlunya kajian akademis, ia mengatakan berdasarkan data dari Badan Narkotik Nasional (BNN) dan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2004 terdapat 3.000 kasus narkoba dan meningkat pada tahun 2004 menjadi 8.000 kasus.

Sebanyak 35 persen kasus tersebut terjadi di DKI Jakarta. Sedangkan di Depok terdapat 138 kasus narkoba.

“Data tersebut merupakan kajian akademis, jadi jika berdasarkan hal tersebut maka sudah setengah kajian akademis,” katanya.

Sedangkan Ketua Pemuda Islam Indonesia, H. Hasanuddin Sandang mengatakan, berkaitan penerapan Raperda tersebut tidak dibutuhkan kajian akademis, karena hampir semua warga adalah masyarakat beriman.

Ia mencontohkan penerapan Perda Syariah di Bulukumba, Sulawesi Selatan, yaitu Zakat dan Miras bisa membuat masyarakat hidup tenang hingga bisa tidur dengan nyenyak, padahal sebelumnya masyarakat banyak yang resah, akibat maraknya minuman keras.

Sementara itu, Sekretaris Komisi A DPRD Kota Depok, Dahlan mengatakan, dalam penyusunan draf tersebut sama sekali tidak ada muatan politis dan tidak ada titipan sama sekali dari pihak manapun.

Draf tersebut, kata dia, nantinya akan menerima masukan dari berbagai kalangan untuk diperbaiki atau disempurnakan jika ada hal-hal yang kurang.

“Kita menerima masukan dari semua kalangan masyarakat, agar nantinya penerapan Perda tersebut akan lebih efektif,” kata anggota legislatif dari PAN.

Dahlan lebih lanjut mengatakan penyusunan draf tersebut sangat hati-hati, agar tidak terjadi hal-hal yang kontroversi di masyarakat.

Menurut dia, latar belakang disiapkannya Perda tersebut untuk melindungi masyarakat dari pengaruh negatif akibat pertumbuhan dan

perkembangan Kota Depok, khususnya kalangan generasi muda.

Ia mengatakan, data dari Dinas Kesehatan Kota Depok menyebutkan dari 4.023 sampel darah syphilis dan 5.143 sampel darah HIV ditemukan sebanyak 76 orang warga Depok positif HIV/AIDS dan 23 orang terkena penyakit raja singa (salah satu jenis penyakit menular seksual).

“Data tersebut sangat riskan dan sangat mengkhwatirkan dan karena itu perlu diambil langkah-langkah pencegahan dengan menjauhkan masyarakat dari perilaku seks bebas,” demikian Dahlan. (Ant/OL-06)

Maret 2006

Walikota Depok mulai dikritik. Program dinilai tak jelas, Nur kampanye ke Kaltim disoal

Monitor Depok, 21 Maret 2006

GEDUNG DEWAN, MONDE: Memasuki bulan kedua memimpin Depok, duet Nur Mahmudi dan Yuyun WS, mulai diusik kritik. Walikota dan Wakil Walikota Depok itu dianggap tak memiliki program strategis jelas dan rinci.Kedua petinggi Depok itu dianggap tak memiliki integritas, terutama kesungguhan hati mereka dalam memimpin kota yang potensial berkembang ini.

Penilaian itu disampaikan Sekretaris Komisi A DPRD Ahmad Dahlan, anggota Komisi B DPRD Murthada Sinuraya, Sekretaris Fraksi Partai Demokrat (FPD) Wahyudi dan Sekretaris Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP), R Sugiharto, kemarin.Mereka mempertanyakan perumusan visi misi Walikota (dan Wakil Walikota) lima tahun kedepan (dirumuskan dalam RPJMD), penyikapan gonjang-ganjing reformasi birokrasi, penanganan masalah TPAS Cipayung, dan langkah Walikota Depok yang kampanye di Balikpapan, Kalimantan Timur.“Kami belum lihat program Walikota yang jelas,” kata Sekretaris Komisi A DPRD Depok Ahmad Dahlan.

Secara umum, kata anggota FPAN itu, belum ada gambaran tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Daerah (RPJMD) mulai dari penampungan aspirasi elemen masyarakat hingga sosialisasi.

Kritik langkah Wali

Selama ini, Wali sekadar melaksanakan pekerjaan teknis, bukan kebijakan yang strategis.” Belum ada gabaran RPJMD, semestinya Beliau berkonsentrasi di Depok, bukan berkampanye di Balikpapan,” kata Dahlan.

Semestinya, katanya, dengan predikat Walikota Depok, Nur Mahmudi harus mampu mengakomodasi semua elemen warga Depok Raya—bukan semata mempedulikan satu partai saja.

Mengkritik langkah-langkah Wali, Sekretaris FPD DPRD Depok Wahyudi menyarankan seyogianya Walikota lebih berkonsentrasi pada pembangunan lima tahun kedepan kota ini, bukan malahan lebih mengutamakan sebagai kader partai.

“Walikota melarang bawahannya menghadiri pertandingan sepakbola Persikad melawan Persiku Kudus di Kudus, sementara Wali sendiri berangkat ke Balikpapan untuk berkampanye,” papar Wahyudi.

Belum lagi masalah Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Cipayung, tambah Wahyudi, hingga kini belum ada langkah-langkah solusi.

Komisi C sudah menyikapi permintaan Forum Peduli Masyarakat Cipayung (Forpmac) yang menyampaikan keberatannya atas keberadaan TPAS yang terletak di Kampung Bulak Barat Cipayung, Panmas.

“Setahu saya, hingga saat ini belum ada sikap Walikota,” tambah Wahyudi.

Politik aliran

Sekretaris FPDIP DPRD Depok R Sugiharto menyebutkan solusi persoalan drainase kota hingga kini belum tuntas. Persoalan luapan air di kawasan Margonda bukan sekadar persoalan emergency tapi itu tugas rutin yang hingga kini tidak ditangani dengan baik.

“Mana kelanjutan master drainase kota, padahal pengembang dan investasi besar terus berlanjut (datang) di Depok,” kata Sugiharto. Pengembang, katanya, jangan dibiarkan membangun seenaknya tanpa koordinasi Pemkot.

Anggota Komisi B Murthada Sinuraya mempertanyakan rencana penataan birokrasi. Persoalan itu, katanya, dibiarkan menggelinding begitu saja, sehingga menimbulkan keresahan di lingkup birokrasi Pemkot Depok.

Ia juga mengingatkan, setiap Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) bukan jabatan politis, sehingga Walikota harus mampu menempatkan orang-orang yang mampu membaca karakter Depok, bukan berdasarkan aliran politik.

Menurut Murthada, pengisian birokrasi harus memperhatikan merryt syistem bukan politik aliran. Pemkot, katanya, semestinya mampu menjaga pluralisme bukan ekskulsivisme.

Intinya, Nur-Yuyun diminta rekonsiliasi dengan semua tingkatan PNS.(aks)

November 2005

Hari ini KPUD diundang Kota Kembang. KPUD didesak tuntaskan tahapan Pilkada

Monitor Depok, 22 November 2005

GEDUNG DEWAN, MONDE: Entah lantaran tidak sabar menunggu hasil putusan Mahkamah Agung (MA atau tidak puas dengan kinerja KPUD Kota Depok, Komisi A DPRD Depok hari ini dijadualkan mengundang penyelenggara pemilihan kepala daerah (Pilkada) untuk meminta laporan pertanggungjawaban sekaligus mendesak tuntaskan tahapan Pilkada.Berdasarkan Keputusan KPUD Depok No.2 Tahun 2005 Tertanggal 10 Maret 2005 Tentang Tahapan, Program dan Jangka Waktu Penyelenggaraan Pilkada, pengesahan dan pelantikan walikota terpilih dijadualkan berlangsung pada tanggal 28 Juli 2005.Namun, pengesahan dan pelantikan pasangan walikota terpilih versi KPUD, Nurmahmudi Ismail-Yuyun WS dari PKS—setelah memenangi penghitungan suara Pilkada, 26 Juni lalu—dianulir oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Barat, Kamis (4 Agustus) sekaligus memenangkan duet Badrul Kamal-Syihabuddin Ahmad jago Partai Golkar-PKB.Pernyataan itu disampaikan Sekretaris Komisi A Ahmad Dahlan menyikapi kasus Pilkada Depok yang hingga kini Mahkamah Agung (MA) belum mengambil keputusan terkait upaya KPUD mengajukan Peninjauan Kembali (PK).“Tidak ada alasan lagi bagi KPUD untuk tidak membuat berita acara penetapan pasangan calon terpilih versi PT jabar, agar Mendagri bisa mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Pengesahan dan Pelantikan Walikota Depok,” kata A, Ahmad Dahlan didampingi HM. Soleh kepada Monde, kemarin.Menurut dia, KPUD tidak harus menunggu keputusan MA, karena KPUD a itu mempunyai kewenangan penuh. Kewenangan itu kata Dahlan merujuk pada Peraturan MA (Perma) No.2 Tahun 2005.

“Pasal yang menyebutkan keputusan PT Jabar sudah final dan mengikat harus menjadi pedoman KPUD menyelesaikan tahapan Pilkada Depok,” tandasnya.

Dia juga mengatakan, akan meminta laporan pertanggungjawaban keuangan.

“KPUD tidak bertanggungjawab kepada DPRD, tetapi kami berhak meminta laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran Pilkada, karena sumbernya dari APBD,” jelasnya.

Tidak jelas

Sementara itu, anggota Komisi A Qurtifa Wijaya mengaku kalau komisi A besok akan menggelar pertemuan dengan KPUD, Panwasda, serta Desk Pilkada. Namun, dirinya tidak mengetahui agenda yang jelas mengenai pertemuan itu.

Dia mengaku tidak mendapat surat resmi dari pimpinan komisi A mengenai pertemuan itu. “ Saya dapat kabar itu siang tadi [kemarin] dan itu pun dari staff Dewan,” katanya.

Dia mengaku agak riskan dengan pertemuan itu. Pasalnya, sebelumnya komisi A tidak menggelar rapat untuk rencana pertemuan itu. “Padahal, jadual besok[hari ini] komisi A menggelar pertemuan dengan polres terkait kamtibnas,” katanya.

Terkait pernyataan Dahlan yang mengatakan tidak ada alasan KPUD untuk tidak membuat berita acara penetapan pasangan terpilih versi PT Jabar, Qurtifa menandaskan bahwa itu adalah pernyataan Dahlan secara pribadi, bukan komisi A. “Siapapun harus menunggu keputusan MA. Bahkan Depdagri untuk mengeluarkan SK pelantikan berulang kali mengatakan harus menunggu MA,” ujarnya.

Dia berharap Komisi A bersikap proporsional sesuai fungsi dan tugasnya alias tidak ikut terjebak kepentingan politik pribadi. “Biarkan MA yang menyelesaikan persoalan Pilkada, kita harus menghormati itu,” katanya.(aks/apk)

Agustus 2005

Ketua BOM KOOD dinon-aktifkan

Monitor Depok, 24 Agustus 2005

MARGONDA, MONDE: Seringkalinya Abdul Malik mengaku-aku sebagai ketua Barisan Orang Muda (BOM) Kumpulan Orang Orang Depok (KOOD) dalam setiap stetament-nya di media massa, termasuk Monde, menuai kecaman pengurus organisasi tersebut.

Kemarin sore, KOOD lewat rilisnya yang disampaikan kepada Monde, menegaskan, bahwa Abdul Malik telah dinon-aktifkan dari keanggotaan KOOD dan Ketua BOM KOOD melalui surat bernomor 35/KOOD/VIII/2005.

Disebutkan pula, dukungan Malik terhadap Nur Mahmudi-Yuyun WS lebih bersifat pribadi, bukan pernyataan organisasi. Karena dinilai tidak melalui keputusan organisasi BOM KOOD.

Setelah terbitnya pernyataan resmi KOOD tersebut yang ditandatangani Rudi Yanto (ketua harian) dan A. Dahlan (Sekretaris), maka semua pernyataan yang dilontarkan Abdul Malik tidak ada lagi kaitannya dengan BOM KOOD.

Dihubungi via telepon, Dahlan meminta kepada semua barisan KOOD yang tersebar di enam kecamatan agar tetap menjaga kekompakan dan tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak tertentu yang mengaku-aku sebagai pengurus KOOD.

“Saya berharap, setelah keluarnya pernyataan resmi dari organisasi kami, tak akan ada lagi pihak yang melontarkan pernyataan politik dengan mengaku-aku sebagai pengurus KOOD,” demikian Dahlan.

Hal senada juga dikatakan Rudi Yanto, “Saya menyesalkan sikap Malik. Padahal di awal pembentukan BOM KOOD, kami banyak menaruh harapan padanya. Tapi kenyataannya, dia malah bikin ulah. Dia mengkhianati organisasi.”

Diungkap Rudi, beberapa waktu lalu, Malik pernah dipanggil oleh pengurus KOOD guna dimintai penjelasannya terkait pernyataan dukungannya terhadap Nur-Yuyun. Namun pasca pemanggilannya tersebut, sikap Malik tetap tidak berubah.(amr)

Soal dugaan penyelewengan di Panwasda. Komisi A belum bersikap

Monitor Depok, 4 Agustus 2005

GEDUNG DEWAN, MONDE: Komisi A DPRD Kota Depok mengaku belum berani mengambil sikap atas kasus dugaan penyelewengan penggunaan dana di sejumlah pos anggaran dalam Laporan Realisasi Anggaran Panwasda Kota Depok tahun 2005 yang bernilai sedikitnya Rp170 itu.“Komisi A belum berani berbuat apa-apa apalagi meminta pertanggungjawaban Panwasda, lantaran proses dan tahapan pemilihan kepala daerah belum selesai,” kata Ketua Komisi A, Muhammad Triyono, kepada Monde, kemarin.Menurut Triyono, ada tidaknya penyelewangan penggunaan dana anggaran Panwasda harus dipertanggungjawabkan kepada pihak eksekutif.“Setelah itu DPRD akan meminta pertanggungjawaban Panwasda atas laporan keuangan yang telah diaudit badan pengawas keuangan,” ujarnya.Pendapat senada juga disampaikan Sekretaris Komisi A, Ahmad Dahlan. “Sebagai lembaga yang mengangkat Panwasda, tentu lembaga pengawas tersebut harus mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada Dewan,” kata Dahlan.Laporan penyelewengan itu diungkapkan Koordinator Komdak Roy Prygina bersama pimpinan sejumlah LSM, antara lain LSM GPD, Sinar, Bismi, DEWA, PWD, PPK Madani dan KAMMI Depok yang tergabung dalam koalisi tersebut.

Sebaliknya, Panwasda Depok menyatakan telah menggunakan anggaran sesuai dengan aturan. Lembaga itu menilai tuduhan Komdak tidak beralasan dan bermuatan politis.

Roy mengatakan, beberapa pos anggaran yang dinilai tidak rasional itu berupa belanja pengadaan alat tulis kantor (ATK) ternyata dianggarkan dobel. Pertama dianggarkan 1 paket x 6 bulan x Rp750.000 = Rp4.500.000, lalu dianggarkan lagi 6 paket x 6 bulan x Rp400.000 = Rp14.400.000. Pos sewa kendaraan dinas dianggarkan Rp36.000.000, padahal kendaraan tersebut milik Pemkot Depok, sewa gedung kantor untuk Panwascam dianggarkan Rp10 juta per kecamatan sehingga total Rp 60 juta.

“Padahal gedung kantor untuk Panwascam biasanya bergabung dengan kantor kecamatan masing-masing dan tidak dipungut biaya,” ujar Roy.(aks)

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.