Profil Tokoh DEPOK

E. Gunawan

Drs. E. Gunawan MM

Januari 2006

Dewan Pendidikan Depok sosialisasi kebijakan

Monitor Depok, 31-Jan-2006 17:28:01

DEPOK, MONDE: Sebanyak 150 peserta mengikuti sosialisasi kebijakan operasional pendidikan dan keberadaan Komite Sekolah di Kota Depok di kampus Iblam, Beji, Sabtu.
Kegiatan yang diadakan Dewan Pendidikan Kota Depok diikuti para kepsek dan Komite Sekolah empat kecamatan yaitu Limo, Sawangan, Panmas dan Beji.

Memberi pengarahan di acara itu, Ketua Dewan Pendidikan Didin Mukodim, Kadisdik Sriyamto, Ketua Yayasan Iblam Edi Susanto, Ketua PGRI Depok, Patlan, Kasidikbud Kec. Pancoran Mas, Djunaedi Candra.

Gunawan, pengurus Dewan Pendidikan menjelaskan kegiatan sosialisasi dimaksudkan menyamakan persepsi para kepsek dan Komite Sekolah terhadap kebijakan operasional pendidikan dan keberadaan Komite Sekolah.

“Dengan demikian tercipta gerak langkah yang harmonis dalam memajukan pendidikan di Depok,” tandasnya.

Gunawan mengatakan kegiatan ini mendapat dukungan dari Ditjen Dikdasmen Depdiknas untuk menyelenggarakan sosialisasi terhadap sejumlah kebijakan terutama menyangkut peran dan fungsi Komite Sekolah.

“Diikuti sekitar 300 peserta yang diadakan di dua tempat terpisah. Tanggal 21 Januari 2006 di Yaspen Tugu Ibu untuk wilayah Sukmajaya dan Cimanggis dan di Yayasan Iblam untuk empat kecamatan yaitu Limo, Sawangan, Pancoran Mas dan Beji,” tuturnya.

Peran Komite Sekolah

Sementara itu, Ketua Dewan Pendidikan dalam arahannya Didin Mukodim menegaskan pihaknya senantiasa menyokong terhadap peningkatan mutu pendidikan, dalam hal ini termasuki peran Komite Sekolah.

“Adanya Komite Sekolah bukan jadi beban tetapi keberadaannya adalah tuntutan undang-undang. Jika ada yang keliru dalam realitasnya, mari kita luruskan bersama-sama,” tandasnya.

Didin menegaskan yang terpenting adalah jangan ada anak yang tak mampu lantas tak bisa bersekolah. Karena itu, menyangkut pengalokasian anggaran pendidikan ini, perlu ada pengawasan yang ketat.

Dengan demikian kebocoran anggaran pendidikan bisa ditekan baik ke fisik maupun non fisik. Didin mengakui tingkat kebocoran anggaran paling parah berada di jenjang pendidikan dasar.(dmr)

September 2000

Cimanggis, Gunung Putri, dan Cibinong  Tertutup untuk Industri Baru

Jakarta, Kompas, Kamis, 14 September 2000

Kecamatan Cimanggis, Gunung Putri, dan Cibinong dinyatakan tertutup untuk industri baru. Industri-industri yang sudah beroperasi di tiga kecamatan tersebut dilarang mengeksploitasi air tanah secara besar-besaran. Langkah ini sebagai upaya menjaga konservasi alam di kawasan Bogor, Puncak, dan Cianjur (Bopunjur) yang mulai kritis.Demikian salah satu larangan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bopunjur yang dijelaskan oleh Direktur Jenderal Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah pada Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah, Kasru Susilo kepada wartawan di tengah-tengah Sosialisasi Keppres itu, Rabu (13/9), yang diselenggarakan Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabotabek di Jakarta.

Menurut Susilo, kebijaksanaan yang diambil pemerintah setempat terhadap industri-industri tidak salah, karena memang waktu itu belum ada peraturannya. Namun, dengan berpedoman pada Keppres itu, beberapa kawasan lindung akan dilindungi dan hanya kawasan budi daya yang dimanfaatkan menghidupkan perekonomian daerah serta kesejahteraan warganya.

Kasru Susilo melihat, kawasan konservasi alam di Bopunjur sudah dalam kondisi kritis. Ini ditandai dengan penyimpangan pemanfaatan sebagian besar kawasan lindungnya. Bila penanganannya terlambat, kawasan lindung yang bermanfaat bagi konservasi alam dan generasi mendatang bisa rusak sama sekali. Ini mengancam kelangsungan ekologi yang bergaung nasional karena menyangkut hajat jutaan manusia di Ibu Kota Jakarta.

Properti

Belum dapat menyebut luas kerusakan di kawasan Bopunjur, Susilo menjelaskan, kerusakan pada kawasan tersebut disebabkan oleh industri properti yang tumbuh bagai jamur. Pembangunan industri properti masa lalu tidak diatur sedemikian rupa sehingga merambah pada kawasan lindung.

“Dengan Keppres itu bangunan dan properti yang tidak sesuai dengan pemanfataan tata ruang akan dipindahkan atau jika tidak mungkin dilakukan akan diupayakan agar bangunan tersebut ramah lingkungan. Misalnya tidak lagi menggunakan air tanah, namun harus membuat sumur resapan yang memadai.”

Susilo mengingatkan, ekologi di kawasan Bopunjur harus dipelihara terus dan jangan sampai rusak hanya untuk kepentingan komersial sesaat yang bernilai lokal. Pemerintah daerah setempat harus melihat kepentingan nasional yakni Jakarta yang menjadi Ibu Kota.

“Rusaknya kawasan Bopunjur otomatis membawa bencana bagi penduduk di Jakarta. Mereka akan kehilangan air tanah, karena adanya eksploitasi. Banjir pun mengancam warga Jakarta karena air hujan tidak bisa lagi diserap tanah yang gundul,” kata Susilo.

Kepala Sekretariat BKSP Jabotabek E Gunawan menambahkan, penataan kawasan Bopunjur bukan berarti merugikan pemerintah daerah setempat dari sisi ekonomi dengan berkurangnya pertambahan industri di sana. Penataan kawasan Bopunjur bertujuan menjaga kepentingan nasional, yakni tetap terjaganya konservasi alam secara benar.

“Pemanfaatan lahan secara benar, memungkinkan konservasi alam terpelihara, sedangkan perekonomian penduduk setempat juga terpenuhi. Jangan seperti sekarang, kegiatan ekonomi nyaris mengalahkan kepentingan konservasi,” kata Gunawan.

Menurut catatan Kompas, penerbitan Keppres ihwal penataan kawasan Bopunjur, bukanlah Keppres pertama. Sebelumnya, terbit Keppres Nomor 79 Tahun 1985 tentang Penetapan Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Puncak. Keppres ini di antaranya menekankan, pengendalian pembangunan fisik di Kawasan Puncak dilakukan terutama melalui kewenangan perizinan yang ada pada instansi-instansi pemerintah, baik tingkat pusat maupun tingkat daerah.

Penekanan lainnya ialah izin-izin yang telah dikeluarkan yang menyangkut pembangunan fisik di kawasan puncak agar diinventarisasi, ditinjau kembali dan ditertibkan.

Akan tetapi kenyataannya, Keppres ini tidak dihiraukan sama sekali. Kawasan Bopunjur makin padat oleh pembangunan fisik atau pusat permukiman baru. Kawasan yang menjadi konservasi alam pelan tetapi pasti, terus mengalami kerusakan serius. (xta)

Oktober 1997

Memprihatinkan, Sumber Air di Jabotabek

Jakarta, Kompas  Jumat, 10 Oktober 1997

Kondisi sumber daya air di kawasan Jabotabek sangat memprihatinkan. Banyak lahan daerah resapan air berkurang akibat terdesak oleh permukiman penduduk dan kawasan industri. “Satu sisi, jumlah penduduk dan kawasan industri semakin meningkat, berarti kebutuhan air semakin meningkat pula. Sisi lain, banyak lahan tergusur dan gundul. Kondisi lingkungan semacam ini belum tampak harmonis,” kata Kepala Sekretariat  Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabotabek Drs E Gunawan MM, di  Jakarta, hari Kamis (9/10).

Dikatakan, penduduk Jabotabek saat ini diperkirakan lebih dari 20 juta jiwa dengan laju pertambahan sekitar tiga persen per tahun. “Dalam  waktu dekat akan muncul 23 kota baru atau permukiman yang luasnya rata-rata di atas 500 hektar,” katanya.

Selain itu, banyak sumber air berubah fungsi atau rusak seperti situ-situ, bahkan adanya pencemaran sebagaimana terjadi sepanjang sungai-sungai di Jabotabek. Sebanyak 193 situ yang tersebar di Jabotabek sebagian besar dalam kondisi rusak. Dari 2.179 hektar telah menyusut hingga saat ini tinggal 1.483 hektar. Perubahan fungsi itu antara lain menjadi permukiman, persawahan, tanah daratan, jalan tol.

Dikatakan, kawasan Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur) yang merupakan daerah resapan air mengalami perubahan sangat besar. Dalam lima belas tahun terakhir, kawasan yang terbangun bertambah seluas 12.702 hektar, baik untuk wisata maupun permukiman. “Jadi sekitar 10 persen dari luas seluruhnya, sedangkan daerah pertanian berkurang sebanyak 13 persen,” katanya.

Rusaknya kondisi sumber air di Jabotabek, disebabkan pula adanya pencemaran di sepanjang sungai-sungai yang melintas di Jabotabek. Laporan Biro Bina Lingkungan Hidup (BLH) DKI Jakarta tentang Permasalahan Lingkungan di Wilayah DKI Jakarta antara Januari-Juli 1997 menyebutkan, kualitas air sungai memiliki indikasi tercemar hingga tidak memenuhi baku mutu sesuai peruntukannya sebagai bahan baku air minum, perikanan, pertanian, dan usaha perkotaan.

“Air sungai yang melintas Jakarta sudah tidak layak untuk diminum. Kalau pun mau diolah membutuhkan biaya sangat besar,” kata Gunawan.

Upaya

Untuk itu, pemerintah berusaha mengendalikan pengembangan terutama wilayah Bopunjur (Bogor Puncak Cianjur) dan kawasan selatan Jakarta sebagai kawasan resapan air. “Antara lain melakukan penertiban atau penghijauan terus-menerus. Pokoknya akan dikembalikan pada kondisi semula,” tegas Gunawan. Dicontohkan, hingga saat ini ada tujuh situ yang direhabilitasi seperti Situ Cilangkap, Rawa Kalong, Pondok Gede, Bojong Sari, Paladen, Situ Tipar, dan Rawa Besar.

“Pada masa mendatang pemerintah akan meningkatkan rehabilitasi situ-situ karena fungsinya sangat strategis bagi penampungan air,” kata Gunawan. (ssd)

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.