Profil Tokoh DEPOK

Agung Witjaksono

Agung Witjaksono, SH.

Desember 2008

KUA & PPAS 2009 mulai dibahas

Monitor Depok, 10 Desember 2008

KOTA KEMBANG, MONDE: Panitia Anggaran (Panang) DPRD Kota Depok bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), akan membahas Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) TA 2009, mulai hari ini.

“Pembahasan dimulai setelah Sidang Paripurna Pengesahan Perda Pengelolaan Daerah [Raperda Pokok Pengelolaan Daerah, Raperda Pengelolaan Barang milik Daerah, dan Raperda Penyertaan Modal Pemkot Depok kepada BPD Jabar Cabang Banten]. Sore setelah sidang itu, kami [Panang DPRD dan TPAD] langsung membahas KUA dan PPAS 2009,” tegas Wakil Ketua DPRD Depok, Agung Witjaksono.

Diakuinya, pembahasan sedikit berjalan molor. Semula diharapkan sudah dimulai pada bulan lalu. “Namun kali ini, jadwal pengesahan pada 24 Desember kita harapkan tidak ada gangguan lagi dan bisa sesuai harapan,” katanya.

Sebelumnya, penjadwalan pembahasan KUA dan PPAS tersebut telah diputuskan dalam Rapat Panitia Musyawarah (Panmus) DPRD, Kamis (5/12).

Salah seorang anggota Panang DPRD, Qurtifa Wijaya menjelaskan berdasarkan Permendagri 13/2006 jo Permendagri Nomor 59/2007, tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, maka perlu disusun rancangan Kebijakan Umum (KU) APBD dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS).

Jadwal padat

“Rancangan KU APBD dan PPAS ini disampaikan secara bersamaan kepada DPRD, yang kemudian setelah dibahas bersama antara TAPD dan Panitia Anggaran DPRD selanjutnya disepakati menjadi Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA),” terang Qurtifa.

Dokumen PPAS adalah program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk setiap program, sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA-SKPD) sebelum disepakati dengan DPRD.

“Ini sebagai kerangka prioritas dan plafon anggaran sementara dan dokumen yang mengatur rincian alokasi anggaran serta merupakan pedoman dalam penyusunan RKA-SKPD. Oleh karena itu PPAS disusun untuk mengimplementasikan dari KU APBD dengan klasifikasi urusan pemerintahan daerah,” tambah Qurtifa.

Melihat waktu yang tersedia, pembahasan yang dimulai dari pembahasan KUA dan PPAS, sampai kepada pembahasan RAPBD 2009 diperkirakan akan berjalan marathon.

“Dari jadwal yang telah disusun dan disepakati dalam Rapat Panitia Musyawarah, pengesahan RAPBD 2009 menjadi APBD 2009 ditargetkan dapat dilaksanakan pada tanggal 24 Desember 2009,” tandas anggota Panang dari FPKS itu.

Walau jadwal pembahasan cukup padat, Qurtifa berharap pembahasan dapat berjalan dengan baik dan berkualitas sehingga berdampak pada meningkatnya kualitas pembangunan Kota Depok.

“Salah satu indikator APBD yang baik adalah sejauh mana mampu dan bisa mendorong keterlibatan publik dalam proses pembangunan. Artinya, APBD tidak bisa disusun dengan asumsi-asumsi yang berdasarkan data yang tidak pernah baku.”

Apabila penyusunan dibuat berdasarkan asumsi yang tidak baku, dikhawatirkan akan terjadi bias antara perencanaan program, penganggaran dan implementasi.

“Bila ini yang terjadi, maka penyelesaian persoalan-persoalan yang menjadi hak dasar hidup masyarakat menjadi kurang maksimal,” cetus Qurtifa.(mr)

Oktober 2008

DPRD desak bahas KUA akhir Oktober

Monitor Depok, 24 Oktober 2008

KOTA KEMBANG, MONDE: DPRD Depok mendesak Pemkot untuk segera mengajukan draf Kebijakan Umum Anggaran (KUA) 2009, dan melakukan pembahasannya pada akhir bulan Oktober ini.

“Ini terkait dengan harapan, agar semua proses atau program yang ada bisa mulai direalisasikan di awal tahun 2009, jangan molor-molor lagi,” kata Wakil Ketua DPRD Depok, Agung Witjaksono di ruang kerjanya, kemarin.

Agung memaparkan berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, proses pembahasan KUA kali ini diawali dengan rapat pra-KUA, dimana pihak legislatif dan eksekutif mencari kata sepakat terhadap panduan atau arah KUA nantinya.

“Dan rekomendasi dari pra-KUA itu kemudian akan sangat mempermudah pihak eksekutif membuat draf KUA yang akan dibahas,” katanya.

Agung menambahkan, dengan adanya pra-KUA yang hasilnya sudah didapatkan beberapa hari yang lalu itu, akan didapatkan efektivitas waktu sehingga draf KUA tidak akan seperti permainan bola pingpong antara DPRD dan Pemkot. “Istilahnya tinggal dipoles saja karena substansinya sudah ada saat pra-KUA,” tandasnya.

Wakil Ketua DPRD Depok yang juga Ketua DPC Partai Demokrat Kota Depok ini menjelaskan, dalam substansi KUA tidak memuat angka-angka yang detil dianggarkan dalam APBD 2009. “KUA berbicara tentang kebijakan yang akan diprioritaskan dalam APBD 2009,” kata Agung. Untuk detilnya, masing-masing komisi sudah memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada leading sector terkait.

“Intinya ada tiga hal yang sangat mendasar dari substansi pra-KUA yakni efektivitas anggaran, manajemen waktu dan arah dari program,” ujar Agung.

Unggulan

Program-program unggulan seperti pendidikan, kesehatan, peningkatan daya beli dan lainnya sesuai dengan visi Pemkot Depok, diharuskan untuk tepat sasaran. “Dan yang tidak kalah pentingnya pertimbangan jalannya waktu,” kata Agung.

Manajemen waktu yang efektif disinggung Agung akan mempengaruhi sangat signifikan terkait efesiensi anggaran. “Jadi tidak ada penumpukan Silpa [sisa lebih perhitungan anggaran] lagi,” tandasnya.

Terkait kecendrungan penumpukan Silpa di Depok (seperti pada APBD 2008 sekitar Rp187 miliar-Red) ini, Agung juga mengaku masih heran. “Kenapa dengan adanya Silpa itu tidak dialokasikan untuk program pembangunan yang dicoret atau tidak terakomodir saat Musrenbang di masing-masing wilayah?”

Menurutnya, hal itu bisa saja dilakukan untuk efesiensi pembangunan beserta anggarannya. “Adanya penumpukan Silpa sebenarnya bisa dituntut masyarakat Depok, bahkan bisa di class action [gugat]. Saat masyarakat sudah tertib pajak dan sebagainya, wajar mereka meminta umpan baliknya itu berupa pembangunan yang maksimal,” tandas Agung.(mr)

Mei 2008

‘Bhakti Yudha harus bijaksana’

Monitor Depok, 24 Mei 2008

DEPOK, MONDE: Wakil Ketua DPRD Agung Witjaksono dan anggota Komisi C Hasbullah Rachmad mengatakan pihak Rumah Sakit Bhakti Yudha (RSBY) harus lebih arif dan tidak lupa mengedepankan fungsi sosial di samping profit oriented.

“Kami [aleg] sangat prihatin dengan kejadian ini dan meminta kepekaan nurani pihak RSBY,” kata Agung, kemarin, menanggapi kasus penahanan pasien rumah sakit itu lantaran tak mampu melunasi biaya pengobatan.

Menurut Agung, apapun alasan atau bahasa dari RSBY terkait penyanderaan pasien atau tidak, lanjut tidak usah dipersoalkan lagi. “Intinya kan si pasien tidak diperbolehkan pulang karena belum menyelesaikan administrasi,” ujarnya.

Agung yang juga menjabat Ketua DPC Partai Demokrat Kota Depok ini mengharapkan kefleksibelan dari RSBY dalam memberikan pelayanan kesehatan, khususnya kepada warga yang kurang mampu.

Hasbullah Rachmad menambahkan Komisi C sudah meminta Dinkes untuk melakukan pengawasan bahkan teguran kepada rumah sakit-rumah sakit yang tidak bisa memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat.

“Seharusnya kan ada keberimbangan. Ketika Pemkot setiap tahun sudah mengalokasikan anggaran dalam APBD, rumah sakit seperti Bhakti Yudha tidak bisa memperlakukan masyarakat Depok seenaknya. Warga sudah dibantu Pemkot,” kata Hasbullah sedikit kesal.

“Pihak Rumah Sakit Bhakti Yudha bohong,” tutur Suminarso (39) suami dari Suartini (29) pasien yang ditahan pihak Rumah Sakit Bhakti Yudha (RSBY) lantaran tak mampu membayar biaya administrasi rumah sakit dengan tegas menyatakan hal itu.

Hal itu diutarakannya menyikapi pernyataan Direktur Operasional RSBY, dr Hannibal Pardede, bahwa persoalan itu hanyalah kesalahpahaman belaka. Hannibal mengatakan Suartini dan anak yang baru dilahirkannya tidak diperbolehkan pulang lantaran kondisi si bayi masih dalam keadaan sakit.

Suminarso mengaku sebenarnya tak mau ambil pusing dengan apapun yang dikatakan pihak RSBY. Tapi jangan berbohong.

Kata dia, istri dan anaknya tidak diizinkan pulang bukan karena sakit. “Buktinya, waktu ada pengusaha dari Jakarta yang bayarin biaya administrasi rumah sakit, istri dan anak saya langsung diizinkan pulang.”(wen/mr)

FPD angkat sumpah antikorupsi

Monitor Depok, 17 Mei 2008

KOTA KEMBANG, MONDE: Delapan anggota Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPRD Depok akan bersumpah untuk tidak melakukan korupsi, pada Senin (19/5) di Gedung DPRD Kota Kembang.

Masing-masing wakil rakyat itu adalah Rintisyanto, Agung Witjaksono, Wahyudi, Murthada Sinuraya, Imam Soebardjo, Marlyn Agnes Pantouw, dan Lewi Octaviano.

Ketua FPD Rintisyanto menjelaskan, ide sumpah antikorupsi ini berawal dari kepedulian anggota FPD untuk memberantas korupsi di setiap lapisan kelembagaan yang bersinggungan dengan masyarakat.

“Tentunya antikorupsi ini diawali dari pribadi masing-masing anggota fraksi,” katanya.

Selain dilatarbelakangi keinginan fraksi, kata Rintis, pengambilan sumpah antikorupsi itu merupakan gambaran dari penerapan Inpres No.5/2004, tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

“Setelah diangkat sumpahnya, berkewajiban juga mengawasi tindakan korupsi di lembaga-lembaga pemerintahan sampai tuntas,” ujarnya.

Dalam pengangkatan sumpah nanti, akan dihadiri juga para pengurus dari enam Pimpinan Anak Cabang (PAC), dan juga sejumlah kader Partai Demokrat.

“Kalau ada pengurus PAC yang siap diambil sumpahnya untuk antikorupsi, bisa ikut serta,” ujar Rintis.

Menyikapi inisiatif FPD untuk bersumpah antikorupsi, anggota Fraksi Partai Golkar, Babai Suhaimi mengaku salut. “Ini bisa dijadikan contoh positif, namun harus bisa benar-benar diterapkan,” katanya.

Babai juga sempat mempertanyakan kenapa FPD baru bersumpah untuk anti korupsi ketika periodesasi keanggotaan dewan akan berakhir.

“Kenapa tidak dari dulu di awal jabatan. Apa ini bukan sekadar manuver mau Pemilu 2009 aja, Pak Rintis,” sindirnya dengan candaan kepada Rintisyanto.(mr)

April 2008

Kasus korupsi reboisasi Ciliwung. Kejari sita dokumen Pemkot Depok

Monitor Depok, 30 April 2008

KOTA KEMBANG, MONDE: Tak mau kalah dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mendobrak gedung DPR. Kejari Kota Depok menggeledah dan menyita sejumlah dokumen di Pemkot Depok, kemarin pagi.

Langkah ini dilakukan terkait kasus dugaan korupsi penanaman ribuan pohon di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan Taman Hutan Raya (Tahura) Cagar Alam, Kelurahan Ratujaya, Pancoran Mas periode 2006.

Sehari sebelumnya Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Depok telah menahan pejabat penting di Dinas Tata Kota dan Bangunan (Distakotbang) Kota Depok, berinisial AS sebagai tersangka tindakan korupsi yang merugikan negara sebesar Rp473,9. AS kini ditahan di LP Paledang, Bogor.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kota Depok Yudi Indra Gunawan menggungkapkan penyitaan dokumen tersebut untuk melengkapi pemberkasan sehingga kasusnya dapat segera dilimpahkan ke pengadilan. Sejumlah saksi diketahui sudah dimintai keterangannya termasuk Kepala Dinas DKLH.
“Untuk kebutuhan pemberkasan, kami sudah menyita sejumlah dokumen asli yang nantinya akan dijadikan alat bukti di pengadilan,” ungkapnya kepada Monde, kemarin.

Yudi menjelaskan dokumen yang disita jumlahnya cukup banyak sesuai dengan keperluan seperti surat pencairan dana dan sebagainya. Sejauh ini, kata dia, pihak Pemkot Depok cukup kooperatif dalam penanganan kasus tersebut.

“Saat ini baru ada satu tersangka, tapi tidak menutup kemungkinan bisa bertambah,” imbuh Yudi yang berharap kasus AS ini dapat segera disidangkan pada bulan depan.

Kasus pesanan

Yudi juga membantah adanya kesan tebang pilih dan hanya kasus kecil yang serius diusut sementara kasus-kasus besar yang diduga melibatkan pejabat teras belum tersentuh.

“Kami bekerja bukan karena ada pesanan atau tebang pilih, tapi Kejari dalam mengusut kasus adalah independen,” tandasnya.

Mengenai penuntasan korupsi di Depok, Kejari melihat perlunya komitmen dari pimpinan tertinggi Pemkot untuk tegas mengurusi birokratnya yang menyimpang.

“Bagi kami sendiri bukan soal komitmen, tapi political action. Pemkotlah yang harus jelas political will-nya dalam memberantas korupsi.”
Yudi menyadari betul apa yang dilakukan intansinya belum cukup lantaran masih banyak dugaan korupsi berskala besar yang harus dibongkar.
“Persoalannya kan harus dikaji dulu mana yang benar-benar fakta hukum, asumsi atau sekadar isu sehingga tidak gampang begitu saja,” terangnya.

Terpisah, Koordinator Forum Indonseia untuk Transparansi (Fitra) Kota Depok Roy Prigyna malah mempertanyakan dimana keseriusan atau komitmen dari Kejari Depok dalam pemberantasan korupsi selama ini.

Dalam kasus korupsi mustahil hanya dilakukan satu pihak. Pasti ada pihak lain yang terlibat. Kejaksaan harus berani mengusut pejabat atau pihak lain yang terlibat, sebab dalam penggunaan anggaran kasi sebagai kuasa penggguna anggaran (KPA) tidak bisa begitu saja membelanjakan uang tanpa ada koordinasi dengan kabid atau kepala dinasnya.

“Kejaksaan jangan tebang pilih dalam penuntasan korupsi, jadi terkesan ada pesanan dalam penahanan AS,” ujarnya yang meminta Pemkot memberikan bantuan hukum bagi AS yang masih berstatus PNS.

Ketidakmampuan Kejari membongkar korupsi kakap yang melibatkan pejabat tinggi dalam pandangan Fitra mengindikasikan masih lemahnya komitmen lembaga ini dalam penegakkan hukum.

“Sebetulnya yang jadi pertanyaan adalah sejauhmana komitmen kejaksaan dalam pemberantasan korupsi? Terungkapnya jaksa yang menerima suap dari para korupstor menandakan lemahnya moral dan komitmen jaksa dalam penuntasan korupsi,” paparnya.

Yang terjadi kemudian, lanjut Roy Prigyna, malahan korban dijadikan sapi perahan. Jadi jangan memutarbalikan fakta, masyarakat sudah mulai cerdas untuk menilai siapa sebetulnya yang memiliki political will itu panjang lebar.

Hal senada dikemukakan Wakil Ketua DPRD Depok Agung Witjaksono dalam pesan pendeknya kepada Monde, yang mendesak Kejari untuk memeriksa pejabat lainnya termasuk atasan AS.

Menurut Agung pemeriksaan jangan hanya berhenti pada AS saja, tapi pejabat lainnya juga harus diperiksa sehingga semuanya bisa terungkap jelas.
Diberhentikan

Sementara itu Kabid Informasi dan Komunikasi Dadang Wihana, menginformasikan Pemkot siap memberhentikan sementara terhadap AS. Namun sampai kemarin Pemkot belum menerima surat tembusan dari Kejari yang memberitahukan soal penahanan AS.

“Pemberhentian sementara terhadap status pegawai AS merupakan upaya Pemkot untuk mendukung kelancaran proses hukum sesuai UU No 43 Tuhun 1999,” ujarnya yang menambahkan kasus seperti itu, sebenarnya tak saja terjadi di Depok sehingga mengajak semua jajaran untuk berintrospeksi diri.

Saat itu, AS sebagai pimpinan pelaksana kegiatan, pejabat pembuat komitmen dan kuasa pengguna anggaran (KPA) yang ditunjuk melalui surat keputusan (SK) Kepala Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Kota Depok Walim Herwandi.

AS dituduh melanggar Pasal 2 UU Nomor : 31 junto UU Nomor: 20 Tahun 2003 dan Pasal 3 UU Nomor: 31 Tahun 1999 sebagaimana di ubah UU Nomor : 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara

Keterlibatan pegawai PNS di lingkungan Pemkot Depok kali ini bukanlah untuk pertama kalinya.

Sebelumnya, hal yang sama juga terjadi pada Bahtera Segara, Kasie Bina sarana Pemukiman Bidang Cipta Karya Dinas PU, yang akhirnya divonis satu tahun penjara akibat terbukti melakukan tindakan pidana korupsi pada kasus jalan tembus Sentosa Raya.(dmr/ina/why)

Kisruh Muscab PD. Johnny Kuron di laporkan

Monitor Depok, 19 April 2008

POLRES DEPOK, MONDE: Ancaman Rudi Bin Samin yang menyatakan akan mengambil langkah hukum terhadap saksi yang memberikan kesaksian palsu dalam proses persidangannya melawan Agung Witjaksono, jadi kenyataan.

Tanpa didampingi pengacaranya, kemarin, Rudi melaporkan Johnny Kuron ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polres Depok.

“Dia [Johnny Kuron-Red] telah memberikan keterangan palsu dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kota Depok, Rabu (16/4),” tandas Rudi kepada sejumlah wartawan.

Menurut dia, Johnny Kuron telah melanggar pasal 242 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana maksimal tujuh tahun penjara. “Dia bilang tidak pernah ada tim sukses untuk pasangan Rudi-Agung dalam menjelang muscab Partai Demokrat (PD) yang lalu. Padahal, yang bikin tim sukses dia sendiri, di rumah makan Pondok Mujaer,” katanya.

Mantan ketua tim sukses Rudi di Muscab Partai Demokrat, Bhekti membenarkan pernyataan Rudi.

Menurutnya, Johnny Kuron adalah penggagas pembentukan tim sukses untuk pasangan Rudi-Agung. “Saat itu, saya terpilih sebagai ketua tim sukses. Saya lupa tanggalnya, yang saya ingat waktu itu bulan Maret 2007,” ujarnya.

Pasangan ini akhirnya pecah dan Rudi Bin Samin merasa dibohongi. Karenanya ia menggugat Agung Witjaksono secara perdata.

Sewaktu memberikan kesaksian di persidangan baru-baru ini, kepada majelis hakim, Johnny Kuron mengaku sebagai Pemimpin Redaksi Surat Kabar News Metro, yang notabene berkawan dekat dengan Rudi Samin. Apalagi saat-saat menjelang digelarnya Muscab Partai Demokrat.

Dia disebut-sebut sebagai orang kepercayaan Rudi. Tapi Johnny hadir sebagai saksi dari kubu Agung. Sehingga dalam persidangan pernyataannya selalu berkontradiksi dengan kuasa hukum Rudi selaku pihak penggugat.

Dalam kesaksiannya, Johhny mengatakan bahwa tidak pernah ada tim sukses yang dibentuk untuk pasangan Rudi-Agung menjelang Muscab Partai Demokrat.

“Yang namanya tim sukses itu punya surat seperti ini,” katanya kepada Monde, seusai persidangan seraya memperlihatkan secarik kertas SK dirinya sebagai tim sukses untuk pasangan Hade dalam pilgub Jabar.

“Kalau ada bukti kayak begini, baru namanya tim sukses,” tuturnya.(wen)

Sidang kisruh Muscab PD. Teman Rudi bela Agung

Monitor Depok, 17 April 2008

KOTA KEMBANG, MONDE: Sidang lanjutan gugatan Rudi Bin Samin atas Agung Witjaksono dalam polemik Muscab Partai Demokrat (PD) di Pengadilan Negeri Kota Depok, kemarin, kembali digelar.

Dalam sidang kali ini, kuasa hukum Rudi Bin Samin, Yohannes Siburian, mengatakan pihaknya akan menempuh jalur hukum terhadap saksi yang memberi keterangan palsu.

Pernyataan tersebut terlontar setelah pihak Agung Witjaksono menghadirkan Johnny Kuron sebagai saksi yang meringankan.

Di hadapan majelis hakim, laki-laki paruh baya tersebut mengaku sebagai Pemimpin Redaksi Surat Kabar News Metro. Hingga menjelang digelarnya Muscab Partai Demokrat, Johnny Kuron dikenal sebagai kawan dekat Rudi Samin. Bahkan, Johnny Kuron disebut-sebut sebagai orang kepercayaan Rudi.

Kehadiran Johnny Kuron sebagai saksi dari kubu Agung, membuat jalannya persidangan semakin menarik. Sebab, pernyataannya selalu berkontradiksi dengan kuasa hukum Rudi selaku pihak penggugat.

Dalam kesaksiannya, Johnny mengatakan bahwa tidak pernah ada tim sukses yang dibentuk untuk pasangan Rudi-Agung menjelang Muscab Partai Demokrat.

Terkait pernyataan itu, pengacara Rudi, Yohannes Siburian langsung menunjukkan kepada majelis hakim surat untuk mengkonfrontir pernyataan itu.

Ketika didesak dengan pertanyaan, apakah Rudi kerja sendiri dalam pembuatan spanduk dan segala macamnya, saksi mengatakan, “Iya. Dan dibantu oleh orang-orang sekelilingnya, termasuk saya. Alat peraga tersebut disebar disekitar posko. Tapi tidak sebagai tim sukses,” ujarnya.

Ketika majelis hakim meminta saksi menjelaskan proses terpisahnya pasangan tersebut [Rudi-Agung], saksi mengatakan, “Beberapa hari menjelang hari H muscab PD. Kedua orang tersebut jarang bertemu. Lalu orang dekat Rudi ada yang menyarankan untuk jangan berpasangan dengan Agung. Lalu disarankan berpasangan dengan Reza saja.”

Tinggalkan Agung

Di kesempatan itu, Johnny juga mengatakan Rudi-lah yang ingin meninggalkan Agung untuk berpasangan dengan Reza.

“Disaat berlangsungnya muscab, setelah pimpinan sidang pleno memutuskan Agung berpasangan dengan Rintis. Rudi ngambek. Bahkan dia sempat ngamuk bersama pengikutnya dengan membakar atribut Partai Demokrat,” paparnya.

Kesaksian yang diutarakan Johnny mengundang reaksi dari kubu penggugat. Kepada Monde, kuasa hukum Rudi, Yohannes Siburian mengatakan kesaksian yang diutarakan, terbantahkan dengan bukti-bukti yang ada.

Tak sampai disitu, Yohannes juga mengatakan bahwa kliennya akan ambil langkah hukum jika ada saksi yang memberikan keterangan palsu.

“Rudi mengatakan hal itu kepada saya melalui telepon. Intinya kita siap menempuh jalur hukum terhadap saksi yang memberikan keterangan palsu,” tuturnya.(wen)

Saksi Agung tak konsisten

Monitor Depok, 3 April 2008

KOTA KEMBANG, MONDE: DR. Suyanto, SE, MM, Mak, selaku saksi meringankan tergugat Agung Witjaksono dalam lanjutan persidangan gugatan Rudi Bin Samin dalam polemik pemilihan ketua dan sekretaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat, kemarin, dinilai tidak konsisten.

Pasalnya, salah satu pertanyaan sama yang diajukan oleh kuasa hukum Rudi, Yohannes Siburian dan Hakim Ketua, Suwidya, dijawabnya berbeda.

“Apakah berkas pendaftaran pasangan calon [Rudi-Agung] diserahkan kepada pimpinan sidang saat berlangsungnya Muscab?”

Saat yang bertanya kuasa hukum Rudi, Suyanto yang juga Wakil Ketua DPC Partai Demokrat itu menjawab “Tidak diserahkan”. sedangkan saat yang bertanya hakim ketua, dia menjawab, “Diserahkan”.

Dengan pernyataan itu, Yohannes langsung memberikan masukan kepada para hakim agar hal tersebut bisa menjadi bahan pertimbangan.

“Tadi sebelum memberikan kesaksian, saksi telah disumpah. Ternyata saksi memberikan ketarangan yang berbeda. Ini membuktikan ketidakkonsistenannya. Harap dipertimbangkan,” katanya.

Menyadari hal tersebut, lantas saja Suyanto berkomentar, “Saya lupa… diserahkan nggak ya…udah lama juga sih,” tuturnya. Para hakim-pun saling berpandang-pandangan.

Setelah mendengarkan keterangan saksi, sidang-pun ditutup dan dilanjutkan kembali pekan depan.

Ketua Partai Demokrat Kota Depok terpilih, Agung Witjaksono, selaku pihak tergugat untuk pertama kali turut hadir dalam persidangan gugatan atas dirinya itu. Dengan tenang dia duduk dikursi tergugat.

Saat sidang pertama kali dibuka, hakim ketua mempersilahkannya untuk memberikan pandangan.

Namun Agung mengatakan tidak perlu. Menjelang sidang usai, Rudi-pun hadir dengan senyuman khasnya. Dia langsung duduk dibangku deretan paling belakang.

Selepas sidang, kepada koran ini Agung dengan tegas mengatakan bahwa gugatan yang diajukan Rudi tidak rasional. “Dia begitu karena kalah aja. Sebenarnya ini-kan ranah politik dan saya sudah dinyatakan terpilih secara sah oleh Muscab,” ujarnya. “Tapi biarlah. Akan tetap saya ladeni,” imbuhnya.(wen)

Maret 2008

Sidang Agung vs Rudi Samin. Saksi: Rudi lebih banyak keluar uang

Monitor Depok, 23 Maret 2008

KOTA KEMBANG, MONDE: Sidang lanjutan gugatan Rudi bin Samin terhadap Agung Witjaksono dalam polemik pemilihan ketua dan sekretaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat, Rabu (19/3) di Pengadilan Negeri Kota Depok memasuki tahap keterangan saksi.

Saksi yang dihadirkan dalam sidang yang dipimpin oleh hakil ketua, Suwidya tersebut, adalah ketua tim sukses pasangan Rudi-Agung, Bhekti Suprianto (63) warga RT 07/10 Rangkapan Jaya, Pancoran Mas. Bhekti yang saat itu mengenakan kemeja biru laut bermotif kotak-kotak dengan celana panjang berwarna hitam dengan tenang menyatakan bahwa menjelang ajang muscab Partai Demokrat, beberapa waktu lalu, Rudi-lah yang lebih banyak mengeluarkan uang.

“Anggaran gerilya hampir setiap malam untuk lobi-lobi ke PAC, biaya handphone, dan lain sebagainya, lebih besar dari Rudi ketimbang Agung,” katanya.

Saksi merupakan ketua Tim Sukses (TS) pasangan tersebut terhitung sejak Maret 2007 dan mengundurkan diri pada Juni 2007, beberapa saat sebelum pelaksanaan Musyawarah Cabang Partai Demokrat (PD).

“Saya ditunjuk sebagai ketua TS pasangan itu di Rumah Makan Pondok Gurame. Saya ingat banget, waktu itu hujan deras. Dan lantaran kesibukan, saya menyatakan mundur sebulan sebelum hari H Muscab. Pada Juni 2007,” ujarnya.

Diketahui, saat berlangsungnya Muscab, Agung melakukan manuver politik dengan berganti pasangan menjadi Agung-Rintis. Kemudian pasangan ini yang keluar sebagai pemenang muscab. Hal inilah yang melatarbelakangi kekecewaan Rudi sehingga mengajukan gugatan.

Salah satu pengacara Agung, Judika Pangaribuan menanyakan apakah hal yang dilakukan Agung [manuver] wajar dalam ranah politik. Bhekti menjawab itu hal yang wajar.

Tim penggugat menyarankan bukti-bukti pelengkap gugatan a.l foto spanduk pasangan Rudi-Agung, risalah steering committee muscab bahwa mereka berpasangan agar diserahkan.

Maret 2008

Selisih tarif parkir. Fitra: Pemkot mesti laporkan transparan

Monitor Depok, 5 Maret 2008

KOTA KEMBANG, MONDE: “Mesti transparan…,” kata Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Depok, Roy Prygina, terkait laporan keuangan perolehan parkir di kota ini.Ia berbicara kepada Monde menanggapi praktek penarikan retribusi parkir Rp2.000 progresif di Depok, di saat Perda No 42/2000 tentang Perparkiran masih menetapkan Rp1.000. Sejumlah pengelola parkir saat menerapkan tarif Rp2.000 satu jam pertama dan ditambah Rp1.000/jam berikutnya.“Mereka (Pemkot) harus menjelaskan berapa dana yang dapat diserap oleh APBD sesuai Perda No 42/2000 dan berapa yang tidak dapat diserap.”

“Semua harus dilaporkan dan dipertanggungjawabkan, jadi jelas penyerapan retribusi dari tarif parkir itu,” tegasnya.

Dengan adanya perda yang berlaku, menurut dia, pengelola parkir semestinya mematuhinya. “Jangan perda yang sudah disepakati bersama dilanggar, apalagi tanpa tindakan terhadap pelanggar,” tandasnya.

Ia juga mengingatkan kepada anggota DPRD segera memberikan solusi terbaik mengenai regulasi perparkiran. “Kritik DPRD seyogianya dibarengi jalan keluar, agar masyarakat tak bingung,” tandas Roy.

Selain itu, katanya, Pemkot juga perlu lebih proaktif agar Perda itu segera direvisi.

Sementara, Wakil Ketua DPRD Depok Agung Witjaksono, mengatakan pengelola parkir tetap mesti dijatuhi sanksi. “Aturan yang berlaku mesti dipatuhi,”kata Ketua Partai Demokrat Depok itu.

Secara kasat mata, katanya, pengelola parkir sudah jelas melanggar Perda. Oleh karena itu,katanya, pelanggaran ini tak bisa didiamkan begitu saja.

Tapi menurut Pemkot penerapan tarif Rp2.000 itu agar layak usaha?

Agung pun mengatakan itu hanya dalih Pemkot untuk melindungi pengelola parkir. “Jika dilihat dari jumlah kendaraan parkir, sulit untuk mengatakan usaha itu rugi,” katanya.

Di sisi lain, katanya, dari sisi kuantitas SDM jelas tak banyak. “Dari mana Pemkot bisa mengatakan rugi…”

Kelebihan pemasukan, karena tarif diterapkan Rp2.000 progresif, sementara aturan Rp1.000, perlu dipertanyakan kemana larinya…

Oleh karena itu, katanya, pengusutan masalah itu layak dilakukan demi rasa keadilan masyarakat, juga demi pengamanan retribusi.

“Tentu hal ini menimbulkan kecurigaan, kemana uang itu. Kenyataan seperti ini menimbulkan dugaan ada permainan,” tandas Agung.

Oleh karena itu, katanya, Pemkot Depok mesti segera mencari solusinya.

Isu perparkiran ini pun terus menggelinding, bahkan Kejari Depok pun siap mengusutnya asal DPRD Depok memberikan laporan tertulis ke instansinya.

Bahkan kalangan warga Depok pun, menurut sejumlah pesan singkat ke Monde, juga seperti diperdayai pengelola parkir dan Pemkot Depok karena membayar tarif yang tak semestinya.

Februari 2008

Bangunan liar marak di Depok. Agung Witjaksono: Perlu diadakan sensus IMB

Monitor Depok, 27 Februari 2008

BALAIKOTA, MONDE: Kendati 2008 baru berjalan sekitar dua bulan, Dinas Tata Kota dan Bangunan (Distakotbang) Kota Depok melalui Bidang Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal) sudah melayangkan sedikitnya 317 Surat Perintah Penghentian Pelaksanaan Pekerjaan (SP4) terhadap bangunan liar di Depok.

SP-4 diberikan kepada pengembang dan pelaksana proyek yang tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau melanggar IMB yang diberikan,” Kabid Wasdal Distakotbang Kota Depok, Jondra Putra, kemarin.

Dia mencontohkan, ada pengembang yang mengantongi izin untuk rumah tinggal. Namun ternyata yang dibangun adalah ruko. “Itu jelas melanggar, karena itu diberikan SP-4,” tuturnya.

Melihat banyaknya SP-4 yang telah dikeluarkan, Jondra menilai kesadaran masyarakat dalam mengurus izin masih kurang. Padahal pemasukan dari IMB tersebut bisa memacu peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Depok.

Bahkan selama 2007, menurut Jondra, pihaknya juga sudah mengeluarkan sebanyak 1.446 SP-4. “Ini angka yang cukup besar. Sekitar 100 lebih SP4 dikeluarkan setiap tahunnya,” katanya lagi.

Lebih lanjut dia menyatakan komitmennya untuk bersikap tegas dalam hal menindak bangunan liar tersebut. “Distakotbang akan terus melakukan pengawasan dan akan selalu bersikap tegas. Jika sudah memperoleh SP-4 sebanyak tiga kali, maka bangunan tersebut akan disegel oleh Satpol PP,” katanya.
Sementara itu Kepala Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota Depok, Rendra Fristoto mengatakan, kurangnya kesadaran masyarakat dalam mengurus IMB disebabkan oleh beberapa hal a.l. sosialisasi yang masih kurang, sehingga masyarakt tidak tahu bahwa kalau membangun itu perlu IMB dan masih adanya pendapat prosedur mengurus IMB yang rumit.

Rendra berjanji akan terus melakukan sosialisasi mengenai pentingnya IMB kepada masyarakat. “Kami juga akan melakukan pelayanan door to door. Artinya, kami akan mendatangi pemilik bangunan tanpa ijin tersebut. Jika memiliki masalah dalam prosedur, maka akan dibantu dan diarahkan,” kata Rendra.
Namun dia menegaskan, pelayanan tersebut hanya untuk pemilik yang kesulitan dalam prosedur atau yang tidak tahu. “Jika kesulitannya dana, maka tidak ada ampun. Dia harus menghentikan pembangunan proyeknya. Jika tidak, maka akan dilayangkan SP4,” tutur Rendra.

Mantan Kepala Dinas PMKS itu membenarkan bahwa potensi PAD dari izin mendirikan bangunan cukup besar. “Ini harus terus digenjot, karena persoalan IMB bukan semata faktor menegakkan aturan, tapi akan berpengaruh terhadap PAD Kota Depok,” kata Rendra.

Sensus IMB

Menyikapi banyaknya pelanggaran terhadap bangunan yang tidak ber-IMB di Depok, Wakil Ketua DPRD Kota Depok Agung Witjaksono mengatakan perlu adanya suatu sensus izin terhadap bangunan-bangunan tersebut.

Menurutnya, sensus IMB diperlukan untuk mendapatkan data yang valid terhadap bangunan tanpa izin. “Jadi bukan hanya data pelaporan saja, tetapi Pemkot benar-benar mendapatkan data yang valid terhadap bangunan yang tidak ber-IMB,” tegas Agung.

Selama ini yang terjadi pihak Pemkot tidak melakukan inisiatif terhadap pendataan dari bangunan yang tidak berizin. Adanya sensus bisa menjadi dasar bagi Walikota untuk membuat suatu kebijakan terhadap bangunan yang tidak berizin.

Banyaknya pelanggaran IMB didasari karena tidak ada kerjasama Pemkot dengan masyarakat. Satu sisi masyarakat harus pro aktif mengajukan permohonan izin, sementara di sisi lain masyarakat butuh informasi proses pengajuan IMB.

“Di sisi inilah pihak Pemkot harus dapat mensosialisasikan tentang pentingnya IMB dan juga proses dari pengurusaan Izin. Bila dua sisi ini dilakukan maka kesadaran masyarakat terhadap pentingnya izin akan semakin meningkat,” ucapnya.

Pentingnya operasi terhadap IMB juga diperlukan. Dia mengambil contoh seperti razia STNK, dimana bila operasi terus dilakukan maka akan semakin membuat masyarakat jera yang berujung pada pengurusan izin mendirikan bangunan.

“Bila bangunan dilakukan operasi secara berkala, maka warga yang tadinya tidak memperhatikan masalah IMB maka akan jenuh, sehingga mereka akan terpacu untuk melakukan pengurusan IMB”.

Komersialisasi ruang iklan genjot PAD. ‘Jalin kerjasama pihak ketiga’

Monitor Depok, 26 Februari 2008

KOTA KEMBANG, MONDE: Menyikapi realisasi anggaran media luar ruang sebesar Rp384 juta tahun anggaran 2007 yang dinilai tidak efektif, Wakil Ketua DPRD Depok, Agung Witjaksono mengungkapkan perlu kerjasama dengan pihak ketiga mengantisipasi pemborosan.

Ia menjelaskan bentuk kerjasama tersebut lebih difokuskan terhadap pemanfaatan ruang iklan yang bernilai ekonomis. “Tempat-tempat strategis yang dapat dijadikan ruang iklan dikomersialisasikan dengan pihak ketiga dan tentunya ada suatu kesepakatan bentuk kerjasama yang jelas,” tegas Agung.

Bentuknya, kata dia, dapat berupa pemberian ruang iklan untuk pihak ketiga dengan ketentuan memberikan kompensasi pembuatan baliho untuk iklan layanan masyarakat.

Cara seperti itu, menurutnya, alokasi anggaran pembuatan baliho layanan masyarakat dapat diminimalisasi, sementara pemasukan juga tetap berjalan. “Ini bisa lebih efektif.”

Senada diungkapkan anggota Komisi C dari FPAN, Hasbullah Rahmad. Kerjasama dengan pihak ketiga dapat dilakukan dengan perusahaan periklanan. “Kerjasama tersebut nantinya pihak Pemkot akan diuntungkan dua kali. Pertama Pemkot bisa efisiensi anggaran biaya pembuatan baliho. Kedua, Pemkot juga menerima pendapatan dari pihak perusahaan yang memasang iklan tersebut,” papar Hasbullah.

Bila melihat fenomena sekarang ini, ia mengatakan Pemkot mengalami kerugian dua kali, karena harus mengeluarkan anggaran baliho layanan masyarakat, tetapi tidak mendapatkan pemasukan, karena ruang iklannya digunakan bagi layanan masyarakat dimana potensi untuk menyerap pendapatan menjadi minim.

Lebih lanjut ia menegaskan format kerjasama itu tetap melalaui pengawasan dari Bagian Infokom. “Pengawasan atas kerjasama dengan pihak ketiga tetap oleh Imfokom.”

Dengan demikian, potensi PAD akan bertambah secara maksimal dan tidak terbuang sia-sia, sehingga keuntungan yang diserap dapat dialokasikan untuk pembiayaan lainnya, terutama peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Legislatif: PKL harus direlokasi

Monitor Depok, 14 Februari 2008

KOTA KEMBANG, MONDE: Menyikapi permasalahan PKL, Wakil Ketua DPRD Depok Agung Witjaksono berpendapat pemerintah Kota Depok harus menyediakan tempat relokasi bukan sebatas menggusur atau menertibkannya lantaran menyangkut kelangsungan hidup orang banyak.

Menurutnya, program Pemkot Depok dalam menata kawasan terminal menjadi lebih nyaman merupakan hal yang baik. Akan tetapi dalam melaksanakan program tersebut sangat minim dalam komunikasi secara jelas dan intensif kepada para PKL sehingga mengakibatkan adanya ketidakpuasan dan perlawanan.

“Progran sudah bagus, tetapi dalam memberikan pemahaman kepada para PKL belumlah maksimal. Buktinya masih ada PKL yang tidak puas terhadap kebijakan itu,” tegasnya.

Selain masalah komunikasi, Agung mengkritisi terhadap solusi yang belum dipikirkan secara penuh oleh Pemkot Depok. “Solusi terhadap penggusuran PKL tersebut hingga kini belum ada, ini yang juga menjadi kendala. Jangan hanya menggusur tetapi tidak diberikan solusi,” ucapnya.

Untuk itu, kata dia, seyogianya Pemkot memberikan solusi dengan merelokasi para PKL ke suatu tempat yang dinilai layak untuk kegiatan berdagang tanpa mengganggu situasi dan lingkungan sekitar.

Penataan

Sementara itu anggota FPKS Qurtifa Wijaya menyatakan sepakat adanya suatu penataan dan ketertiban kepada para PKL karena hal tersebut diyakininya dapat menciptakan suatu kenyamanan yang lebih.

Perihal solusi, ia menjelaskan dalam jangka pendek Pemkot belum siap untuk melakukan relokasi. Pasalnya hal itu tidak dapat dilakukan secara cepat, tapi butuh waktu untuk mempersiapkan infrastrukturnya.

“Perlu adanya suatu musyawarah secara bersama untuk pemecahannya, belajar dari daerah lain untuk merelokasi PKL. Di sini perlu suatu tahapan yang panjang sehingga perlu adanya suatu program yang benar-benar siap dan terencana sehinga permasalah PKL bisa teratasi,” kata Qurtifa yang juga anggota Komisi A.

Sejauh ini, Satpol PP dan DLLAJ Depok terus berkoordinasi dan melakukan penertiban sekaligus penataan kawasan Terminal Depok dari aktivitas PKL yang selama ini marak beroperasi di daerah tersebut. Hal ini juga tidak terlepas dari upaya Pemkot Depok untuk meraih Adipura, dimana salah satu titik pantaunya adalah terminal.

Meski demikian, sejumlah PKL tetap bertahan dan menolak penertiban lantaran jika tidak ada solusi seperti rekolasi. Belum adanya titik temui ini mengakibatkan pada Senin (11/02) sejumlah PKL melakukan aksi unjuk rasa di Balaikota Depok.

Pemkot Depok dinilai gagal…

Monitor Depok, 13 Februari 2008

KOTA KEMBANG, MONDE: Empat demo dari sejumlah elemen masyarakat Senin (11/2) lalu mendapat tanggapan serius dari anggota DPRD Depok.

Menurut Wakil Ketua DPRD Depok Agung Witjaksono empat aksi dalam sehari itu dapat menjadi embrio pada situasi keamanan Kota Depok. Sedangkan Ketua Komisi A dari Fraksi PAN, Ahmad Dahlan menilai Pemerintah Kota (Pemkot) Depok gagal memberikan kepuasan kepada publik, terutama dalam hal pelayanan. “Seharusnya Walikota harus dapat bersikap arif dan bijak,” seru Dahlan.

“Ini menandakan rasa ketidakpuasan publik kepada pemerintah yang menyebabkan publik sudah menjadi tidak percaya lagi terhadap pemerintah. Walikota harus introspeksi dan jangan menganggap hal ini sebelah mata,” tegasnya lagi.

Hal senada diungkapkan Agung Witjaksono. “Walikota harus introspeksi diri dan harus segera melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang dilakukannya,” ucap Agung kepada Monde di ruang kerjanya, kemarin.

Agung mengaku khawatir aksi-aksi demo tersebut dapat menjadikan situasi Kota Depok tidak kondusif. “Jangan sampai Depok menjadi tidak nyaman,” ucapnya.

Sedangkan Sekretaris Komisi A Qurtifa Wijaya dari Fraksi PKS menilai aksi demo tersebut adalah suatu hal yang wajar dimana merupakan suatu bentuk aspirasi warga sebagai masukan dan saran untuk pemerintah.

“Aspirasi tersebut sekiranya menjadi masukan bagi pemkot untuk segera ditemukan adanya penyelesaian. Dan harus diselesaikan secara musyawarah bersama agar permasalahan yang timbul tidak berlarut-larut,” katanya.

Lebih lanjut Dahlan mengatakan Komisi A akan mengundang pihak yang terkait demonstrasi baik dasri pihak P2T, kepegawaian, Satpol PP, Bawasda, Kepala Terminal juga DLLAJ.

“Intinya kita akan meminta klarifikasi dan kejelasan kepada pemerintah terhadap permasalahan agar demo tidak akan lebih marak lagi terjadi,” jelasnya.

Januari 2008

Jadikan Depok modern, produktif & demokratis

Monitor Depok, 7 Januari 2008

Melepaskan diri dari Bogor dan disahkan sebagai kota sejak 27 April 1999, Depok merupakan pesona tersendiri.Layak dikembangkan untuk, tentunya, kemakmuran warga Depok.Memasuki usianya yang kesembilan, Depok telah dua kali berganti kepala daerah (walikota) dan satu kali Plt (Pelaksana Tugas) Walikota. Hingga Depok pun banyak visi, harapan dan tujuan sesuai masing-masing kepala daerahnya dan latar belakangnya.Saat periode pertama kepemimpinan Badrul Kamal (BK), layak disyukuri, karena kota selatan Jakarta ini relatif aman dan nyaman ditinggali.

Tepat sekali dengan visinya, y.i. Kota Depok menjadi Kota Pemukiman, yang tentu saja, pasti terkait pendidikan—yang juga menjadi visi lainnya.

Di era Plt Walikota, Warma Sutarman, tidak banyak perubahan, karena keterbatasan kewenangannya. Ia mampu mengantar Pilkada relatif aman, di tengah segala dinamika politik saat itu.

Kota Depok kini berupaya agar kota yang dijuluki kota pemukiman ini semakin nyaman, hal itu terbukti langkah-langkah Walikota Nur Mahmudi, mengubah visi Kota Depok yang melayani dan mensejahterakan.

Hal ini dapat dimaklumi karena Depok merupakan kota berpenduduk cukup padat, sekitar 1,4 juta jiwa. Mereka perlu layanan masyarakat lebih baik.

Terkait masalah ekonomi, pada awalnya akan menjadikan kota ini sebagai pusat jasa dan perdagangan.

Sekarang pun sudah mengarah ke sana—bahkan mulai lengkap fasilitas pendukungnya.

Roda ekonomi menggeliat, hingga implikasinya diharapkan mensejahterakan masyarakat.

Dinamika Depok

Saat disimak mendalam, strategi dan taktik apa, untuk pengembangan Depok. Tentu ini pertaruhan. Penyeimbang pemerintah dibutuhkan. Artinya peran peran pers dan fungsi yang kritis-realistis, akademisi, masyarakat, aparat, dan aparat negara lainnya, amat diperlukan.

Kalangan anggota legislatif, termasuk kalangan kolega politisi, sungguh diperlukan demi membangun Depok, melalui fungsi pengawasan, kritik, legislasi dan lain sebagainya. Peran kami, praktisi politik, jelas ikut menggerakkan dinamika Depok—sekaligus mentradisikan sikap demokratis, yang sudah menjadi tantangan zaman.

Misalnya, belum lama ini, melalui perdebatan yang muaranya untuk kepentingan publik, segera disahkannya APBD 2008—yaitu sekitar menjelang tutup tahun 2007—suatu konvergensi produktif bagi kepentingan warga dan stakeholders Depok.

Pemkot pun bisa agak lebih awal dalam pengajuan RAPB 2008, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, akibat molornya program pemerintah.

Kali ini, dari hikmah tahun sebelumnya, semua mendapatkan kemajuan, demi pembangunan Depok lebih baik.

Berbenah diri

Tentunya dengan kesantunan dan kesabaran masyarakat dalam batas-batas “tertentu” ini, tidak menjadikan pemegang amanah masyarakat lupa untuk berbenah diri.

Dalam pemahaman saya, sebenarnya masyarakat Depok adalah masyarakat yang mau terlibat dan dilibatkan untuk membangun kotanya, sehingga tinggal bagaimana mengarahkan masyarakat kita untuk berperan aktif dan mendukung pembangunan.

Polemik sekitar perencanaan dan policy penganggaran serta realisasi pelaksanaan APBD merupakan wacana sehat yang perlu terus ditingkatkan, dikarenakan inilah fungsi check and balance, sekaligus sebagai kontrol, oleh seluruh elemen/komponen kota menjadikan kota ini kian dinamis, namun tetap aman dan nyaman.

Dengan kekuatan APBD Kota Depok yang sejumlah lebih kurang Rp871 miliar diharapkan beberapa pihak mampu menjadi tulang punggung pembangunan di Kota Depok.

Bentuk BUMD

Namun ini menjadi tidak maksimal dikarenakan hampir separuh dari APBD “dihabiskan” untuk anggaran belanja pegawai. Harapannya, semua pihak bisa memaklumi realitas ini.

Mengapa? Ini tak lain karena perencanaan dan pencapaian target PAD masih terlalu konservatif, perlu dicari inovasi dan kreativitas.

Kedepan kita berharap agar anggaran belanja pegawai/non program ini maksimal idealnya 20%-30% dari total APBD sehingga alokasi untuk program pembangunan dan program terkait rakyat atau warga Depok bisa lebih maksimal.

Menghadapi perjalanan 2008, perlu ada langkah lebih kreatif, misalnya pembentukan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah). Semua itu demi target PAD bisa ditambah. Selain, pajak dan restribusi, perlu dipacu lagi.

Dalam membangun Depok, sebagaimana kota-kota lainnya, peran swasta amat diperlukan. Malah layak dimaksimalkan.

Perda investasi

Hingga target-target di atas bisa diraih. Caranya, misalnya, membikin Perda Investasi—yang menjadikan Depok lebih mempesona untuk dunia usaha.

Menurut hemat saya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan terkait dengan APBD Kota Depok:Peningkatan kesejahteraan dengan program konkret penurunan tingkat kemiskinan pendidikan dan kesehatan; pembangunan infrastruktur yang menyeluruh; pembukaan kran investasi daerah, agar ada percepatan pembangunan; pembukaan lapangan pekerjaan; penanganan sampah terpadu; penataan ruang hijau terbuka yang perlu terus dijaga; pelaksanaan APBD yang harus taat azas; peningkatan PAD; pengawasan terhadap penyimpangan Pelaksanaan APBD.

Ke depan, menurut hemat saya, diperlukan paradigma baru dengan kata kunci (keyword) adalah “menuju Kota Depok yang Modern”.

Modern? Ya, itu cara pandang dan perilaku masyarakatnya dalam membangun infrastrukturnya modern. Siap dan tahu konsekuensi dari perubahan ke modern—tanpa menghilangkan nilai luhur dan jati diri masyarakat dan bangsanya.

Jadi, sangat tepat apabila tahun 2008 dicanangkan sebagai tahun pembangunan infrastruktur, mengingat 2 (dua) th terakhir ini pembangunan kita tertinggal jauh, dan semakin jauh apabila dibandingkan dengan DKI, Bekasi, Tangerang dan daerah lain…

Hingga fungsi penyanggan Depok bisa lebih baik.

Pemekaran

Perspektif pelayanan, berkaitan erat dengan pemekaran. Hanya saja, menurut hemat saya, sudah langkah tepat. Perlu kecermatan langkah, dengan misalnya tetap memperhatikan segala aspek terkait.

Dari sisi anggaran, tingkat urgenitas, pembangunan infrastruktur terkait lainnya (Polsek, Koramil, KUA, Kantor Kecamatan, dsb) serta masalah SDM. Hal ini karena kita juga sedang konsentrasi dengan peningkatan SDM yang ada di dinas-dinas, kecamatan-kecamatan,dan juga persiapan SDM untuk RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) yang mana kita berharap di tahun ini kita sudah dapat mengoperasionalkan Rumah Sakit Umum Daerah).

Di saat kemacetan terjadi di mana-mana, penataan transportasi lebih baik diperlukan Depok, misalnya pembukaan akses-aksesjalan baru.

Tapi semua kurang bermakna, bila perilaku masyarakat tak berubah. Mau disiplin. Mau tertib. Keduanya, adalah ciri masyarakat modsern. Insya Allah, kita bisa menuju lebih baik lagi, melalui kerja sama semua elemen.

Agung Witjaksono, SH MM, Wakil Ketua DPRD Kota Depok.

November 2007

Depok Belum Siap Dilintasi Busway, Margonda dan Cinere Masih Sempit

Kompas, 7 November 2007

Kota Depok belum siap dilintasi busway atau jalur khusus bus. Tiga jalan utama di kota itu yang menghubungkan dengan Jakarta, yaitu Jalan Margonda Raya, Jalan Raya Cinere, dan Jalan Raya Bogor, masih terlalu sempit. Pemerintah kota diminta melebarkan jalan tersebut dan membangun akses baru ke
Jakarta.

Wakil Ketua DPRD Kota Depok Agung Witjaksono dan anggota DPRD Babai Suhaimi, Selasa (6/11), menanggapi pentingnya sarana transportasi massal di kota penyangga
Jakarta. Keduanya melihat, persoalan transportasi di Depok sangat krusial.

“Enam puluh persen warga Depok bekerja di
Jakarta. Selama ini mereka naik KRL dan bus, tetapi itu belum cukup. Bus yang tersedia masih harus sambung- menyambung. Idealnya, busway masuk sampai Depok, tetapi jalan yang ada harus dilebarkan terlebih dahulu,” ungkap Agung Witjaksono dari Fraksi Partai Demokrat.

Saat ini, lanjutnya, pembangunan koridor busway di sejumlah lokasi di
Jakarta menuai kritik. “Kalau saat ini dipaksakan dengan kondisi jalan yang sempit seperti itu, tentu warga Depok akan makin menderita, terjebak macet lebih lama,” kata Agung. Meski demikian, dia berharap busway tetap dibangun hingga ke Depok, dalam kaitan dengan konsep megapolitan.

Sementara Babai Suhaimi berpendapat, busway dari Depok ke
Jakarta dapat dibangun di Jalan Margonda Raya, tetapi harus di jalan layang di atas jalan utama tersebut.

Anggota DPRD dari Fraksi Golkar itu mengatakan, untuk mengurangi kemacetan di Depok, pemerintah perlu membangun jalan layang di atas Margonda.

Babai melihat “pekerjaan rumah” Wali Kota Nur Mahmudi Isma’il dalam tiga tahun ke depan adalah membenahi persoalan transportasi di Depok.

“Hanya mengandalkan Jalan Margonda Raya sebagai akses ke
Jakarta akan membuat beban jalan itu semakin berat. Bayangkan, warga Sukmajaya dan Sawangan yang akan ke
Jakarta sebagian melalui Margonda,” ungkap Babai. (KSP)

Agustus 2007

Tersangkut Penipuan, Massa Desak Wakil Ketua DPRD Depok Dicopot

Rakyat Merdeka, 14 Agustus 2007
Laporan: Adriana Syukur Achdiat

Depok, Rakyat Merdeka. Sekitar 30 massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Putra Daerah melakukan aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Depok, Senin (13/8) siang. Kedatangan massa ini terkait kasus penipuan senilai Rp 739 juta yang diduga dilakukan Agung Witjaksono, Wakil Ketua DPRD Kota Depok.

Dalam orasinya massa mendesak agar Hasbullah Rahmad, Ketua BK DPRD, segera memanggil dan menegur Agung Witjaksono terkait laporan Rudi HM Samin kepada Polres Depok sebelumnya. Agung disebut-sebut menipu Rudi ratusan juta dalam pencalonan dirinya sebagai Ketua Partai Demokrat setempat.

Rahman Piro, koordinator aksi ini mengatakan dugaan penipuan yang dilakukan Agung itu sangat mencoreng etika politik. “Kalo Agung Witjaksono memang terbukti melakukan penipuan, segera copot dan pecat dari jabatan sebagai Wakil Ketua DPRD Depok,” katanya.

Rahman menambahkan pihaknya juga menyerukan kepada seluruh pimpinan parpol di Kota Depok supaya berpolitik secara santun dan beretika. “Jangan ada politik kotor yang bisa menimbulkan ketidakkondusifan Kota Depok.”

Saat ini Agung sedang mengikuti sidang paripurna DPRD. mak
http://www.myrmnews.com

Massa Minta Kasus Penipuan di Partai Demokrat Depok Diusut

TEMPO Interaktif, Jum’at, 03 Agustus 2007 | 15:55 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:  Sekitar 50 orang dari Aliansi Masyarakat Peduli Putra Daerah menggelar demo di markas Polres Depok. Mereka meminta polisi mengusut kasus penipuan yang dilakukan oleh Wakil Ketua DPRD Depok, Agung Witjaksono.

Koordinator aksi, Rahman Tiro, mengatakan poisi harus independen dalam mengusut berbagai kasus yang dilaporkan oleh masyarakat. Kasus itu dilaporkan oleh Rudi Samin, calon ketua DPC Partai Demokrat Depok yang tak terpilih dalam musyawarah cabang parpol itu, Rabu lalu.

Menurut Rudi, penipuan dilakukan oleh ketua terpilih, Agung Witjaksono sejak 2006. Saat itu, Rudi, pengusaha kelapa sawit dan karet ditawari menjadi ketua DPC Partai Demokrat Kota Depok.

Agung meminta Rudi menyediakan sejumlah fasilitas penunjang antara lain, pembelian telepon seluler Rp 30 juta, pinjaman uang atas nama Suhartini Sahlan Rp 15 juta, dan biaya akomodasi plus entertainment Rp 420 juta. Total uang yang dikeluarkan Rp 739.500.000.

Rudi mengaku tidak meminta uangnya kembali. “Yang penting, Agung diproses secara hukum,” kata Rahman.

Agung Witjaksono membantah tudingan tersebut. “Orang yang ingin terjun ke dunia politik harus mengeluarkan cost politik,” ujar Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Depok itu.

Kapolres Depok Komisaris Besar Imam Pramukarno yang dihubungi Tempo belum bersedia memberikan komentarnya. “Saya masih rapat, nanti saja,” katanya. SANDY BASKORO

Juli 2007

Ketua Terpilih Partai Demokrat Depok Diadukan ke Polisi

TEMPO Interaktif, Rabu, 25 Juli 2007 | 18:55 WIB

TEMPO Interaktif, Depok:Kisruh Musyawarah Cabang Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Kota Depok, pada Minggu (22/7) lalu, berujung ke jalur hukum. Rabu (25/7) sore, Rudi Samin, kandidat ketua yang gagal dalam pemilihan itu melaporkan ketua terpilih DPC Partai Demokrat Depok, Agung Witjaksono, ke Kepolisian Resor Depok dengan tuduhan penipuan dan perbuatan tidak menyenangkan.Seusai melapor, Rudi mengatakan, penipuan yang dilakukan Agung terjadi sejak akhir Desember 2006. Saat itu, Rudi yang juga seorang pengusaha kelapa sawit dan karet ditawari menjadi ketua DPC Partai Demokrat Kota Depok.“Sebenarnya saya tidak mau karena mau fokus sebagai pengusaha, tapi karena terus didesak akhirnya saya mau saja,” katanya.Agung meminta Rudi agar menyediakan sejumlah fasilitas penunjang antara lain
pembelian sejumlah telepon seluler yang totalnya Rp 30 juta. Kemudian pinjaman uang atas nama Suhartini Sahlan Rp 15 juta dan biaya akomodasi plus entertainment Rp 420 juta. Total uang yang dikeluarkannya Rp 739.500.000.Menurut Rudi, ia tidak meminta uangnya kembali. Yang penting, “kata dia, “Agung diproses secara hukum.” Sebab, ketua terpilih DPC Partai Demokrat Kota Depok itu telah melakukan tindakan kriminal.

Agung Witjaksono membantah tudingan telah menipu Rudi. Menurut dia, semua uang yang telah dikeluarkan Rudi hal yang wajar. “Orang yang ingin
terjun ke dunia politik harus mengeluarkan cost politic,” ujar Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Depok itu. Toh, kata Agung, saat mengeluarkan uang Rudi setuju dan tidak menolak sejak awal.

Ia justru menuding balik Rudi. Rudi, katanya, telah melakukan money politic berupa pembagian tanah dan uang kepada kader Partai Demokrat saat pencalonannya menjadi Ketua DPC Partai Demokrat Depok, sejak Mei 2007.

“Kenapa saya meninggalkan Rudi, ya karena praktik money politic yang dia lakukan itu,”kata Agung kepada wartawan. Kalau merasa dirugikan, kata dia, Rudi tinggal mengambil kembali uang, tanah, dan barang-barangnya.

Dua hari sebelumnya, Agung dan sekretaris terpilih DPC Partai Demokrat Depok, Rintisyanto melaporkan aksi pembakaran atribut Partai Demokrat di Jalan KSU Sukmajaya ke polisi. Pembakaran itu dipicu ketidakpuasan sejumlah kader atas hasil pemilihan tersebut. Sandy Baskoro

Desember 2006

Surat DPRD Depok ke MA Salah Prosedur

Warta Kota, 20 Desember 2006

DEPOK, WARTA KOTA- Laporan lima fraksi DPRD Depok kepada Mahkamah Agung (MA) tentang enam dugaan pelanggaran Walikota Depok Nurmahmudi Isma’il dikembalikan. Ketua DPRD Depok Naming D Bothin mengatakan pengiriman berkas itu memang terjadi kekeliruan. “MA memang telah mengirim surat itu kepada DPRD pada kira-kira pada Rabu (13/12) sore,” ujar Naming di gedung DPRD Selasa (18/12).Naming menjelaskan, MA mengirim surat karena DPRD melakukan kesalahan dalam prosedur pengiriman ke MA. “MA menyatakan DPRD seharusnya terlebih dahulu ke panitera perkara, bukan ke bagian panitera umum,” kata Wakil Ketua DPRD Agung Witjaksono.Agung menegaskan, DPRD dalam waktu secepatnya akan segera mengirim berkas laporan sesuai dengan prosedur yang benar seperti disarankan MA. “Ini bukan ditolak, hanya salah alamat,” tuturnya.Seperti diberitakan sebelumnya, lima fraksi DPRD minus FPKS melaporkan pelanggaran kebijakan Nur Mahmudi ke MA pada 16 November berupa berkas setebal 2.110 halaman. Mereka meminta MA untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Sementara itu, Fraksi PKS menilai dikembalikannya laporan DPRD membuktikan jalan yang ditempuh DPRD salah langkah. Hal ini menjadi dalih Fraksi PKS agar mereka tidak meneruskan menggunakan hak interpelasi dan angket.”Sangat memprihatinkan apabila dewan yang semestinya memahami ketentuan peraturan dengan baik justru membuat keputusan yang keliru dengan mengirimkan surat ke MA yang secara prosedural maupun subtansial tidak sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada,” kata anggota Fraksi PKS, Qurtifa Wijaya.

Agung Witjaksono mengatakan, langkah DPRD dengan melaporkan ke MA adalah hal berbeda dengan langkah DPRD yang menggunakan hak interpelasi dan hak angket. Sebanyak 33 dari 45 anggota DPRD bertekad bulat menggunakan hak interpelasi yang kemarin ditingkatkan menggunakan hak angket setelah menilai jawaban Nur Mahmudi dalam paripurna interpelasi tidak memuaskan. Pimpinan DPRD akan membentuk Pansus Angket yang kewenangannya layaknya penyidik kepolisian atau kejaksaan. (mir)

Wakil Ketua DPRD Depok Diperiksa Polda Metro Jaya

Kompas, 7 Desember 2006

Laporan Wartawan Kompas R Adhi KusumaputraDEPOK, KOMPAS – Wakil Ketua DPRD Depok Agung Witjaksono hari Kamis (7/12) petang akan diperiksa penyidik Polda Metro Jaya di Jakarta terkait laporan DPRD Depok atas kasus pencemaran nama baik oleh Presiden PKS Tifatul Sembiring.”Saya dipanggil untuk memberikan kesaksian atas pernyataan Tifatul yang menyebutkan anggota DPRD Depok pemeras, pemalak dan berandal. Kami melapor ke Mabes Polri tapi dilimpahkan ke Polda Metro Jaya,” kata Agung Witjaksono kepada Kompas, Kamis siang.November lalu, sejumlah anggota DPRD dipimpin Agung Witjaksono melaporkan Presiden PKS Tifatul Sembiring ke Mabes Polri. Mereka tersinggung atas ucapan Tifatul yang dikutip sebuah suratkabar sore yang menyebutkan anggota DPRD sebagai pemeras, pemalak dan berandal.Pernyataan Tifatul memicu kemarahan massa lintas partai di Depok. Massa tujuh parpol melakukan konvoi, berunjuk rasa di DPRD Depok, Balai Kota Depok, dan DPD PKS Depok. Massa menuntut Tifatul datang ke Depok dan meminta maaf.Bahkan dalam sebuah sidang DPRD Depok Ketua DPRD Naming Bothin sempat menangis sedih setelah membaca fotokopi berita suratkabar sore tersebut. Namun Tifatul Sembiring menegaskan tidak pernah menyebut kata “pemeras” dalam wawancara dengan wartawan suratkabar sore itu.

Oktober 2004

RAPAT PARIPURNA DPRD TENTANG PELAKSANAAN DAN PENETAPAN PIMPINAN DPRD PERIODE 2004-2009

27 Oktober 2004

Reporter : Jenias Hutasoit,S.SosHumas Kota Depok — Rapat Paripurna DPRD tentang pelaksanaan dan penetapan pimpinan DPRD Periode 2004-2009 dilaksanakan pada hari Rabu, 27 Oktober 2004, pukul 10.00 WIB sampai selesai, bertempat di ruang sidang DPRD Kota Depok, dihadiri Wakil Walikota, Muspida Kota Depok dan Pejabat Pemerintah Kota Depok serta dari 45 orang anggota Dewan hadir seluruhnya. Sesuai dengan kesepakatan anggota DPRD pemilihan dilaksanakan secara Voting dan calon pimpinan telah diajukan pada rapat paripurna tanggal 22 Oktober 2004 sebanyak 3 (tiga) calon pimpinan yaitu:
1. Drs. Amri Yusra dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.
2. H. Naming D. Bothin, dari Fraksi Partai Golkar
3. Agung Witjaksono dari Fraksi Partai Demokrat
Sementara itu panitia pemilihan terdiri dari 10 (sepuluh) orang yang diketuai oleh Agung Witjaksono dan saksi 3 orang yaitu:
1. Budi Wahyudi,MM ( PKS)
2. Lia Kamelia, SPd ( Golkar)
3. Marlyu Agnes Pantan W,S .Sos ( Partai Demokrat)
Dalam perhitungan suara hasilnya sebagai berikut:
1. Drs. Amri Yusra mendapat suara: 19 orang
2. H. Naming D. Bothin S.Sos mendapat suara: 25 orang
3. Agung Witjaksono mendapat suara: 1 orang
Dengan hasil tersebut maka :
– H. Naming D. Bothin, S.Sos terpilih menjadi Ketua DPRD periode 2004-2009.
– Drs. Amri Yusra Wakil Ketua I.
Agung Witjaksono Wakil Ketua II.
Hasil pemilihan ditandatangani oleh Panitia Pemilihan dan dituangkan ke dalam rancangan keputusan DPRD yang ditandatangani oleh Ketua sementara DPRD.
Dalam sambutannya Wakil Walikota Depok mengharapkan agar keberadaan pimpinan DPRD terpilih yang merupakan alat kelengkapan Dewan yang merupakan kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan mempunyai tugas dan kewajiban yang sangat penting dan strategis diharapkan menjadi mitra Pemerintah Kota Depok dalam mewujudkan amanat yang diberikan kepada kita. Selanjutnya Wakil Walikota mengatakan mengingat pimpinan DPRD dipilih oleh anggota Dewan, maka hendaknya tugas pimpinan Dewan mendapat dukungan dari seluruh anggota Dewan, sehingga DPRD selaku lembaga legislatif dapat menghasilkan kebijakan berupa Persatuan Daerah maupun tugas dan wewenang lainnya dalam upaya memberikan payung hukum dalam operasionalisasi Pemerintah Kota dalam mewujudkan Keadilan dan mensejahterakan masyarakat Depok.

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.