Profil Tokoh DEPOK

Welman Naipospos

Welman Naipospos

Desember 2008

Ribuan keramba Rawa Besar dibongkar

Monitor Depok, 11 Desember 2008

KAMPUNG LIO, MONDE: Sebelum melakukan pembongkaran telah dilakukan sosialisasi sejak Januari hingga April 2008. Berbagai surat yang berisikan imbauan telah rutin dikirimkan. Pembongkaran melibatkan satu unit beko/ alat berat untuk menertibkan keramba.

Menurut Penyidik Pegawai Negeri Sipil Satpol PP Syamsuri keramba ini melanggar Perda No 14 tentang Ketertiban Umum dan UU Sumber Daya Air No 7 Tahun 2004 tentang Setu sebagai resapan air. “Jika melanggar maka hukumannya denda Rp1,5 miliar dan denda kurungan 3-5 tahun,” ujarnya.

Dari beberapa warga memang banyak yang meminta ganti rugi. Namun pihak pemkot tidak bisa memberikan ganti rugi karena pada kenyataannya para petani keramba telah melanggar peraturan dan undang-undang yang ada. Akhirnya, para petani keramba pun bisa menerima dan langsung mengangkut ikan-ikan milik mereka.

Keberadaan keramba ini nyata melanggar Perda No 18/ 2003 tentang Sempadan Setu. Penyidik Pegawai Negeri Sipil DPU R. Agus Muhammad mengatakan bahwa sebuah setu memiliki batas sempadan seluas 50 meter. “Batas tersebut harus bebas dari apapun yang menghalangi,” katanya.

Beberapa pemilik keramba ada yang belum segera mengangkat ikan-ikannya, mereka beralasan masih sibuk bekerja. Untuk hal yang satu ini pihak DPU dan Satpol PP memberi batas waktu hingga kemarin sore untuk segera mengangkat ikan-ikan. “Kami lakukan secara persuasif, ikan juga makhluk hidup dan tidak boleh dibiarkan langsung terkena beko,” jelasnya.

Sementara itu, Dadan Rustandi Kepala Seksi Pembangunan Bidang SDA DPU mengatakan, daya tampung setu jelas berkurang dengan keberadaan keramba ini.

“Setu ini juga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan dinas-dinas yang lain, seperti Dinas Pertanian atau sebagai objek pariwisata oleh Kantor Pariwisata Seni dan Budaya,” ujarnya.

Kepala Bidang Sumber Daya Air Welman Naipospos menjelaskan bahwa ke depannya setu tetap akan difokuskan sebagai daerah resapan air. “Restoran apung pun tak kami izinkan berdiri,” tuturnya. Ia menambahkan, Pemkot tak pernah menerima keuntungan sedikitpun dari para pemilik keramba.

Yusuf, warga yang memiliki keramba sejak tahun 1994 mengaku dapat menerima jika kerambanya harus diangkat. “Saya sadar karena ini fungsinya untuk daerah resapan air, jadi saya merelakannya,” katanya.

Kendati memiliki keramba hanya sebagai penghasilan tambahan, pria yang biasa memanen mujair nila ini mengaku mendapat keuntungan yang cukup lumayan sebagai pemilik keramba.(m-12)

Tak sesuai spesifikasi, Tiga proyek Dinas PU disoal

Monitor Depok, 3 Desember 2008

BALAIKOTA, MONDE: Hal ini diungkapkan oleh koordinator LSM Komunitas Pemantau Peradilan Kota Depok (KPPKD), Yohannes Bunga, dalam rilisnya yang disampaikan kepada Monde, kemarin.

Tiga proyek yang dinilai Bunga bermasalah tersebut adalah satu proyek di bidang Sumber Daya Air (SDA), yakni pembangunan turap Kali Kompeni di Kecamatan Cimanggis, serta dua proyek di bidang Cipta Karya, yakni pekerjaan Jalan Majelis Kebembem di Abadijaya dan pekerjaan Jalan Setu Baru Sukmajaya.

“Untuk pembangunan turap Kali Kompeni yang dilakukan oleh CV Karya Alma misalnya, kontraktor menggunakan batu bekas bongkaran bangunan lama yang dipasang kembali. Ini jelas akan mengurangi kualitas pekerjaan,” tandasnya.

Sementara pekerjaan Jalan Majelis Kebembem yang dikerjakan CV Debels dikatakannya tidak sesuai ketebelan betonnya yang hanya 2,6 cm hingga 8 cm, padahal ketebalan beton dalam RAB seharusnya 11 cm.

“Demikian juga pekerjaan Jalan Setu Baru yang dilaksanakan CV Mitra Andre Perkasa yang tidak dilakukan pekerjaan lapisan penetrasi, beton rabat, dan tidak ada pemadatan, tapi langsung dilakukan pengecoran setebal 7 cm. Padahal di dalam RAB seharusnya 10 cm. Akibatnya sekarang jalan tersebut sudah retak,” tuturnya.

Menurut Bunga, di dalam pekerjaan ketiga proyek tersebut ada indikasi KKN dengan menurunkan mutu barang dan pekerjaan yang jauh berbeda dengan spesifikasi teknik yang tertera dalam penawaran atau kontrak.

“Dilihat dari hasil pembangunan fisik, maka itu termasuk penyimpangan. Kami yakin jika Kejaksanaan Negeri Depok serius melakukan penyelidikan, maka bisa ditemukan potensi kerugian negara,’ jelasnya.

Bunga juga mengungkapkan, pekerjaan proyek di Dinas PU seringkali hanya membuang uang negara dengan adanya penggelembungan anggaran yang dilakukan di berbagai aspek seperti biaya, kualitas, bahan, volume, dan lain sebagainya.

“Rencana yang dibuat tidak realistis dan biasanya berlebihan, jauh di atas kebutuhan sebenarnya. Akibatnya terjadi pembengkakan jumlah anggaran APBD yang merupakan pemborosan dan memperbesar peluang kebocoran,” kata Bunga.

Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas PU, Welman Naipospos belum dapat dimintai tanggapan mengenai hal ini. Saat dihubungi, teleponnya dalam keadaan tidak aktif.

Sementara Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PU, Endang Sumarsana mengatakan, semua pekerjaan yang dipermasalahkan itu sudah dilakukan pemeriksanaan oleh Bawasda, BPK, maupun Kejaksaan.

“Dari pemeriksaan tersebut, tidak ditemukan masalah yang berarti. Intinya pekerjaan itu sudah dilaksanakan sesuai aturan,” kata Endang.(van)

35 Perumahan di Depok rawan banjir

Monitor Depok, 3 Desember 2008

DEPOK, MONDE: Pemerintah Kota Depok mencatat sedikitnya 35 perumahan di daerah yang berbatasan langsung dengan Propinsi DKI Jakarta rawan banjir sehingga diperlukan kewaspadaan warga yang menhuni perumahan itu.

“Saya mengimbau kepada warga untuk selalu waspada dan saluran-saluran air supaya dipelihara agar tidak mampet,” kata Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Depok Welman Naipospos di Depok, beberapa waktu lalu ke Antara.

Di antara 35 perumahan yang rawan banjir yaitu perumahan Taman Duta, Bukit Cengkeh, Bukit Sawangan Indah, Vila Pamulang, Tirta Mandala, Taman Cipayung, Taman Manggis, Vila Pertiwi, Sawangan Asri, Jatijajar, dan Cening Ampe.

Untuk itu, kata dia, dalam menghadapi musim hujan kali ini, pihaknya telah memperingati warga dengan mengirimkan Surat Edaran (SE) kepada seluruh kelurahan di daerah ini untuk mewaspadai musim hujan.

“Kami meminta warga agar jangan membuang sampah ke sungai,” katanya.

Dinas PU terus mengajak masyarakat mengantisipasi banjir melalui spanduk-spanduk yang dipasang di jalan dan jembatan namun semua itu tidak ada artinya tanpa dukungan masyarakat.

Menurut dia, banjir di Depok dapat terjadi karena air di kali atau sungai meluap, jebolnya dinding atau bantaran kali atau sungai, kondisi topografi yang berupa cekungan dan belum tersedianya saluran air atau drainase.

Saat ini, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Depok terus menertibkan ribuan bangunan di sempadan sungai yang diperkirakan bisa menghambat aliran sungai.

Hingga saat sudah ratusan bangunan yang dibongkar sendiri oleh pemiliknya. Terakhir pada hari Jumat (28/12), Satpol PP dan Dinas PU membongkar bangunan liar di sepanjang sungai yakni di Perumahan Reni Jaya, Pondok Petir Sawangan dan bangunan sebelah Mal Cimanggis karena berdiri atas sempadan Kalibaru.

November 2008

Longsor susulan akibatkan air kali tumpah, Banjir mengancam Mutiara Depok

Monitor Depok, 17 November 2008SUKMAJAYA, MONDE: Ancaman longsor di Depok bukan isapan jempol belaka. Kemarin, warga Perumahan Mutiara Depok kembali dikejutkan dengan longsor susulan kendati tidak menimbulkan korban jiwa.

Peristiwa kali ini lebih parah dari longsor sebelumnya, sebab air kali yang posisinya lebih tinggi dari lokasi perumahan warga tumpah dan menggenangi salah satu jalan di komplek itu akibat jebolnya turap yang membentengi rumah warga. Selama ini turap tersebut menjadi andalan warga dari ancaman luapan kali sehingga saat ini warga khawatir jika kondisi itu tidak segera ditangani, bakal memicu terjadinya banjir.

Sebab volume air yang meluap ke perumahan warga bakal semakin besar, apalagi saat musim hujan terutama pada bulan Desember dan Januari.

Dalam suasana hujan, sejumlah warga tampak melihat lokasi longsoran dan sebagian membersihkan sampah-sampah kiriman yang menumpuk di jalan-jalan depan rumah.

Menurut salah satu warga Richard, kejadian longsor susulan ini berawal dari hujan yang turun kemarin sore. “Awalnya turap yang longsor, sekarang tanggul kali yang ada di atasnya. Kali yang isinya sampah dan kotoran langsung tumpah ke jalan. Air mengarah ke perumahan yang posisinya ada di bawah turap,” katanya kepada Monde, kemarin.

Penghuni Blok DC 11 ini menceritakan awalnya kali berukuran empat meter, namun terus berkurang karena tergusur berdirinya rumah. “Beberapa bangunan didirikan di atas tanah kali. Seharusnya rumah tersebut paling tidak berjarak enam meter dari kali,” katanya.

Dia menilai di sejumlah perumahan Kota Depok tidak memiliki saluran air, bahkan masyarakat seenaknya membangun rumah tanpa memikirkan saluran air secara komprehensif.

Richard mempertanyakan mengapa dinas terkait tidak melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap turap yang longsor pekan lalu, padahal potensi terjadinya longsor lanjutan sangat besar. “Setelah kejadian yang pertama memang ada tindakan dari Pemkot untuk menyingkirkan batu dan lumpur akibat longsoran dengan menggunakan alat berat, namun setelah itu tidak ada pengawasan.”

Pemerintah diminta bertindak cepat mengantisipasi longsor susulan dengan memperbaiki turap yang jebol. “Perbaikan turap harus segera dilakukan, jangan lama menunggu pencairan anggaran sebab turap di sampingnya juga rawan longsor. Lebih baik sama-sama menjaga hal-hal yang tidak diinginkan,” jelasnya.

Pekan lalu, longsor terjadi di lokasi yang sama. Ketika itu, dinas Pekerjaan Umum (DPU) Bidang Sumber Daya Air menerjunkan satuan tugas dan alat beratnya untuk menangani langsung di lapangan.

Pemkot Depok meminta warga daerah ini mewaspadai ancaman longsor di delapan titik yakni saluran irigasi cabang tengah di Jalan Citayam, saluran irigasi cabang barat arah Gandul, aliran irigasi cabang tengah di Jalan Tanah Baru, Jalan Raya Bogor arah Katulampa, Kali Laya, Kali yang melintas dekat Sugutamu, Kali Ciliwung, dan Kali Cipinang.

Kepala Bagian Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Kota Depok Welman Naipospos mengatakan di delapan titik itu terdapat tebing yang rawan longsor saat musim hujan karena botak dan tidak ada pepohonan yang kuat dalam menahan tanah.

Dinas Pekerjaan Umum Bidang Sumber Daya Air berharap masyarakat turut peduli dalam menjaga lingkungan demi mencegah dampak buruk yang dikhawatirkan terjadi.

Pemkot sebelumnya mengingatkan ada 35 perumahan di daerah ini rawan banjir sehingga warga diminta waspada dan mengantisipasi bencana tersebut dengan membersihkan saluran air.

Perumahan yang tercatat rawan banjir itu a.l Perumahan Taman Duta, Bukit Cengkeh, Bukit Sawangan Indah, Vila Pamulang, Tirta Mandala, Taman Cipayung, Taman Manggis, Vila Pertiwi, Sawangan Asri, Jatijajar, dan Cening Ampe.

35 titik rawan banjir itu karena berada pada ketinggian 70 meter dari permukaan laut serta topografi permukaan tanah bergunung-gunung. Selain itu, Depok dilintasi sejumlah sungai besar, seperti Ciliwung, Angke, Cipinang, Pesanggrahan, dan Krukut. (m-9)

Satpol PP bongkar 100 bangli

Monitor Depok, 13 November 2008CIPAYUNG, MONDE: Sekitar 60 aparat terdiri dari Satpol PP, pihak kelurahan dan kecamatan dengan menggunakan satu buah buldoser dikerhakan untuk melakukan pembongkaran.

“Yang paling penting kami lakukan adalah mengamankan garis sempadan sungai (GSS) untuk mencegah terjadinya banjir,” ungkap Kepala Bidang SDA Dinas PU Kota Depok, Welman Naipospos.

Tanah irigasi milik pemerintah ini akan dimanfaatkan sebagai lahan penghijauan sebelum dilaksanakannya pelebaran jalan oleh Bina Marga Dinas PU.

Denny Romulo selaku penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dan pelaksana pembongkaran menyampaikan bahwa pembongkaran ini dilaksanakan untuk mengantisipasi datangnya banjir. “Secara hukum, sekitar 100 bangunan ini memang layak dibongkar karena melanggar Perda Bangunan, Ketertiban Umum, dan Garis Sempadan Sungai.” Proses ini telah memenuhi tahapan-tahapan dan prosedur dalam pelaksanaan pembongkaran seperti menyampaikan surat peringatan semenjak satu bulan yang lalu.

Eksekusi ini juga sejalan dengan program Dinas PU dalam pembuatan aturan sepanjang Kali Baru. Untuk menghadapi musim penghujan, sehari sebelumnya pemereintah juga melakukan peringatan akan ada pembongkaran dan diharapkan warga mengangkut barang-barangnya sebelum pelaksanaan.

Warga juga telah dijelaskan bahwa pemilik bangunan yang mendapatkan ganti rugi atau uang kerohiman dari pemerintah Kota Depok adalah pemilik bangunan yang memiliki keterangan status tanah dan izin mendirikan bangunan. Bangunan liar ini telah berdiri sejak tahun 1987 di mana wilayah ini masih termasuk dalam kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor.

“Masyarakat bisa menerima karena selama mereka usaha tidak pernah dipungut bayaran, jadi begitu pemerintah membutuhkan, mereka legowo.”

Setelah pembongkaran ini, peran lurah, LPM, RT, RW, dan masyarakat sangat diharapkan untuk melakukan pengawasan agar jangan sampai bangunan ini tumbuh lagi. “Masyarakat dan aparatur pemerintahan yang ada di sini merupakan ujung tombak langsung untuk melakukan penagwasan agar tidak ada lagi bangunan yang berdiri.”

Pembongkaran sendiri berlangsung tertib, bahkan menyadari tanah yang mereka tempati tidak memiliki keterangan dan izin, pemilik bangunan melakukan pembongkaran sendiri sebelum datangnya alat berat dari Dinas PU.

Namun demikian warga sangat mengharapkan adanya uang santunan atau kerahiman untuk menyambung usahanya mengontrak di tempat lain. “Seharusnya pemerintah memberikan uang kerohiman kepada pemilik bangunan yang dibongkar, setidaknya untuk biaya pembongkaran.” ungkap Deni Subandi.

“Kami tahu pasti digusur hanya caranya seharusnya dengan musyawarah dan ada penggantian berupa uang kerohiman karena bangunan telah permanen dan biaya tidak sedikit.” Isi bangunan yang masih dapat dimanfaatkan dibawa pulang oleh warga seperti kusen, jendela, dan asbes, “Sebagian juga dijual ke Madura untuk biaya ongkor yang bongkar.” tambah pedagang kelontong ini kepada Monde.(m-9)

Longsor mengancam Depok

Monitor Depok, 12 November 2008MARGONDA, MONDE: Pada musim hujan tahun ini, warga Kota Depok diminta mewaspadai bencana longsor mengingat seluruh kecamatan di daerah ini berada di kawasan rawan longsor.

Kepala Bagian Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Kota Depok Welman Naipospos mengingatkan ada delapan titik rawan longsor yang harus menjadi perhatian warga saat musim hujan. Kedelapan titik itu adalah saluran irigasi cabang tengah di Jalan Citayam, saluran irigasi cabang barat arah Gandul, aliran irigasi cabang tengah di Jalan Tanah Baru, Jalan Raya Bogor arah Katulampa, Kali Laya, Kali yang melintas dekat Sugutamu, Kali Ciliwung, dan Kali Cipinang.

Menurut dia, mayoritas dari delapan titik tersebut memiliki tebing yang sangat rawan longsor saat musim hujan karena botak dan tidak ada pepohonan yang kuat dalam menahan tanah.

Padahal jika ditanami pepohonan, akarnya bakal kuat menahan longsor dan juga berfungsi sebagai penyerapan air tanah. Untuk itu, diperlukan kekompakan bersama guna menanami tebing agar lebih hijau dan asri. “Kami berharap warga tidak mendirikan bangunan di atas tebing karena menyalahi aturan,” katanya kepada Monde, kemarin.

Dia menjelaskan upaya melakukan penghijauan pada daerah tebing menjadi salah satu langkah yang tepat guna mengantisipasi banjir dan longsor.

Dinas Pekerjaan Umum Bidang Sumber Daya Air berharap masyarakat turut peduli dalam menjaga lingkungan demi mencegah dampak buruk yang dikhawatirkan terjadi.

Dia menyarankan agar pengendara kendaraan berhati-hati saat melintasi ke delapan titik rawan longsor tersebut. “Jangan terlalu ke pinggir tebing atau mendekat ke sungai karena dikhawatirkan selip dan terjatuh,” ujarnya. Sebelumnya, peristiwa longsor pernah terjadi di daerah Cilodong dan di perumahan Mutiara Depok. Ketika itu, DPU Bidang Sumber Daya Air menerjunkan satuan tugas dan alat beratnya untuk menangani langsung di lapangan. Pemkot sebelumnya mengingatkan ada 35 perumahan di daerah ini rawan banjir sehingga warga diminta waspada dan mengantisipasi bencana dengan membersihkan saluran air.

Perumahan yang tercatat rawan banjir itu a.l Perumahan Taman Duta, Bukit Cengkeh, Bukit Sawangan Indah, Vila Pamulang, Tirta Mandala, Taman Cipayung, Taman Manggis, Vila Pertiwi, Sawangan Asri, Jatijajar, dan Cening Ampe.

35 titik rawan banjir itu karena berada pada ketinggian 70 meter dari permukaan laut serta topografi permukaan tanah bergunung-gunung. Selain itu, Depok dilintasi sejumlah sungai besar, seperti Ciliwung, Angke, Cipinang, Pesanggrahan, dan Krukut.

Sumur resapan

Sebagai bagian dari bentuk kewaspadaan menghadapi bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, Pemkot Depok menggelar sosialisasi pembuatan sumur resapan di SMP Negeri 3 Depok.

Hadir dalam acara itu a.l Kepala Bidang Sumber Daya Air Welman Naipospos, pakar sumur resapan dari Institut Teknologi Bandung Sri Legowo, dosen arsitektur Universitas Trisakti Jimmy S. Juwana, Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) SMPN 3 Asep Tarmidi, dan utusan bidang sumber daya air Pemprov Jabar.

Sumur resapan dibuat untuk menampung air hujan atau aliran permukaan agar dapat meresap ke dalam tanah. Sri Legowo menjelaskan sumur resapan memiliki banyak manfaat. “Sumur resapan ini dapat mengurangi aliran air di permukaan dan mencegah terjadinya genangan air sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya banjir dan erosi,” katanya.

Welman mengungkapkan hampir 70% jalan di Depok belum memiliki fasilitas drainase yang memadai sehingga Pemkot berencana akan membuat sumur resapan dengan memanfaatkan fasilitas sosial dan fasilitas umum. “Beberapa masjid di Depok sudah ada yang dilengkapi sumur resapan,” ujarnya.(m-12)

Air mulai rendam Depok. 35 Perumahan Rawan Banjir

Monitor Depok,  Selasa, 11 November 2008

MARGONDA, MONDE: Pemerintah Kota Depok mencatat 35 perumahan di daerah ini rawan banjir sehingga warga diminta waspada dan mengantisipasi bencana tersebut dengan membersihkan saluran air.

Perumahan yang tercatat rawan banjir itu a.l Perumahan Taman Duta, Bukit Cengkeh, Bukit Sawangan Indah, Vila Pamulang, Tirta Mandala, Taman Cipayung, Taman Manggis, Vila Pertiwi, Sawangan Asri, Jatijajar, dan Cening Ampe.

Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Depok Welman Naipospos meminta warga di 35 perumahan itu membersihkan saluran air dari sampah dan membudayakan untuk tidak membuang sampah ke sungai.

Menurut dia, dinasnya sudah mengirimkan Surat Edaran (SE) kepada seluruh Kelurahan di daerah ini untuk mewaspadai musim hujan. Melalui SE itu, warga diharapkan memperhatikan masalah kebersihan di lingkungan perumahannya.

Musim hujan 2008 ini diperkirakan akan lebih hebat dampaknya karena hujan baru turun di bulan November. Musim hujan tahun ini berlangsung hingga Januari sehingga warga diminta menyiapkan satu sumur resapan atau biopori untuk mengurangi genangan.

Dinas PU terus mengajak masyarakat mengantisi banjir melalui spanduk-spanduk yang dipasang di jalan dan jembatan, namun semua itu tidak ada artinya tanpa dukungan masyarakat.

Sebelumnya, Welman pernah mengatakan di 35 titik yang rawan banjir itu karena berada pada ketinggian 70 meter dari permukaan laut dan luas daerah 20.000, serta topografi permukaan tanah bergunung-gunung.

Selain itu, Depok dilintasi sejumlah sungai besar, seperti Ciliwung, Angke, Cipinang, Pesanggrahan, dan Krukut. “Banyak cekungan yang bisa menampung air,” katanya.

Dia mensinyalir banjir di Depok dapat terjadi karena air di kali atau sungai meluap, jebolnya dinding atau bantaran kali atau sungai, kondisi topografi yang berupa cekungan, dan belum tersedianya saluran air atau drainase.

Saat ini, Dinas PU dan Satpol PP terus melaksanakan penertiban bangunan di sempadan sungai yang diperkirakan bisa menghambat aliran sungai. Kemarin, 50 bangunan di Cipayung yang merupakan aliran irigasi cabang barat dibongkar.

Sebanyak 20 kios di daerah ini sudah dibongkar sendiri oleh pemiliknya. Bangunan yang berdiri di sempadan sungai sepanjang 455 meter ini diberi waktu hingga Rabu untuk dibongkar.

Oktober 2008

Jelang penilaian Adipura,  DPU minta petani ikan hengkang

Monitor Depok, 11 Oktober 2008

MARGONDA, MONDE: Selama ini setu yang terletak di kawasan Kampung Lio, Pancoran Mas itu dipenuhi keramba atau jaring apung. Keberadaan petani keramba menurut DPU tidak sejalan dengan rancangan penataan setu yang tepat.

“Niat kami menjadikan Setu Rawa Besar sebagai danau yang dapat dijadikan objek wisata diharapkan bisa seindah Danau Toba,” tandas Welman Naipospos, Kepala Bidang Sumber Daya Air DPU Kota Depok. Welman berharap agar petani keramba tidak lagi memasang jaring ikan di setu, karena selain tak sesuai dengan tata rancang sebuah setu, juga dapat menganggu pemandangan setu.

Upaya PU selain pemagaran juga menyentuh kepada pintu air setu yang sudah selesai dibangun. Pemasangan pagar ini dananya diperoleh dari bantuan Propinsi Jawa Barat.

Jelang penilaian Adipura, DPU berencana akan mengeduk setu, namun pemilik keramba/ jaring apung tak mempedulikan rencana DPU. “Mereka mah, ngga peduli, cuek aja, yang penting tetep punya jaring apung,“ ujar Ukar, anggota Pokja Setu Rawa Besar. Dari tahun 1998 hingga sekarang, belum ada peningkatan kesadaran dari pemilik jaring apung untuk mengangkat jaring mereka. “Padahal kami sudah melakukan rembug warga untuk duduk berdialog bersama,” ungkap Ketua Pokja Setu Rawa Besar, Mukadi.

Tercemar

Penelitian terakhir dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di bulan Ramadhan kemarin, menyebutkan air Setu Rawa Besar sudah tercemar. Kendati masih berada di ambang batas wajar. “Batas dua meter sampai lima puluh meter air setu ini sudah tercemar,” kata Mukadi yang mengungkapkan di awal tahun 1980-an, air setu ini masih bisa dimimum dan digunakan untuk keperluan warga sekitar.

Mukadi berharap ke depannya Setu Rawa Besar dapat dijadikan objek wisata yang berwawasan lingkungan, sehingga warga sekitar tak perlu jauh-jauh ke Setu Babakan di Jagakarsa untuk sekadar menikmati keindahan sebuah setu. Lebih lanjut dia menuturkan baru 3-5% dari petani keramba yang memahami aturan. “Di sini ada 139 pemilik jaring apung dan 602 jaring apung,” ujar Mukadi.(m-12)

Depok giatkan Adipura & program kali bersih

Monitor Depok, 10 Oktober 2008

MARGONDA, MONDE: Penilaian Adipura dan lomba kali bersih dapat dijadikan upaya untuk peduli terhadap kondisi kali di Depok yang masih memprihatinkan. Kendati tanggal kepastian digelarnya lomba belum ditentukan, namun upaya pembersihan kali juga dimaksudkan sebagai bagian dari program Adipura.

Tim penilai Adipura dari Kementerian Lingkungan Hidup akan datang menilai Depok sekitar tanggal 15-20 Oktober 2008.

Pembersihan kali juga merupakan amanat dari Walikota Depok, Nur Mahmudi Ismail. Walikota mengingatkan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) untuk membersihkan kali-kali, terutama yang berada di wilayah Pancoran Mas dan Sukmajaya.

Tak hanya itu, Walikota juga telah menginstruksikan semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk berbenah menjelang penilaian Adipura. Bahkan Wakil Walikota, Yuyun Wirasaputra mulai Senin depan akan meninjau ke sejumlah titik pantau yang menjadi penilaian.

Sebagai upaya awal DPU berjanji akan mengeruk sampah yang ada di kali dan saluran irigasi, membersihkan kali, dan perbaikan drainase. Tak hanya DPU, Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup (DKLH) juga turut ambil bagian dalam upaya ini.

“Kami akan mulai membersihkan kali dalam minggu-minggu ini,” ujar Welman Naipospos, Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas PU Kota Depok.(m-12)

September 2008

Teror Warnai Tender di Depok

Mediaindonesia.com, Minggu, 07 September 2008

KEPALA Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Depok Welman Naipospos tidak akan pernah lupa ketika ia disekap belasan kontraktor yang kalah tender di ruang kerjanya di Jalan Margonda Raya No 54, Selasa (23/8).

Penyekapan itu berawal ketika Dinas PU menempelkan 38 lembar pengumuman pemenang tender proyek rehabilitasi saluran air, drainase kota, perbaikan jalan, komunikasi monitoring, dan penurapan situ atau tendon air.

Pengumuman proyek yang sumber dananya dari APBD senilai Rp38 miliar itu langsung menuai amarah kontraktor yang kalah tender. Awalnya hanya caci maki yang diterima Welman. Namun, situasi berkembang menjadi aksi penyekapan dan perusakan.

Belasan kontraktor meninju papan pengumuman lelang, menendang meja dan bangku, dan merusak peralatan kantor lain yang mereka temukan.
Walau hasil telah diputuskan dan pemenang tender telah ditetapkan, aksi teror tetap berlangsung. Teror itu dikirim melalui layanan pesan singkat telepon seluler (SMS). “Batalkan pemenang tender. Temui kami. Jika tidak, kejaksaan akan memberikan sanksi atas sinyal dari kami,” bunyi sebuah SMS yang ditunjukkan salah seorang PNS kepada Media Indonesia, kemarin.

Ponsel Kepala Bidang Bina Marga Dinas PU Enco Kuryasa juga dipenuhi pesan-pesan teror dari peserta yang kalah tender. “Kalau Bapak cuma ngetes saya, Bapak salah orang. Kami masih tunggu tawaran opsi mana yang akan Bapak ambil,” tulis sebuah pesan.

Enco mengaku bisa mendapat 100 teror SMS setiap harinya. Namun, ia belum mau melaporkan teror itu ke polisi karena masih dinilai belum membahayakan dirinya. (Kisar Radjagukguk/J-3)

Kabid SDA PU Depok diminta tarik ucapan ‘Panitia lelang bukan penentu’

Monitor Depok, 3 September 2008

CIBINONG, MONDE: Sesuai pasal 3 dan 4 Keppres No 80 tahun 2003, panitia lelang bukan sebagai pembuat kebijakan lulus dan tidak lulusnya evaluasi hasil pelelangan, melainkan hanya bertugas mengantarkan sebuah proses untuk ditindak lanjuti pejabat pembuat komitmen atau KPA, sebelum diumumkan pemenang lelang.

Demikian dikemukakan Ketua Asosisasi Konstruksi Kab. Bogor, Ali Hakim, di Cibinong, kemarin.

Dalam kesempatan itu, Ali Hakim mengingatkan Welman Naipospos untuk tidak menyeret panitia lelang di SDA terlalu jauh dari kapasitasnya. Dia diminta untuk tidak bersembunyi di balik alibinya kalau saat itu ia sedang ikut pendidikan di Bandung.

“Alibi semacam ini tidak masuk akal, karena hanya beliau selaku pejabat pembuat kebijakan. Secara hukum, beliau tidak bisa melepaskan diri dari tanggung jawab aturan,” tuturnya.

Termasuk kata dia, masalah sub bidang 22011 ke sub bidang 22012, meski ketika itu Kabid SDA sedang berada di Bandung, tentu ada persetujuan minimal pemberitahuan via telpon seluler.

Kenapa demikian, karena kapasitas panitia lelang dipastikan tidak cukup keberanian untuk menambah persyaratan lelang sebagaimanan diamanatkan Keppres 80 tahun 2003, yang berbunyi larangan perubahan terhadap lelang atau tender proyek yang tidak jelas mata anggarannya.

“Kalau berbicara masalah gambar rencana pelelangan tahap II dibuat pada APBD tahun 2007, sebanyak 43 paket yang dilelangkan, maka hal ini membuktikan ada dugaan bahwa konsultan perencana tidak dilelang atau ditenderkan,” papar Ali Hakim.

Pasalnya, kata dia, antara gambar dan bill of quantity atau daftar kuantitas dan harga yang disusun tahun anggaran 2008 jelas kontradiksi. Belum lagi pada pelelangan tahap ke I bahwa antara gambar dan rencana biaya (RAB) sama dibuat pada tahun anggaran 2008.

Timbul pertanyaan kenapa pelangan tender tahap II malah justru mempergunakan gambar APBD dan APBD perubahan tahun anggaran 2007? Dasar hukum apa mempergunakan hal tersebut? Apakah tidak ada dugaan unsur melawan hukum dan unsur merugikan keuangan negara?

“Oleh sebab itu, saya minta rekan-rekan pelaku usaha agar tidak terjebak melakukan tindakan anarkis dan biarkan kasus ini ditangani penegak hukum,” tegas Ali Hakim.(s-3)

Polemik tender di Dinas PU, LSM sesalkan langkah Gapkindo

Monitor Depok, 2 September 2008

DEPOK, MONDE: Langkah Ketua DPD Gapkindo Depok, Agustian Hermawan melaporkan panitia lelang dan Kabid SDA Dinas PU, Welman Naipospos ke KPPU dan KPK dinilai langkah yang keliru.

“Terkait pernyataan Agustian di Monitor Depok pada 26 Agustus lalu, kami menilai bahwa pernyataan itu tidak memiliki landasan dan tidak sesuai aturan pengadaan barang dan jasa yang sudah diatur dalam Keppres 80/2003 dan perubahannya Perpres 8/2006,” ujar Ketua Forum Komunikasi Pembangunan Daerah (FKPD), Odjak Sihombing.

Dalam rilis yang dikirimkannya ke redaksi, Odjak mengatakan bahwa langkah Agustian melaporkan proses tender itu ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maupun polisi sebagai tindakan yang gegabah.

“Langkah Agustian sebagai ketua asosisasi melaporkan hal itu ke polisi sangat gegabah karena tanpa melalui tata cara yang sudah diatur dalam Keppres 80/2003,” ujarnya.

Menurut Odjak, Agustian sebagai Ketua Dewan Pengurus Daerah Gabungan Pengusaha Kontraktor (DPD Gapkindo) tidak menyadari tugas pokok dan fungsinya sebagai ketua asosiasi yang seharusnya menyosialisasikan peraturan-peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Kontruksi Nasional (LPJKN) dan daerah (LPJKD) kepada semua pihak sebelum pengadaan barang dan jasa.

“Apabila benar yang diduga oleh saudara Agustian tentang rekayasa dalam pelaksanaan lelang tahap dua oleh bidang SDA Dinas PU, maka sebaiknya dia membuat pengaduan kepada Kadis PU atau pihak yang berhak mengambil keputusan di lingkungan Pemkot Depok, yakni Walikota Depok,” katanya.

Odjak menjelaskan, dalam Keppres 80/2003 dengan jelas diatur bahwa sanggahan disampaikan kepada pejabat yang berwenang menetapkan pemenang lelang, dengan disertai bukti-bukti terjadinya penyimpangan.

Odjak bahkan mempertanyakan langkah Agustian yang dinilainya tidak terarah dan tidak terkendali sebagai dampak dari Pemilu 2009.

Agustian sendiri saat dihubungi menanggapi hal itu dengan santai. “Berulang kali saya tegaskan bahwa saya sama sekali tidak punya kepentingan pribadi terhadap proyek yang dipermasalahkan itu. Saya bahkan tidak ikut dalam tender itu,” katanya.

Dia menyatakan, sepenuhnya dirinya memahami prosedur yang seharusnya ditempuh. “Mekanisme sanggah itu hanya untuk peserta tender. Saya bukan pesertanya, tapi hanya masyarakat. Lalu dimana kesalahannya melaporkan hal itu ke polisi, KPPU, atau KPK,” tandasnya.

Agustian balik menuduh bahwa Odjak Sihmbing dengan organisasi FKPD-nya yang tidak mengerti permasalahan. “Justru mereka yang kelihatannya nggak paham. Saya sudah menghubungi panitia dan kabid SDA maupun para kasienya terkait hal ini, tapi tidak ditanggapi. Makanya saya laporkan ke polisi, KPK, maupun KPPU.”

Kepala Bidang SDA, Welman Naipospos hingga belum dapat dimintai komentarnya. Saat dihubungi, Welman mengelak dan mengarahkan kepada dua kasienya yakni Dadan Rustandi, Kasie Pembangunan SDA, serta Arga.

Sementara Dadan saat dihubungi akhir pekan lalu berjanji akan memberikan penjelasan kemarin. Namun saat dikontak kembali, nomor teleponnya tidak aktif.

Kabag Administrasi Pemerintahan, Linda Ratna mengaku belum mendengar dan mengetahui secara persis permasalahan itu.

“Saya lagi Diklatpim sudah tujuh minggu. Jadi nggak tahu permasalahannnya. Maaf ya. Mungkin bisa tanya ke Ibu Lia, pelaksana harian Kabag Adpem,” katanya melalui pesan singkat.(van)

Agustus 2008

Lima proyek Dinas PU senilai Rp3,5 miliar disoal. Gapkindo: Ada rekayasa

Monitor Depok, 26 Agustus 2008

DEPOK, MONDE: Kendati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sedang gencar mengusut berbagai kasus korupsi di Indonesia, termasuk pelaksanaan tender yang melanggar aturan, ternyata masih banyak birokrat yang berusaha mengakali berbagai aturan dalam pelaksanaan lelang dan tender. Tak terkecuali di Depok.

Kali ini Dinas Pekerjaan Umum Kota Depok, yakni bagian Sumber Daya Air yang kembali disorot. Dalam pelaksanaan proyek tahap II tahun anggaran 2008, sekitar lima proyek diduga telah direkayasa mulai dari pengumuman pelelangan hingga pengumuman pemenang. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Dewan Pengurus Daerah Gabungan Pengusaha Kontraktor (Gapkindo) Kota Depok, Agustian Hermawan kepada Monde, kemarin.

“Dari 42 paket yang dilelang dalam tender tahap II, sekitar lima proyek jelas-jelas melanggar aturan yang ada, yakni Undang-undang nomor 18 tahun 1999 mengenai Jasa Konstruksi,” katanya.

Dia menjelaskan, dalam undang-undang tersebut diatur beberapa hal, misalnya mengenai asosiasi pengusaha, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah (LPJKD), mengenai profesi yang menyangkut keahlian dan konsultan, serta forum jasa konstruksi.

“Untuk tender tahap II di Dinas PU tersebut telah melanggar undang-undang tersebut dan jelas-jelas telah dilakukan suatu konspirasi untuk memenangkan kelompok-kelompok tertentu,” ujarnya.

Dia mengatakan, dalam pengumuman 42 paket pekerjaan beberapa waktu lalu, lima diantaranya yakni pasca 2, 3, 8, 9, serta pasca 12 dituliskan menggunakan kode 22012. “Kode itu maksudnya sub bidang pekerjaannya adalah persungaian rawa dan pantai,” ujarnya.

Namun dua hari kemudian, kata Agus, di pengumuman sudah ditambahkan kodenya dengan 22011, yakni sub bidang irigasi dan drainase, dengan menggunakan tulisan tangan.

“Awalnya saya kira hanya orang yang lagi iseng aja yang menambahkan kode tersebut. Sebab dalam aturannya jika ada perubahan apapun dalam proses tender haru menggunakan berita acara.

Namun keesokan harinya ternyata pengumuman itu sudah diganti dengan yang baru, dimana dituliskan ada dua kode, yakni 22012 dan 22011. “Ini jelas-jelas menyalahi aturan karena mengubah pengumuman tanpa ada berita acara,” tandasnya.

Belum lagi, katanya, pengumuman yang baru ditempel pada saat hari libur yang juga melanggar aturan yang ada.

Karena penasaran, Agus kemudian menncoba menemui dua Kepala Seksi di Bidang Sumber Daya Air untuk menanyakan hal tersebut.

“Namun jawaban yang saya dapat sangat tidak memuaskan. Saya bahkan disuruh menanyakan langsung ke Kabid SDA (Welman Naipospos – Red).

Agus kemudian mencoba mengonsultasikan hal tersebut ke Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah (LPJKD) Jawa Barat sebagai lembaga yang mengeluarkan Sertifikat Badan Usaha (SBU).

Dari jawaban yang diperolehnya, kata Agus, sebuah pengumuman lelang jika ada perubahan, maka sebelum pendaftaran peserta lelang, terlebih dahulu harus dibuat ralat pengumuman pelelangan dan harus diumumkan kembali pada media yang sama.

Selain itu, dalam surat dari LPJKD, maka daftar kegiatan fisik tahap II di bidang SDA Dinas PU itu seharusnya dikerjakan oleh Badan Usaha yang memiliki SBU bidang sipil, sub bidang persungaian rawa dan pantai (22012).

Dari hal tersebut, Agus kemudian menduga dan yakin bahwa proses lelang dan tender tersebut telah direkayasa untuk memenangkan kelompok tertentu. Keyakinannya itu semakin berasalan saat pengumuman pemenang, ternyata yang menang adalah perusahaan yang memiliki kode 22011, dan tak satupun yang menggunakan kode 22012.

Lima proyek fisik tahap II yang diduga Agus telah direkayasa dalam proses lelang dan tender itu memiliki nilai total Rp3,5 miliar. Proyek tersebut adalah : penurapan penanggulangan Kali Grogol, penurapan penanggulangan Kali Krukut, penurapan penanggulangan Kali Cipinang, penurapan saluran pembuangan utama dari BSI ke Kali Angke, serta penurapan dan penanggulangan Kali Pesanggrahan.

Karena melihat bahwa proses lelang dan tender tersebut melanggar aturan, Agus kemudian melaporkan Welman sebagai Kabid SDA Dinas PU ke Polres Metro Depok.

“Saya juga akan melaporkan hal ini ke KPK karena nilai proyeknya yang di atas Rp1 miliar,” kata Agus.

Dia mengaku sudah mendapat pesan pendek dari seorang pejabat di Dinas PU untuk tidak melaporkan hal ini kepada polisi maupun media massa. “Namun saya tidak peduli. Saya hanya ingin agar kasus ini diusut tuntas agar tidak terulang di masa mendatang,” ujarnya.

Menurut Agus, seharusnya rekayasa dalam proses lelang dan tender ini tidak dilakukan karena sangat merugikan pengusaha dan para peserta tender lainnya. “Apalagi mereka melakukan rekayasa untuk memenangkan orang-orang tertentu dengan cara melanggar aturan. Ini yang tidak bisa diterima,” katanya.

Sementara saat Monde mencoba mengonfirmasi mengenai hal ini kepada Kabid SDA Dinas PU, Welman Naipospos, beliau tidak dapat dihubungi karena teleponnya dalam keadaan tidak aktif.

Sedangkan pengamat kebijakan publik Aksan Malik mendukung pengungkapan fakta oleh Gapkindo. “Tapi jangan hangat-hangat tahi ayam, langsung sampaikan ke KPK. Itu baru namanya serius. Kalau cuma wacana nanti hanya komoditas politik menjelang pemilu saja.”(van/m-16/dj)

Juli 2008

‘Perusahaan fiktif menangkan tender’

Monitor Depok, 23 Juli 2008

KOTA KEMBANG, MONDE: Sejumlah perusahaan yang memenangkan proyek kegiatan di Dinas Pekerjaan Umum (DPU) TA 2008, diduga fiktif oleh salah seorang anggota DPRD dari Fraksi Partai Demokrat, Murthada Sinuraya.

“Saya menduga hal ini, setelah saya melakukan pendataan ke lapangan. Saya tidak menemukan kantor perusahaan sesuai dengan alamat yang tertera di daftar kegiatan yang dikeluarkan oleh DPU,” katanya kemarin.

Salah satu contoh adalah, CV Wahyu Gumilang, yang menangani pekerjaan peningkatan jalan menuju SMUN 5 Depok, yang nilai kontraknya mencapai Rp174,13 juta. Dalam data, tertera CV itu berdomisili di Pondok Tirta Mandala Blok L4/8, Sukmajaya.

“Tapi saya cari-cari kantornya, tidak ketemu. Bagaimana dinas terkait menyikapi ini? Kenapa perusahaan yang operasional dan administrasinya kurang beres masih bisa lolos,” ujar Murthada.

Selain itu, Murthada juga meminta pengawasan dan pendataan dari Pemkot terkait perusahaan-perusahaan lain yang sudah memegang kontrak di TA 2008, baik di Bidang Cipta Karya, Bina Marga dan Sumber Daya Air (Welman Naipospos).

Dari data yang juga dipegang Monde, diketahui untuk Bina Marga menangani 39 proyek yang tersebar di enam kecamatan. Pertama, sedangkan untuk kegiatan fisik tahap I Bidang Sumber Daya Air, terdapat empat bidang urusan (yakni normalisasi, pengerukan, penurapan dan penanggulangan saluran irigasi dengan 16 kegiatan). Kedua, pemeliharaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan sembilan kegiatan. Ketiga, pembangunan dan rehabiliotasi bangunan irigasi, dengan tiga kegiatan. Keempat, penataan sistem drainase kota, dengan 10 kegiatan –Red), dengan total kegiatan mencapai 38 proyek.

Untuk bidang Cipta Karya, untuk tahap I ini berjumlah 39 kegiatan yang tersebar di enam kecamatan. “Proyek serta perusahaan pemegang nilai dan harga kontrak pengerjaan harus benar-benar jelas. Di tahap II nanti ini harus lebih selektif,” kata Murthada.

Disayangkannya, kurang kompetitif dan tidak jelasnya administrasi dari perusahaan itu akan berakibat tidak bermutunya hasil pengerjaan.

“Proses seleksi administrasi di lingkungan Pemkot pun sepertinya banyak akal-akalan dan seremonial saja,” kata Murthada menduga.

Suatu ketika, Murthada pernah minta tolong temannya untuk berpura-pura meminta proyek di lingkungan Pemkot.

“Jawaban yang didapat teman saya ini dari orang Pemkot, Maaf Pak, proyek sudah banyak di plot! Apakah budaya bagi-bagi proyek masih pantas dimainkan di masa ini,” tandasnya.

Dia juga mengaku sering mendengar, banyak pihak-pihak yang sebenarnya tidak punya kepentingan bermain sebagai calo, dan kemudian setelah pasti mendapat proyek, baru kasak-kusuk mencari kontraktor atau pengusaha.

Gakindo dukung

Sementara Ketua Gabungan Kontraktor Indonesia (Gakindo) Jawa Barat Yosua Laksana meminta Kejari Depok melakukan penyidikan dugaan adanya perusahaan fiktif yang memenangkan tender dalam proyek Tahap I di Dinas PU.

Menurut dia, dalam Keppres No.80/2003 dijelaskan panitia lelang wajib mencari kebenaran dokumen peserta lelang guna memastikan dokumen yang diajukan tidak salah.

“Jadi ada pelanggaran terhadap pakta integritas yakni ketidakkebenaranan dokumen peserta lelang. Artinya kontraktor melakukan kesalahan administrasi dokumen, tapi panitia lelang ikut bertanggungjawab karena meloloskan perusahaan itu,” ujarnya.

Dia meminta Kejari langsung turun tangan tanpa menunggu adanya laporan, sedangkan Pemkot harus menelusuri kembali identitas perusahaan itu. “Kalau proyek itu sudah jalan, harus ada tindakan hukum.”

Pada tender Tahap II , Gakindo meminta Pemkot menetapkan kontraktor yang kabapel, siap secara teknis dan administrasi karena saat ini asosiasinya telah mencium adanya indikasi dimana panitia lelang akan memenangkan kelompok tertentu.

Seperti diketahui, nilai proyek dalam tender tahap kedua khususnya di Dinas Pekerjaan Umum (PU) mencapai Rp24,75 miliar, sedangkan tender tahap I mencapai Rp21,25 miliar.

Sementara pengamat kebijakan publik Aksan Malik menilai kritikan dewan dan Gakindo masih sumir dan belum kongkrit. Mestinya sebelum bicara para pihak mengkongkritkan dulu isu yang akan dilontarkan, sehingga ketika keluar pelakunya bisa dicokok oleh aparat.

Kalau cuma dugaan-dugaan, menurut dia, akan menyulitkan aparat kepolisian maupun kejaksaan untuk bertindak. Selama ini yang dilontarkan cuma dugaan dan dugaan.

“Nanti cuma wacana lagi, rakyat capek mendengarnya. Bahkan terkesan malah omelan pihak yang tak kebagian proyek,” tegasnya.

Aksan juga meminta Pemkot menjawab tudingan-tudingan dewan maupun pengusaha lokal agar tidak terus-terusan menjadi bulan-bulanan isu miring. Pada akhirnya, walaupun isu itu tidak benar, nanti yang terbangun adalah wacana bahwa Pemkot benar-benar institusi yang korup.(mr/aji/dj)

Februari 2008

Reklamasi Setu Tipar butuh Rp10 miliar, ‘Bebaskan setu dari bangunan liar’

Monitor Depok, 27 Februari 2008

MEKARSARI, MONDE: Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Depok Wahyudi mendesak Bagian Perlengkapan Pemkot Depok agar memperjuangkan batas-batas wilayah dan kepemilikan yang luasnya semakin berkurang terkait dugaan jual beli lahan setu.

Hal ini diungkapkan Wahyudi, sesaat setelah melakukan peninjauan ke Setu Tipar Mekarsari Cimanggis, didampingi Kepala Bidang Sumber Daya Air Kabid SDA Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Depok Welman Naipospos dan Kabid Tata Kota Distakotbang Depok Diah Irwanto.

Setelah peninjauan langsung, Wahyudi memaparkan dibutuhkan dana sebesar Rp10 miliar untuk mereklamasi kondisi Setu Tipar yang kini luasnya tinggal sekitar 8 hektare. “Itu sesuai dengan standard kalau memang ingin baik jangan setengah-setengah. Pemkot diharapkan mampu menertibkan sejumlah bangunan liar yang berada di atas Setu Tipar,” tegasnya.

Mengenai permasalahan batas Setu Tipar yang bersentuhan dengan Pemerintah DKI Jakarta, Wahyudi menganjurkan agar menghidupkan atau mengoptimalkan kembali badan kerjasama antar provinsi.

Memperjuangkan

Sementara itu Kepala Bidang Sumber Daya Air (Kabid SDA) Dinas PU Welman Naipospos mengatakan pihaknya akan memperjuangkan mengenai status dan batas wilayah setu sehingga lebih jelas.

Ketika ditanyai mengenai keberadaan sebuah rumah contoh di lokasi, Welaman menegaskan bahwa pihaknya tidak akan memberi rekomendasi karena jelas bahwa secara fungsi dan letak geografis kebaradaan bangunan tersebut berada di atas lahan setu.

Mengenai hak guna bangunan, Welman juga tidak akan memberikan rekomendasi kepada pengembang atau pihak manapun dan meminta kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak mensertifikasikan hak guna bangunan sebelum adanya izin dari pemerintah pusat karena kewenangan terhadap lahan setu ada di pemerintah pusat dalam hal ini adalah BPN dan Departemen Pekerjaan Umum.

“Tugas dan tanggung jawab Dinas PU hanyalah menjaga kelestarian dan memelihara lingkungan sekitar setu agar tidak tercemar,” tandas Welaman.

Tolak izin pembangunan di lahan setu. Pemkot: Setu milik pusat

Monitor Depok, 22 Februari 2008

KOTA KEMBANG, MONDE: Menyikapi adanya proses jual beli terhadap lahan setu, Ketua FPAN DPRD Depok Hasbullah Rahmad dengan tegas meminta Pemkot mengusut tuntas masalah tersebut.

Dia menjelaskan secara de facto kewenangan terhadap pengelolaan setu ada di pihak Pemkot Depok sehingga hal itu juga menjadi tanggung jawab Pemkot terhadap aset negara. “Lahan yang diperjualbelikan itu kan sifatnya masih sengketa, belum tahu keberadaan pemiliknya. Hal itu yang mesti disikapi terutama terhadap status lahan tersebut, kalau memang diperjualbelikan ini berarti menyalahi aturan,” tegasnya.

Untuk itu dia secara tegas menolak pemberian izin kepada pengembang atas lahan setu yang dinilainya masih bermasalah. “Ini merupakan aset yang mesti dijaga dan diawasi oleh Pemkot, bukan berarti cuci tangan terhadap masalah ini.”

Hasbullah juga mengimbau Badan Pertanahan Nasional (BPN) segera meninjau ke lapangan dan mengusut keterkaitan pengeluaran sertifikat terhadap lahan itu.

“BPN juga harus jeli melihat permasalahan ini, jangan sampai nantinya persoalan berkembang secara meluas yang dampaknya merugikan masyarakat langsung,” ucapnya.

Lebih lanjut Hasbullah menjelaskan terhadap aset negara ada aturan yang mengikatnya dan tidak dengan sembarangan serta semena-mena mengalihkan fungsi dasar dari aset tersebut.

“Ini tidak hanya terjadi di satu setu saja, tetapi hampir di semua setu yang ada di Depok semakin menyempit, karena fungsinya hilang dan tidak ada ketegasan dari pihak terkait, sehingga dikhawatirkan fungsi resapan air di Depok semakin punah,” ucapnya.

Berkoodinasi

Hasbullah memberikan rekomendasi kepada Komisi A untuk mengkaji terhadap persoalan aset tersebut. “Kepada pihak yang paham betul terhadap sejarah lahan setu itu diharapkan dapat berkoordinasi dengan bagian perlengkapan Pemkot Depok”.

Sementara itu Kepala Bagian Perlengkapan Pemkot Depok, Ratna Handayani mengatakan, lahan setu bukan kepunyaan Pemkot Depok dan tidak ada dalam daftar aset yang dimiliki Pemkot.

“Itu semuanya (lahan setu-Red) merupakan kepunyaan pemerintah pusat. Tidak hanya di Depok, tapi di seluruh Indonesia lahan setu itu merupakan milik pemerintah pusat,” kata Yani, panggilan akrabnya.

Menurutnya, jika selama ini terjadi proses jual beli terhadap lahan setu, sama sekali tidak melibatkan Pemkot. “Setiap dinas dan instansi kan memiliki tugas dan kewenangan masing-masing. Jadi Pemkot tidak mungkin memperjualbelikan aset yang bukan miliknya,” kata Yani.

Dalam permasalahan lahan setu, kata Yani, kewenangan Pemkot hanya dalam hal pemeliharaan dan pelestarian. “Kalau tugas pemeliharaan dan pelestarian itu ada di Dinas Pekerjaan Umum. Silahkan tanyakan ke sana. Saya nggak berwenang menjawab hal itu,” jelasnya.

Sebelumnya Kepala Bidang SDA Dinas PU Kota Depok, Welman Naipospos menjelaskan, instansinya hanya merupakan pelaksana teknis dalam hal pengelolaan setu. “Dinas PU sama sekali tidak berwenang menangani masalah status tanah,” ujarnya.

Dinas PU pun menurut Welman, selama ini tidak pernah memberikan rekomendasi untuk menjual lahan setu. “Kalau mau lebih jelas tentang status tanahnya, tanyakan saja ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Mereka yang lebih paham,” ujar Welman.

Usut jual beli lahan setu, Legislatif minta ketegasan Pemkot

Monitor Depok, 21 Februari 2008

BALAIKOTA, MONDE: Kalangan legislatif mendesak Pemkot Depok bertindak tegas terhadap dugaan praktek jual beli lahan Setu Tipar, Cimanggis dan Setu Pasir Putih, Sawangan kepada pengembang.

Indikasi praktek jual beli lahan tersebut, menurut Wakil Ketua Komisi C DPRD Depok Wahyudi didasari atas laporan secara lisan dari masyarakat yang disampaikan ke Komisi C. “Ini merupakan kelalaian Dinas PU yang tidak cepat mengatasi hal itu dalam mempertahankan keberadaan setu. Seharusnya mereka cepat tanggap,” tegas Wahyudi, kemarin.

Kalau memang terjadi, kata dia, maka dikhawatirkan fungsi setu sebagai resapan air akan hilang dan ke depannya berdampak pada bencana banjir baik Jakarta maupun Depok sendiri.

“Ini nggak bisa dibiarkan. Setu itu harus dikembalikan fungsinya, karena ini akan berakibat buruk apabila nantinya dibangun perumahan. Kelestarian alam juga ekosistem di sekitar setu akan hilang, lalu fungsi resapan air semakin menipis,” ucapnya.

Untuk itu, Wahyudi mengungkapakan Komisi C akan mengagendakan pertemuan dengan Dinas PU membahas masalah tersebut. Menurutnya hal ini tidak bisa dibiarkan lebih jauh karena nantinya masyarakat sendiri yang akan dirugikan dari dampak hilangnya fungsi setu.

Sementara itu Kepala Bidang Sumber Daya Air (Kabid SDA) Dina PU, Welman Naipospos saat dihubungi mengatakan persoalan jual beli lahan setu kepada pengembang atau pihak manapun, termasuk persoalan status tanah setu, kewenangannya tidak berada di Dinas PU.

“Dinas PU dalam hal ini bidang sumber daya air hanya sebagai pelaksana teknis. Kita sama sekali tidak berwenang dalam menangani masalah status tanah,” kata Welman.

Dia mengungkapkan, kewenangan terhadap lahan setu ada di pemerintah pusat. “Pemerintah pusat dalam hal ini adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Departemen Pekerjaan Umum. Tugas dan tanggung jawab Dinas PU hanyalah menjaga kelestarian dan memelihara lingkungan sekitar setu agar tidak tercemar,” katanya.

Welman menuturkan, ketika terjadi pengalihan lahan, misalnya berupa Hak Guna Usaha (HGU) lahan di setu, Dinas PU hanya memberikan rekomendasi, bukan mengeluarkan kebijakan. “Tapi selama ini kami tidak pernah mengeluarkan rekomendasi seperti itu kepada BPN, misalnya untuk menjual lahan setu,” jelasnya.

Dia juga mengimbau bila ada lahan setu yang berlaih fungsi agar dikembalikan ke fungsi awalnya, yaitu sebagai daerah penampung dan resapan air.

Januari 2008

Kanal Banjir Margonda disegel, Dinas PU Depok: Harus dibongkar

Monitor Depok, 8 Januari 2008

KEMIRIMUKA, MONDE: Proyek pembangunan Kanal Banjir Margonda yang melintasi RW 05 Kelurahan Kemirimuka, Beji disegel warga karena dinilai asal-asalan terutama pengerjaan kembali Jl Karet yang gampang hancur.

Sementara itu Kabid Sumber Daya Air Dinas PU Depok, Welman Naipospos mengakui proyek pengerjaan di Jl Karet tersebut akan dibongkar dan dibangun ulang. “Ya… kontraktor proyek itu harus mengerjakan ulang karena sudah tidak sesuai bestek,” ujarnya kemarin.

Proyek Kanal Banjir Margonda tahap kedua ini sepanjang 282 meter dengan dana Rp764.802.000 dari dana APBD Kota Depok, yang dimaksudkan untuk memperlancar aliran air.

Masa pengerjaan selama 56 hari hitungan kalender, terhitung mulai 23 Oktober 2007 sampai 17 Desember 2007. Pelaksana CV Karya Sudi Jiwa, konsultan pelaksana CV Tri Dewi Prakarsa dan konsultan pengawas PT Panca Gagas Cipta.

Pantauan Monde kemarin menunjukkan, ratusan warga dari RW 1, RW 5 dan RW 20 menyegel mobil beko proyek tersebut dengan menempelkan papan triplek bertuliskan Dilarang melanjutkan pekerjaan!!! Pertanggungjawabkan yang sudah. TTD Warga.

Proyek ini memasang polongan (gorong-gorong) besar di bawah ruas jalan, dari arah Margonda-samping Margo City sampai bantaran kali Ciliwung. Untuk pengerjaannya jalanan dibongkar terlebih dulu untuk kemudian jalanan dibangun kembali.

Ketika proyek belum rampung semua, warga kecewa atas pengerjaan kembali jalanan tadi yang kualitasnya buruk. Jalanan lembek dan bila dilintasi kendaraan langsung bergelombang dan rusak.

Perbaiki jalan

Warga lantas menuntut proyek ditunda sebelum pengerjaan yang lama dituntaskan dengan baik. “Bagusin dulu jalanan! Seperti sediakala!” tuntut sejumlah warga.

Ahmad Taufik, warga RT 02/05 Kelurahan Kemiri Muka, Beji menilai pekerjaan tidak benar.

“Emang dari awalnya udah nggak benar kerjanya…Lihat aja, atasnya bergelombang gini, gimana bawahnya. Jangan-jangan air bukannya turun ke kali tapi balik arah…..” ujarnya kesal.

Ahmad yang rumahnya persis di pinggir jalan mengaku sering terlibat adu mulut dengan pihak pelaksana. “Saya sering ngotot-ngototan dengan mereka. Habisnya nggak benar. Kami juga suka pembangunan tapi yang benar dong kerjanya…Jangan jalanan yang awalnya bagus, sekarang jadi jelek begini.”

Tuntutan warga, menurut Ahmad, jalanan yang gorong-gorongnya sudah dipasang, dibenahi dulu seperti semula. Setelah itu boleh melanjutkan pekerjaan. “Dibagusin dulu jalanan yang lembek gini. Mereka itu kerjanya kayak buru-buru, mau untung aja sih!”

Informasi lain yang berkembang bahwa warga yang ditunjuk jadi pengawas pembangunan dibayar sehingga balik berpihak ke pelaksana proyek. “Ada warga yang jadi pengawas tapi malah jadi aneh, banyak yang bilang mereka di bayar…” kata sumber Monde yang tidak bersedia menyebutkan namanya. “Lihat aja kenyataannya!”

Tokoh masyarakat Jl Karet, Sultoni menambahkan perbaikan jalan dan drainase justru membuat jalan semakin rusak. “Sebelum dilakukan perbaikan, jalan ini bagus. Tapi setelah diperbaiki malah semakin rusak. Aspalnya lembek, di bagian tengah jalan bergelombang hancur.”

Terpisah, supervisor enginerring Konsultan Pengawas PT Panca Gagas Cipta, Sahrizal menyatakan kesediaannya memperbaiki jalan seperti semula. Namun dia bersikukuh bahwa tidak ada yang salah dalam pelaksanaan pekerjaan.

“Jalan jadi rusak karena kondisi waktu itu hujan. Posisi pergerakannya geser karena curah hujan terlalu tinggi. Hari ini [kemarin-red] akan langsung action..” kata Sahrizal didampingi rekannya Bakri.

Meski begitu Kasie Pembangunan Dinas PU Kota Depok, Dadan Rustandi menilai pekerjaan memang tidak becus. “Ini udah nggak bener, harus dibangun ulang. Kami tidak terima pekerjaan seperti ini. Harus dibongkar dan dibangun ulang!” katanya ke pihak konsultan pengawas di hadapan Monde.

Ditanya sanksi apa buat pelaksana, Dadan mengaku bukan kuasanya. “Kalau sanksi wewenang kepala dinas, bukan wewenang saya…”

Bangun ulang

Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas PU Kota Depok, Welman Naipospos, setelah melakukan pengecekan di lapangan mengakui hasil pekerjaan memang buruk dan melanggar bestek yang sudah ditetapkan.

“Dinas PU sudah memerintahkan kontraktor pelaksana proyek dari CV Karya Sudi Jaya untuk memperbaiki. Tapi kami juga inta masyarakat tidak menghalangi. Tolong beri kesempatan. Kalau dihambat tentu pemborong tidak bisa memperbaiki,” ujarnya.

Seluruh jalan atau drainase yang sudah diaspal sepanjang 200 meter, lanjut Welman, harus dibongkar dan diaspal ulang. Jika tidak, Dinas PU mengancam tidak akan memberi 30% sisa dana proyek sebesar Rp700 juta tersebut. “Tidak ada dana tambahan dari Pemkot Depok, kontraktor harus mengeluarkan uang sendiri. Toh 70% dari nilai proyek itu sudah dibayar kok.”

Welman menambahkan, kontraktor diberi waktu paling lambat seminggu ke depan untuk mengerjalan kembali proyek tersebut. Dia mengakui, ada keterlambatan karena kondisi cuaca tidak mendukung sehingga pengerjaannya terkesan tergesa-gesa. “Tapi kalau sudah menyalahi bestek, kami tidak bisa terima. Mereka (kontraktor-Red) harus membongkar ulang dan memperbaiki.”

Menurut Welman, pihaknya sudah menghubungi pimpinan CV Karya Sudi Jaya yang mengaku siap memperbaiki kembali dengan catatan mendapat dukungan warga. “Jika tidak, maka kontraktor akan diberi sanksi tegas dan dipikirkan keberadaannya dalam proyek selanjutnya.”(wen/m-5)

Desember 2007

Sampah numpuk di Setu Pengarengan. PU-CV Lila Mandiri bersihkan…

Monitor Depok, 11 Desember 2007

BALAIKOTA, MONDE: Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Depok menjamin sampah lama yang di Setu Pengerengan/Telaga RRI Kelurahan Cisalak, Kecamatan Sukmajaya, akan dibersihkan dan diangkut…

“Satu hari 2 kali sampah itu diangkut PU. Pemborong (CV Lila Mandiri) juga melakukan hal yang sama, sampah lama diangkut dari setu untuk mengurug daerah cekungan di sekitar setu,” ujar Kabid Sumber Daya Air PU, Welman Naipospos, didampingi Kasi Pembangunan PU Dadan Rustandi, kemarin.Setelah meninjau lokasi, Dinas PU sudah meminta kepada pemborong membuat cerucuk sebagai penahan sampah agar tak masuk lagi ke setu dan mengalir ke Kali Jantung yang melintasi komplek Taman Duta.Welman pun mengatakan pengerukan sebagai normalisasi fungsi setu dilakukan dengan kedalaman cukup, sehingga mampu menjadi penampung debit air dalam skala besar.

“Ini pertanda Pemkot Depok peduli terhadap keberadaan setu, sehingga mampu berfungsi optimal…” katanya, meski diakuinya Pemkot terkendala keterbatasan dana.Selain itu, Dadan Rustandi menambahkan Setu Pengarengan bila normal kembali, juga berpotensi dijadikan kawasan wisata air… Setu ini, katanya, juga mampu menjadi kawasan resapan, yang bermanfaat bagi masyarakat Depok dan sekitarnya.Welman mengatakan Pemkot berusaha mengajak kepedulian Pemprov Jabar dan pemerintah pusat, sehingga akhirnya sejumlah setu mampu ditata ulang misalnya Setu Pedongkelan (APBN) dan Setu Citayam (APBD Jabar).

Sementara itu setu yang dinormalisasi dengan menggunakan dana APBD Depok a.l Setu Pladen, Setu Pengarengan/Telaga RRI.

Terkait dengan Setu Pengarengan, Welman menjelaskan bahwa areal seluas 3 ha sudahd dinormalisasi. Setu itu nanti memiliki kedalaman 2,5 m, sehingga mampu menampung air limpasan dan curah hujan yang tinggi.

“Setelah pekerjaan selesai sebanyak 60.000 m3 air akan tertampung di setu Pengarengan,” terangnya. Tampungan air itu berlangsung saat hujan diperkirakan mencapai 2 jam.Ia pun menghargai keinginan Pokja Setu Pengarengan, yang ingin membuat jaring pengaman, agar sampah tak masuk setu. “Ide itu sejalan dengan ide PU,” tandas Welman.Terkait akan datangnya musim hujan, Welman Naipospos menegaskan, warga diimbau seyogianya tidak membuang sampah sembarangan. “Apalagi ke kawasan setu karena hal itu akan mengurangi debit air yang masuk ke setu. Selama ini, sampah yang masuk setu di antaranya sampah rumah tangga.”(sud)

November 2007

Pembangunan fisik di Depok, DPU temukan penyimpangan bestek

Monitor Depok, 30 November 2007

BALAIKOTA, MONDE: Kepala Dinas PU Herman Hidayat tidak menampik ada sejumlah proyek di Depok yang tengah dikerjakan kontraktor terjadi penyimpangan lantaran tidak sesuai dengan bestek.

Namun sejauh ini, Dinas PU belum melangkah lebih jauh terhadap kasus-kasus yang dilaporkan warga, namun terlkebih dahulu mengecek ke lapangan. Proyek yang menyimpang dari bestek diantaranya penurapan di Kelurahan Bojong Sari baru, pengerjaan jalan lingkungan di Beji dan lainnya.

“Jika memang ada yang tidak beres, pasti Dinas PU akan memerintahlan untuk memperbaikinya. Di Beji kami menemukan ada pengerjaan jalan lingkungan yang seharusnya diperbaiki sepanjang 350 meter, ternyata hanya dikerjakan 200 meter. Untuk hal seperti itu, kami langsung memerintahkan itu diperbaiki,” ujar Herman kepada Monde, kemarin.

Dia pun tidak membantah bahwa mungkin saja ada proyek-proyek lain yang tidak dikerjakan sesuai bestek oleh kontraktor. “Tapi seperti yang saya katakan, jika Dinas PU menemukan hal seperti itu, kontraktornya pasti akan diperintahkan untuk memperbaiki,” demikian Herman.

PembongkaranTerpisah, Kepala Bidang Sumber Daya Air (Kabid SDA) Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Depok, Welman Naipospos membantah bahwa pembongkaran turap yang dianggap menyalahi bestek di Kelurahan Bojongsari Baru dilakukan masyarakat.

“Pembongkaran itu dilakukan Dinas PU sendiri, karena kami menemukan kontraktor telah melanggar apa yang seharusnya dilakukan. Karena itu kami perintahkan dibongkar untuk dibangun ulang,” ujar Welman.

Sebelumnya dalam Monde Kamis (29/11), diberitakan puluhan warga Kelurahan Bojongsari Baru, Sawangan melakukan pembongkaran terhadap proyek turap saluran air Kali Serua, lantaran tidak sesuai bestek.

Pembongkaran dilakukan puluhan warga dan anggota LPM, disaksikan pihak Kejaksaan Negeri, Dinas PU, serta tokoh masyarakat setempat dan perwakilan kontraktor.Menurut Welman, Dinas PU mempunyai pengawas di lapangan yang selalu mengecek pembanguan proyek.

“Mungkin ini salah satu kelalaian pihak konsultan, sehingga proyek dibangun tidak sesuai bestek. Karena itu Dinas PU segera memerintahkan untuk dibongkar dan dibangun baru kembali,” tuturnya.Welman menegaskan untuk kasus-kasus seperti itu, tidak ada istilah memberi peringatan kepada kontraktor. “Kalau sudah salah, ya langsung dibongkar. Kemudian bangun lagi sesuai yang ditetapkan,” ujarnya.

Konsultasi

Lebih lanjut Welman mengatakan Dinas PU dari awal sudah memberikan semacam pembekalan kepada kontraktor agar pada saat bekerja harus sesuai dengan bestek, dan selalu berkonsultasi dengan pihak konsultan dan pengawas.

Dia mengatakan bahwa kasus pembangunan yang tidak sesuai berstek tersebut baru ditemukan di daerah Bojongsari Baru. “Tapi tidak tertutup kemungkinan, jika ditemukan kasus serupa, dimana proyek dikerjakan tidak sesuai bestek,” tuturnya.

Welman pun menghimbau kepada para konsultan dan supervisor di lapangan untuk lebih mengawasi pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor. “Kuncinya ada pada konsultan, mereka harus bekerja dengan baik karena mereka dibayar,” ujar Welman.Terlebih menurutnya, semua pengerjaan proyek saat ini harus dilakukan dalam tenggat waktu yang singkat, yaitu pertengahan Desember mendatang.

“Pokoknya konsultan dan kontraktor harus mengeluarkan tenaga ekstra, tapi harus sesuai dengan bestek yang telah diatur,” ujarnya.(m-5)

Pinggiran Kali Krukut dirazia, Bangunan liar dibongkar

Monitor Depok, 30 November 2007

MAMPANG, MONDE: Aparat gabungan dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Depok, kemarin membongkar puluhan gubuk dan bangunan liar yang berdiri di pinggiran Kali Krukut sepanjang Jl Pramuka Kelurahan Mampang.

Pembongkaran tersebut dipimpin langsung oleh Kabid Sumber Daya Air Dinas PU, Welman Naipospos. Pembongkaran berlangsung aman dan lancar tanpa mendapat perlawanan dari pemilik bangunan.Bahkan, para pemilik bangunan dengan sukarela mengangkat dan memindahkan barang-barangnya dan ikut membongkar bangunan yang telah lama ditempati tersebut.Namun saat aparat Satpol PP menghancurkan sebuah tembok, dua orang pemilik bangunan liar di pinggir Kali Krukut itu protes. Mereka merasa peringatan yang diberikan pemerintah terlalu cepat sehingga tidak sempat untuk berkemas-kemas.“Bagaimana kami bisa pindah jika peringatan baru diberikan Kamis pagi. Siangnya langsung dilakukan pembongkaran. Kami mau mencari tempat pindah ke mana,” keluh Ucok, seorang pemilik tambal ban di tempat itu.

Dia pun ngotot tidak mau pindah karena menurutnya aparat kelurahan masih memberinya waktu hingga Senin pekan mendatang. “Kalau bangunan saya dibongkar sekarang, kemana mau diangkat barang-barang saya itu. Termasuk kompresor yang sangat berat itu, siapa yang mau mengangkat,” kata Ucok.

Keluhan senada diungkapkan Budi, salah seorang pemilik bangunan yang juga keberatan bangunannya dibongkar. “Saya tau ini tanah negara. Dan saya juga tau bahwa dilarang mendirikan bangunan di sepanjang kali ini. Namun seharusnya pemerintah punya hati nurani dan memberi kami waktu untuk pindah. Masak tadi pagi baru diberi peringatan siangnya udah dibongkar,” tuturnya.

Jangan pilih kasih

Melihat ada pemilik bangunan yang tidak mau dibongkar, pemilik bangunan lainnya langsung bereaksi. Mereka bersorak dan berteriak meminta aparat untuk tidak pilih kasih.

“Pokoknya kalau satu bangunan dibongkar, bangunan lain juga harus dibongkar. Kami yang sudah puluhan tahun mendirikan bangunan di sini sama sekali tidak menolak. Kenapa mereka yang baru tinggal beberapa bulan malah nggak mau,” ujar Ratna, pemilik warung nasi yang bangunannya ikut dibongkar petugas.

Menurut dia, dari dulu pemilik bangunan liar tersebut memang telah diingatkan oleh Lurah Mampang, bahkan mereka sempat membuat perjanjian di atas segel, bahwa para pemilik bangunan tersebut tidak akan meminta ganti rugi jika bangunannya dibongkar, karena memang tanah tersebut milik negara.

“Saya ikhlas bangunan saya dibongkar. Tapi kalau memang tanah ini akan dimanfaatkan oleh pemerintah. Kalau ada pilih kasih dalam pembongkaran ini, misalnya satu bangunan dibongkar sedangkan yang lainnya tidak, maka kami akan mendirikan kembali bangunan di tempat ini,” tutur Ratna.

Sementara itu Welman Naipospos yang memimpin langsung pembongkaran tersebut mengatakan bahwa pembongkaran terhadap bangunan liar tersebut dilakukan semata-mata untuk mengantisipasi terjadinya banjir.

“Wilayah Jl Pramuka ini setiap tahunnya merupakan daerah langganan banjir. Karena itu kami lakukan pembongkaran bangunan liar di tempat ini, untuk kemudian dibenahi agar banjir tidak terjadi lagi di tahun-tahun mendatang.”

Selanjutnya di tempat tersebut, menurut Welman, akan dibangun taman dan ditanami pohon-pohon agar nanti dapat menjadi daerah resapan air.

Selanjutnya Dinas PU juga akan membongkar semua bangunan yang ada di pinggir kali seperti di Jl Raya Citayam, Jl Raya Bogor, Jl Raya Tanah Baru. Hal ini untuk mengatasi bencana yang sewaktu-waktu terjadi seperti banjir dan tanah longsor.(m-5/m-10)

Teknis pelarangan real estate di kawasan resapan air belum jelas

Monitor Depok, 2 November 2007

BALAIKOTA, MONDE: Teknis untuk tidak mengeluarkan izin pengembangan real estate baru didaerah kawasan resapan air oleh pemerintah pusat kepada setiap pemerintah daerah hingga kini belum jelas.

Menurut Kabid Sumber Daya Air (SDA) Dinas PU Depok, Welman Naipospos teknis pelarangan itu seperti apa hingga kini belum jelas.

“Kita belum tahu teknis pelaksanaannya nanti seperti apa, dan bagaimana mekanisme proseduralnya, karena kita juga takut salah bila belum ada teknis yang jelas,” tutur Welman kepada Monde, kemarin.

Pelarangan tersebut muncul setelah pemerintah pusat melalui Departemen Pekerjaan Umum memerintahkan kepada setiap Pemda untuk tidak mengeluarkan izin pengembangan real estate baru didaerah kawasan resapan air dan lahan subur untuk penataan kembali fungsi tata ruang yang telah rusak.

Sementara itu, untuk pengembangan real estat yang telah terlanjur diberi izin di willayah tersebut akan dilihat kembali proses mendapatkan perizinannya.

Menurut Welman, pihaknya selama ini sudah merekomendasikan secara teknis setiap dalam pembangunan bangunan untuk dibuat suatu peil (elevasi-red) banjir, sehingga penanganan resapan air dapat teratasi.

“Kepada setiap developer kita selalu berikan rekomendasi untuk membuat suatu peil banjir, dan itu harus. Sedangkan kita juga anjurkan untuk setiap rumah membuat satu sumur resapan,” jelasnya.

Ia juga menambahkan setiap SDA di dinas terkait masing-masing memilki system sendiri, sehingga dalam melakukan koordinasi masih ada terpentok masalah system tersebut.(m-4)

Juli 2007

Tanggul Kali Angke jebol, Vila Pamulang terancam banjir

Monitor Depok, 2 Juli 2007

PONDOK PETIR, MONDE: Akibat sering dilewati truk-truk bermuatan pasir, tanggul penahan bahu jalan Kali Angke di Vila Pamulang jebol, akhir pekan lalu.

Selain tak sanggup menahan beban, jebolnya tanggul juga disebabkan gerusan air yang sangat deras. Tanggul jebol sepanjang 10 meter dengan kedalaman dua meter.

Kondisinya kini sangat membahayakan pengguna jalan terutama anak-anak lantaran tidak ada pembatas kali dengan jalan tersebut. Selain itu mengancam terjadinya banjir di wilayah Vila Pamulang yang berpenduduk cukup padat.

“Dari dulu memang keadaan tanggul di Vila Pamulang sangat mengkhawatirkan sehingga sering banjir,” kata Trisno Supriyanto, Lurah Pondok Petir kepada Monde, kemarin.

Lantaran itu, warga sekitar, kemarin bergotong-royong menimbun tanggul jebol tadi dengan karung berisi pasir hingga untuk sementara dapat menahan gerusan air sebelum ada perbaikan dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Depok.

Menurut Trisno ada beberapa titik yang rawan jebol sehingga patut jadi perhatian warga terutama Vila Pamulang yang kemungkinan terkena dampak paling besar.

Pada musim hujan lalu, air kali meluap lantaran curah hujan yang cukup tinggi.

“Sedikitnya ada 200 rumah di Vila Pamulang yang terancam banjir jika tidak dilakukan perbaikan segera dan mengingat banyaknya titik yang rawan,” jelas Trisno.

Trisno menambahkan ada sekitar tujuh titik yang rawan karena telah mengalami keretakan bahkan air kali juga merembes. Jika hujan terus terjadi, Kali Angke tak mampu lagi menampung.

Saluran alternatif

Untuk itu Dinas PU diharapkan segera membuat saluran alternatif guna mengalihkan debit air. Dengan demikian aliran air tidak masuk Kali Angke semuanya sehingga luapan air yang membanjiri perumahan bisa diminimalisasi.

“Saya telah lapor kea Kabid Sumber Daya Air Dinas PU Welman Naipospos untuk segera ditangani. Saat itu Pak Welman berjanji segera bertinda secepat mungkin,” ungkap Trisno.

Kasie Pembangunan Kelurahan Pondok Petir, Bahrudin menambahkan tanggul jebol ini diperparah dengan robohnya bambu di samping kali. “Keberadaan akar bambu itu telah menghambat arus air sehingga sangat mengganggu kelancaran air.”

Maka dari itu, warga RW 12 berupaya mengangkat akar bambu agar tidak membahayakan ketika hujan turun. Warga yang berdekatan dengan lokasi jebolnya tanggul juga khawatir tanggul yang jebol terus melebar.

“Yang lebih mengkhawatirkan, dengan beban jalan yang sering dipergunakan sebagai jalur truk pengangkut pasir kerusakan terutama melebarnya tanggul yang jebol semakin cepat.”

Warga meminta instansi terkait segera melakukan tindakan guna mengatisipasi bahaya lebih besar.

Sementara itu, dari rekapitulasi anggaran Dinas PU bidang Sumber Daya Air sebenarnya telah mengalokasikan dana Rp425 juta bagi penurapan dan normalisasi Kali Angke di Vila Pamulang dan pembuatan drainase pembuang.(m-8)

Margonda digerojok Rp6,5 miliar, Akan dipakai pelebaran jalan & drainase

Monitor Depok, 25 April 2007

DEPOK, MONDE: Banjir dan macet kerap mewarnai ruas Jl Margonda Raya. Pemprov Jabar dan Pemkot Depok menyiapkan dana sedikitnya Rp6,5 miliar untuk mengatasinya.

Provinsi Jabar mengalokasikan Rp1,5 miliar untuk memperbaiki drainase, sementara Pemkot Depok mengalokasikan Rp5 miliar, untuk pelebaran, termasuk drainase.

Anggota DPRD Jabar Beni Bambang E mengungkapkan Pemprov memberikan Rp1,5 miliar kepada Depok, untuk perbaikan drainase Jl Margonda Raya. “Harapannya agar banjir bisa diatasi, dan Margonda pun terbebas banjir…” katanya kepada pers, kemarin, di sela-sela pertemuan Forum Cinta Ibu di RM Kuring.

Margonda, katanya, menjadi prioritas perhatian Pemprov, selain wilayah Sawangan dan Limo. Kondisi di Margonda dinilai cukup parah.

Ia menilai infrastruktur jalan di Jabar secara umum masih sangat memprihatinkan, terutama di Garut Selatan, Pangandaran, Cianjur dan lainnya.

“Anggaran Rp360 miliar per tahun untuk infrastruktur jalan tidak cukup, hanya sebagian kecil saja bisa diatasi, sehingga banyak jalan berkondisi rusak,” papar anggota FPKS DPRD Jabar daerah pemilihan Depok itu.

Pelebaran

Terpisah, Kabid Bina Marga Dinas PU, Asep Suganda ketika dihubungi Monde mengatakan Pemkot Depok menganggarkan Rp5 miliar, untuk pembangunan dan pelebaran jalan dan drainase Jl Margonda.

Tapi dia tak merinci, berapa anggaran khusus drainase. “Kami belum bisa menjelaskannya, karena DED-nya belum dibuat. Anggaran Rp5 miliar itu sudah secara keseluruhan,” tuturnya.

Selain anggaran pemkot, Asep mengakui Pemprov Jabar juga memberikan bantuan untuk pembangunan drainase sebesar Rp1,5 miliar.

Ia menambahkan dalam pembenahan Jl Margonda secara teknis akan dibagi menjadi tiga zona. “ Tahun ini Pemkot akan membangun zona Selatan, dari Jl Kartini dampai Balaikota sepanjang 1,2 km,” kata Asep.

Kasi Pembangunan Sumber Daya Air Dinas PU, Welman Naipospos ketika dihubungi Monde menambahkan untuk menunjang pembangunan drainase utama Jl. Margonda Raya Dinas PU Kota Depok menganggarkan dana Rp850 juta.

“Anggaran ini akan dipergunakan untuk membuat saluran air yang menghubungkan antara Jl Margonda dengan sungai Ciliwung sebagai pembuangan akhir.”

Anggaran sebesar Rp850 juta itu, katanya, hanya untuk pembangunan drainase di Jl. Karet. Ia mengatakan dengan pembangunan drainese utama, air dari Jl Margonda dapat langsung dialirkan ke sungai Ciliwung.

“Selama ini drainase yang menghubungkan antara Margonda dengan Ciliwung kurang maksimal, ketika musim penghujan datang, sebagian ruas Margonda tidak ubahnya seperti sungai,” jelas Welman.

Dia menuturkan salah satu drainase yang akan dibangun adalah di Jl Karet Pondok Cina, tepatnya di samping Margo City. “Pembuatan drainase ini sebagian ditanggung Pemkot dan sebagian lagi ditangani Margo City.”

Selain di Jl Karet, Dinas PU juga telah membuat saluran pembuangan di depan Pesona Khayangan serta ITC. Kedua saluran tersebut telah tersedia dan sekarang tinggal menunggu ITC membuat crossing. Diharapkan dengan adanya saluran ini beban drainase Margonda bisa dikurangi.(dmr/m-8)

April 2007

Setu Depok dipoles, biaya Rp5,2 miliar

Monitor Depok, 11 April 2007

BALAIKOTA, MONDE: Pemkot Depok mengalokasikan Rp5,286 miliar untuk perbaikan setu serta sarana penunjang seperti outlet dan inlet. Program ini untuk mengatasi ancaman banjir Jabodetabek.

Pemerintah Pusat juga membantu Rp17,8 miliar untuk normalisasi setu di wilayah Depok.

Ada lima setu yang menjadi sasaran perbaikan pada 2007, yaitu Setu Pladen, Setu Pengasinan, Setu Gadog, Setu Pangarengan, dan Setu Cilodong. “Secara bertahap setu terus diperbaiki sehingga ancaman banjir berkurang,” jelas Welman Naipospos, kasi Pembangunan Bidang Sumber Daya Air Dinas PU Kota Depok, saat ditemui Monde kemarin.

Untuk perbaikan berupa pengerukan, perbaikan tanggul, jalan setapak, dan sempadan dianggarkan Rp2,675 miliar. Sasarannya Setu Pladen Rp500 juta, Setu Pengasinan Rp800 juta, Setu Gadog Rp325 juta, Setu Pangarengan Rp750 juta, dan Setu Cilodong Rp300 juta.

Sarana diperbaiki

Sedangkan perbaikan sarana penunjang outlet dan inlet meliputi 11 saluran dengan nilai anggaran Rp2,611 miliar. Program ini akan terealisasi manakala APBD 2007 dapat dicairkan. Ada kemungkinan pertengahan 2007 akan dilakukan.

Welman menambahkan, untuk normalisasi setu di Jabodetabek terutama di Depok memang wewenang Pemerintah Pusat berdasarkan UU No 74/2004 tentang Kewenangan Pengelolaan Setu, Anak Sungai, serta Sungai Ciliwung.

“Akan tetapi Depok sebagai wilayah yang ikut memanfaatkan maka harus ikut serta dalam pemeliharaan sehingga keberadaan setu tetap terjaga dengan baik,” jelasnya.

Jangan lantas ketika pengelolaan setu dibebankan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah tidak mau bertindak. Pemerintah Daerah juga memiliki kewajiban membangun karena memanfaatkan setu, apalagi setu-setu itu ada di Depok.

Selain Pemkot berperan melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai program rehabilitasi, Pemkot juga harus ikut andil merawat dan menjaga kelestarian setu. Lain halnya ketika berkaitan dengan masalah kebijakan atau status kepemilikan, sepenuhnya merupakan wewenang Pemerintah Pusat.

Selama ini dalam pemberitaan yang muncul selalu rehabilitasi dimana seakan-akan hanya dilakukan Pemerintah Pusat. “Jangan sampai ada anggapan Pemkot tidak peduli dengan setu di Depok, dengan anggaran ini maka membuktikan Pemkot juga peduli dengan kondisi setu,” jelas Welman.

Dengan program ini, ke depan semua peranan setu akan difungsikan lagi dan dikembalikan seperti semula. Jika tidak segera diambil tindakan maka keberdaan setu akan semakin mengkhawatirkan.

Untuk mengidentifikasi keadaan setu yang sebenarnya, Dinas PU Depok akan melakukan survei identifikasi ulang dengan pengukuran dan pemetaan. Jadi, dapat dikatakan identifikasi ini untuk pembaharuan data.

Saat ini rata-rata setu di Depok rusak parah sehingga tak mampu menampung air saat musim hujan. Menurut data yang ada, Depok memiliki 26 setu, tetapi kebanyakan telah rusak parah, bahkan ada yang berubah menjadi daratan.(m-8)

Desember 2006

Komisi C sidak pembangunan, Proyek di Depok minim sosialisasi

Monitor Depok, 13 Desember 2006

SUKMAJAYA, MONDE: Komisi C DPRD Kota Depok menilai pembangunan fisik di bawah koordinasi Dinas PU dan Distakotbang umumnya mengalami kekurangan seperti bahan yang digunakan tak sesuai prosedur dan sosialisasi masih minim.

“Kekurangan pembangunan fisik baik di Dinas PU atau Distakotbang, selain material tidak sesuai, juga sosialisasi masih kurang yang dilakukan pemborong,” kata Ketua Komisi C Siswanto di sela inspeksi mendadak komisinya ke proyek turap Kali Cikumpa Jl KSU (depan Rumah Makan Pondok Gurame), Senin.

Sidak Komisi C di proyek turap Kali Cikumpa senilai Rp177 juta tersebut untuk mengecek pelaksanannya, apakah sudah sesuai prosedur atau tidak.

“Kalau dilihat, pembangunan turap ini sudah sesuai prosedur yakni kedalaman dan bahan material yang digunakan. Sepertinya yang kurang hanya pekerja,” ujar Siswanto.

Lebih lanjut, dia mengatakan, sidak komisi yang dipimpinnya tersebut untuk mengkritisi dan memantau bahan bangunan yang digunakan, proses pekerjaan dan tenaganya mengingat terbatasnya waktu pekerjaan.

Sementara itu, Kabid Sumber Daya Air (SDA) Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Depok Welman Naipospos mengatakan pihaknya juga melakukan pengawasan dan penilaian terhadap pekerjaan suatu proyek.

“Kalau memang pekerjaannya tidak sesuai rencana maka kami bisa langsung minta memperbaiki dan menyesuaikan dengan rencana proyek yang diajukan. Bukan tak mungkin Pemkot tidak akan membayarnya kalau ternyata benar-benar tidak sesuai site plan.”(m-2)

Oktober 2006

Setu Cilangkap dibenahi

Monitor Depok,15 Oktober 2006

CILANGKAP, MONDE: Ketua kelompok kerja (Pokja) Setu Cilangkap yang juga Ketua RW 03 Kelurahan Cilangkap, Jubaidi, mengklarifikasi isi surat pembaca dalam rubrik Tanpa Sampul Monde yang mengatakan bahwa setu tersebut sedang diuruk.

“Tidak benar informasi yang menyebutkan bahwa setu diuruk. Setu tersebut hanya dirapikan oleh PT Telaga Permai,” kata Jubaidi.

Ia menambahkan, sebelum aktivitas yang dilakukan oleh PT Telaga, telah terjadi pendangkalan pada setu. “Apalagi kalau benar pengurukan, tanahnya dari mana? Tidak ada aktivitas truk-truk yang membawa tanah dari luar.”

Ketika alat berat berupa deco datang sekitar 22 September, Pokja Setu Cilangkap mengaku tak dapat berbuat banyak. Mereka hanya mendapat pemberitahuan bahwa PT Telaga Permai telah mempunyai ijin untuk aktivitasnya itu, namun Jubaidi juga mengakui tidak pernah melihat ijin tersebut secara langsung.

Jubaidi menyatakan telah melapor ke lurah untuk menindaklanjuti hal ini. Namun prinsipnya, Pokja setu tak ada masalah selama prosedur telah ditempuh, hanya saja perlu tahu mengenai kelanjutannya.

Terpisah, Lurah Cilangkap Afredi, ketika dihubungi Monde via telepon mengatakan tak mau banyak berkomentar soal ini. “Yang pasti karena ada aktivitas, kita sudah memberitahu, menegur dan melarang pangusaha, namun kita tak memiliki wewenang menghentikan aktivitas,” kata Afredi.

Ia juga mengatakan telah menerima surat dari PT Telaga Permai bahwa aktivitas tersebut adalah pembenahan setu. Sedangkan menanggapi masalah perizinan, lurah mengatakan bahwa hal itu merupakan wewenang Dinas PU Bidang Pengairan.

Sementara itu Plt Kasubdin Pengairan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Welman Naipospos, belum dapat dimintai keterangan karena HP-nya tidak aktif ketika dihubungi Monde.(m-5)

Tegang, pengumuman lelang proyek PU, Polisi & Pol PP jaga-jaga

Monitor Depok,3 Oktober 2006

BALAIKOTA, MONDE : Berbeda dari biasanya, kantor Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Depok dijaga ketat aparat keamanan dari kepolisian dan Satpol PP. Penjagaan dilakukan menyusul rumor bakal adanya protes keberatan menyusul telah diumumkannya pemenang tender proyek DPU.

Pemantauan Monde di lapangan kemarin, sedikitnya ada 7 aparat kepolisian dan 4 petugas Satpol PP berjaga-jaga di halaman maupun dalam kantor DPU. Tampak ramai oleh sejumlah kontraktor yang hendak melihat hasil tender, ada pula yang tampak tidak puas dengan hasil tender tesebut.

Bahkan di ruang masuk Plt Kepala DPU Herman Hidayat sudah antre menunggu giliran. Tak luput sejumlah pekerja media massa saling bergantian keluar masuk ruang sempit itu.

“Baru kali ini pengumuman tender DPU dijaga polisi,” celetuk seorang kontraktor yang enggan disebutkan namanya. Menurut dia, pemandangan seperti ini memunculkan banyak tanda tanya, dan kesannya menegangkan…

Ada apa gerangan, apa ada yang mau menyerang DPU ?

Herman Hidayat mengatakan untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan saat pengumuman pemenang 120 tender dari sekitar 167 proyek senilai lebih dari Rp47 miliar, DPU sengaja melibatkan pihak keamanan.

Yakni, kata Herman, 7 petugas dari Polsek Depok dan 4 petugas Satpol PP dikerahkan guna menjaga keamanan di sekitar kantor DPU Kota Depok.

Dia menjelaskan, draf pemenang 120 tender tersebut baru dipasang DPU pada Jumat malam (29/30). Karenanya, kata Herman, dapat dipastikan lebih dari 400 peserta tender /kontraktor baik lokal maupun luar Depok dalam waktu yang bersamaan akan melihat hasil tender.

Enam peserta kecewa

“Dalam satu proyek saja diikuti oleh setidaknya 6 peserta, maka bisa dipastikan akan ada 5 peserta yang akan kecewa. Sedang proyek yang ditenderkan sendiri sekitar 200-an karenanya untuk mengjaga keamanan dan mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan kami meminta bantuan petugas keamanan,” ujar Herman di ruang kerjanya pada wartawan, kemarin.

Syukurnya, Herman melanjutkan, kondisi keamanan pada hari pertama pengumuman aman terkendali. Menurut pejabat ini, “Kalau pun ada peserta proyek yang kecewa lantaran tidak terpilih menjadi pemenang itu ditunjukkan langsung dengan mendatangi dirinya.”

Herman mengaku, setidaknya ada tiga peserta lelang yang mendatanginya di ruang kerja guna meminta kejelasan mengapa tidak terpilih menjadi pemenang padahal sudah mengajukan nilai penawaran paling rendah.

“Saya jelaskan pemenang tender bukan saja berdasarkan harga penawaran terendah yang diberikan, tapi juga karena kelengkapan administrasinya. Keseluruhan peserta tender diberi waktu 5 lima sejak diumumkannya pemenang tender untuk menyanggah bila keberatan. Maka bila dalam waktu 5 hari tidak ada yang menyanggah maka dianggap semua setuju atas pengumuman tender,” paparnya panjang lebar,

Lanjutnya, 120 pemenang tender proyek tersebut yakni dari 31 proyek bina marga yang semula berjumlah 43 proyek, 50 proyek sumber daya air (SDA) dari jumlah proyek keseluruhan 56 dan 39 proyek cipta karya dari jumlah proyek keseluruhan 68.

Proyek Jl Sentosa

Dimana, kata Herman, yang menjadi pemimpin proyek dari tiga bidang proyek tersebut adalah Roni Ghufroni, Kasi Teknis Penyehatan Lingkungan & Sarana Air Bersih Bidang Cipta Karya untuk proyek cipta karya, Bahtera Sagara, Kasi Pembangunan Jalan dan Jembatan Bidang Bina Marga untuk proyek bina marga dan Welman Naipospos, Kasubdin Pengairan untuk bidang SDA.

Sementara itu, jelas Herman, DPU baru dapat kembali mengumumkan proyek yang lain esok (Rabu, 4 September 2006). Itupun, katanya, hanya untuk 38 proyek. “Sembilan proyek lainnya kan masih harus dilakukan tender ulang karena pada waktu lelang dilakukan peserta lelang tendernya kurang dari 3 peserta,” imbuh Herman.

Herman menambahkan, proyek nilai tender termahal berasal dari proyek drainase depan terminal sampai Sungai Ciliwung senilai Rp2,1 miliar, disusul proyek pembangunan jalan tembus Sentosa Raya-Juanda senilai Rp2 miliar.

“Proyek drainase dan jalan tembus Djuanda merupakan proyek yang paling mahal dan diperkirakan akan memakan waktu pengerjaan 2,5 bulan. Itu pun dengan catatan cuaca mendukung,” jelasnya lagi.

Sebelumnya diberitakan, Komisi C DPRD Depok yang melakukan pantauan saat lelang tengah berlangsung meminta Dinas Pekerjaan Umum (PU) mewaspadai kontraktor nakal yang cuma memperjual-belikan SPK (Surat Perintah Kerja) setelah pemenang tender diumumkan.

Hasbullah Rachmad (FPAN) yang datang bersama anggota Machruf Aman (FPG) Mazhab HM (FPB), Rintisyanto, Wahyudi (FPD), dan Jaya Laksana (FPKS) pada waktu itu menilai secara umum proses tender tahun ini di Dinas PU Depok berjalan lancar, tertib dan tanpa ekses. Bahkan saat SPH dilaksanakan di luar dan disediakan tenda bagi peserta. (Monde, 5 September 2006).(m-2)

Juli 2006

Hampir semua Setu di Depok rusak berat!

Monitor Depok, 25 Juli 2006

BALAIKOTA, MONDE: Ironis memang, sebagai salah satu kawasan resapan air dan penyangga ibukota dari ancaman banjir, hampir seluruh setu di seputar Depok kini dalam keadaan rusak berat.

Catatan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Depok menunjukkan dari 25 setu yang ada, 21 diantaranya berstatus rusak berat. Bahkan dua diantaranya sudah rata dengan tanah.

“Hal terjadi karena sebagian besar, bahkan hampir seluruh setu di Kota Depok mengalami pendangkalan,” jelas Plt. Kasubdin Pengairan Dinas PU Depok, Welman Naipospos, kemarin.

Pendangkalan itu, lanjutnya, disebabkan oleh banyak faktor. Muladi dari banyaknya sampah yang dibuang ke sungai atau saluran-saluran yang mengarah ke setu, pola aliran yang tidak bagus hingga harus ditata ulang sampai kepada sikap oknum masyarakat yang sengaja menumpuk sampah hingga lahan dijadikan tanah garapan.

Welman menambahkan, anggaran yang terbatas guna menjaga dan memperbaiki setu juga menyebabkan setu yang ada di Kota Depok kurang terurus gingga akhirnya rusak berat. “Untuk penanganan dan peremajaan setu butuh dana besar.”

Peremajaan satu setu, jelasnya, butuh biaya hingga Rp20 miliar. “Bisa dibayangkan berapa dana yang dibutuhkan untuk memperbaiki semua setu yang ada di Kota Depok.”

Karena itu dalam menangani permasalahan setu di Kota Depok perlu andil dan kerjasama serta komitmen bersama seluruh elemen termasuk warga Depok guna membuat kebijakan dan jalan keluar bersama.

“Jika tidak, akan sulit menerapkan antarkebijakan. Karena kan bisa saja kebijakan antar SKPD tumpang tindih hingga menyebabkan oknum warga bertindak seenaknya,” terang Wilman.

Ukur ulang

Untuk mengantisipasi agar tidak terjadi lagi kasus setu menjadi rata dengan tanah seperti di setu Krukut dan setu Cinere, dia mengusulkan beberapa hal a.l mengukur ulang dan membuat patok batas dan keterangan dan membuat sertifikasi atas tanah, lahan atau sungai dan setu milik pemerintah.

Hal ini terkait sikap dan tindakan sebagian warga yang seenaknya, bahkan mengklaim setu kadi lahan miliknya. “Dengan sertifikasi yang diharapkan bisa menjadi program nasional ini, tidak terjadi lagi warga yang memiliki sertifikat di atas milik pemerintah.”

Sementara itu guna membantu peremajaan setu, Dinas PU telah meminta bantuan Departemen PU untuk normalisasi setu Tipar seluas 4,8 haktare di Mekar Sari, Cimanggis. “Kami sendiri, baru bisa menormalisasi Setu Djuanda seluas 5 ha,” lanjut Welman.

Atas bantuan Departemen diharapkan mampu mengembalikan fungsi setu menjadi daerah resapan air dan tempat penampungan air.

“Kalau penanganan dan jumlah anggaran untuk setu masih sama hingga lima tahun mendatang, bisa dipastikan dalam lima tahun mendatang pula Depok tak lagi punya setu,” demikian Welman.(m-2)

Juni 2006

Dana normalisasi Kali Cina turun. LPM Pocin: Nominalnya kecil

Monitor Depok, 7 Juni 2006

PONDOK CINA, MONDE: Janji Pemkot Depok tentang program tanggap darurat untuk normalisasi dan memperbaiki titik-titik banjir di Kali Cina Kelurahan Pondok Cina Beji akan segera terlaksana.

Namun dana program tanggap darurat yang diberikan dinilai terlalu minim sehingga membuat LPM Pondok Cina (Pocin) khawatir pengerjaan tersebut tidak berjalan maksimal.

“Kepala Dinas PU (Oka Barmara) mengatakan bahwa dana untuk normalisasi dan perbaikan titik banjir sudah ada di Bagian Adpem (Administrasi Pembangunan) Depok,” ujar Kabid Sumber Daya Air Dinas PU Depok Welman Naipospos melalui telepon kepada Monde, kemarin.

Ia menambahkan, pihaknya akan segera menghubungi LPM Pocin untuk mengecek kebenaran dana tersebut, sekaligus mengambilnya untuk segera melaksanakan perbaikan dan normalisasi Kali Cina. “Perbaikan dan normalisasi Kali Cina akan segera dilaksanakan,” tegas Welman. Namun ia tidak bisa memastikan kapan secara pasti pelaksanaannya.

Sekretaris LPM Pocin, Munir mengatakan, dirinya telah menerima informasi bahwa dana normalisasi dan perbaikan titik banjir Kali Cina telah dialokasikan. “Dana sudah ada di Adpem, tapi dana tersebut hanya Rp30 juta-an. Tidak seperti yang kami ajukan,” keluh Munir.

Anggaran Rp85 juta

Proposal yang diajukan LPM Pocin untuk program tanggap darurat normalisasi dan perbaikan tiga titik banjir Kali Cina sebesar Rp85 juta. Dana sebesar itu menurutnya sudah sangat diminimalisasi mengingat program tanggap darurat tersebut untuk segera mengatasi banjir yang menimpa warga Pocin.

“Selisih terlalu jauh, saya khawatir tidak memadai dan tidak maksimal, Rp85 juta adalah hitungan minim,” tegasnya.

Munir mengaku takut jika masyarakat menuduh LPM Pocin bertindak curang dengan melihat hasil pengerjaan perbaikan dan normalisasi yang tidak beres. “Masyarakat dan panitia tahunya dana perbaikan dan normalisasi Kali Cina Rp85 juta, bukan Rp 30 juta-an.”

Sebelumnya koran ini memberitakan, LPM Pocin meminta program tanggap darurat normalisasi dan perbaikan Kali Cina segera direalisasikan untuk mengurangi banjir di kawasan itu.

Padahal sebelumnya Wakil Walikota Depok Yuyun Wirasaputra pernah berjanji akan melaksanakan program normalisasi dan perbaikan titik-titik banjir di Kali Cina, tapi sampai kemarin belum terealisasi (Monde, 5 Juni 2006).

Kali Cina dipakai sebagai saluran drainase Margo City Square membelah Kelurahan Pocin. Kondisi kali mengalami pendangkalan dan menyebabkan banjir di wilayah Pocin. Untuk menanggulangi hal itu, warga meminta dibuatkan saluran air pembagi di Jl Karet sampai sungai Ciliwung.(m-1)

Mei 2006

Penyempitan Situ Patinggi parah, Lira pertanyakan tindaklanjut Pemkot

Monitor Depok, 8 Mei 2006

MARGONDA, MONDE : Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dinilai belum melakukan tindakan kongkret untuk menyelesaikan kasus dugaan penjualan Situ Patinggi di areal Emeralda Golf, Tapos, Cimanggis.

Pemanggilan pihak Emeralda Golf (PT Karabha Digdaya) oleh Dinas PU beberapa waktu lalu dinilai tidak jelas. Dinas PU diminta kembali menindaklanjutinya sekalus mengumumkan hasilnya kepada masyarakat luas.

Hal itu diungkapkan Walikota Lumbung Informasi untuk Rakyat (Lira) Cahyo Putranto, kepada Monde, kemarin.

“Pemkot Depok, dalam hal ini Bidang SDA Dinas PU terkesan masih mengambang dan tertutup dalam mengambil tindakan,” ujar Cahyo.

Menurut Cahyo, hal itu terbukti belum ada tindak lanjut dari Bidang SDA, setelah memanggil pihak Emeralda Golf pada 18 April lalu. “Situ Patinggi tetap dikuasai penuh oleh pihak Emeralda Golf dan hasil dari pemanggilan tersebut juga belum disampaikan secara terbuka kepada masyarakat luas,” ujarnya.

Menurut dia, pernyataan Kabid SDA Dinas PU Welman Naipospos yang menyebutkan adanya penyempitan luas Situ Patinggi dari 6,4 hekatare menjadi 5,5 hektare menjadi bukti tidak terpantaunya situ itu oleh Pemkot.

“Karena kenyataan di lapangan luas situ Patinggi sat ini hanya tinggal pada kisaran sekitar 2,5 hektare –3,5 hektare saja,” ujar Cahyo.

Pertanyakan sanksi

Lebih lanjut, Cahyo mengatakan langkah yang diambil Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup (DKLH) dengan melakukan peninjauan dan menyampaikan suarat tertanggal 27 April no 660.1/523-DKLH perihal dokumen pengelolaan lingkungan kepada PT Karabha Digdata untuk segera membuat dokumen AMDAL diharapkan bukan tindakan sesaat.

“Teguran itu hendaknya menjadi awal baik untuk melakukan pendataan, teguran, penertiban, sanksi terhadap masih banyaknya perusahaan atau badan usaha du kota Depok yang belum memiliki dokumen AMDAL,” kata Cahyo.

Seperti diberitakan sebelunya, Lira menduga Pemerintah Kota Depok telah menjual aset negara berupa Setu Patinggi yang terlerak di Cimanggis kepada Emeralda Golf dengan developer PT Karabha Digjaya di masa kepemimpinan walikota sebelumnya. Pasalnya, menurut Lira, setu ini telah dikuasai oleh penuh oleh Emeralda Golf.

Pasalnya, berdasarkan data yang diperoleh Lira, pihak Emeralda awalnya telah mendapatkan surat izin pengelolaan dan pelestarian situ dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Cabang Dinas Bogor pada tahun 1996 degan surat no. 507/04/Air Cab.Bogor tertanggal 29 Januari 1996, ketika Depok masih di bawah kabupaten Bogor.(apk)

April 2006

Departemen PU sosialisasi di Depok, Cadangan air kian menipis

Monitor Depok, 23 April 2006

MEKARSARI, MONDE: Pemerintah tampaknya mulai gusar dengan semakin terkikisnya lahan resapan air mengingat cepatnya laju pembangunan pemukiman di kawasan Jakarta dan sekitar. Untuk mengatasi ancaman itu, maka Departemen Pekerjaan Umum melakukan program sosialisasi pembangunan sumur resapan.

Hal itu diungkapkan Suko Rahardjo, Kasubdit Bina Sumber Daya Air (SDA) Direktorat SDA Departemen Pekerjaan Umum, seusai melakukan sosialisasi sumur resapan di lingkungan Sekolah Dasar Mekarsari 2 Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Cimanggis, kemarin.

“Manfaat sumur resapan ini sangat penting, mengingat menurut penelitian kami, cadangan air kian menipis,” ujar Suko.

Dia mengatakan, sumur resapan adalah sumur buatan yang dapat menampung aor hujan akibat adanya penutupan tanah oleh bangunan, baik dari lantai bangunan maupun dari halaman yang diplaster, diaspal.

Untuk itu, kata dia, sumur resapan menjadi wadah menampung, menyimpan dan menambah cadangan air tanah serta dapat mengurangi limpasan air hujan ke saluran pembuangan dan badan air lainnya.”Sehingga dapat dimanfaatkan pada musim kemarau dan sekaligus mengurangi timbulnya banjir,” kata dia.

Tidak hanya itu, Suko menjelaskan, sumur resapan juga mampu melestarikan dan memperbaiki kualitas air tanah, membantu menanggulangi kekurangan air baku, mengurangi genangan akibat luapan aliran permukaan.

“Sekaligus melestarikan dan menyelamatkan sumber daya air untuk jangka panjang,” katanya.

Terkait sosialisasi di sekolah, Suko mengatakan hal itu merupakan program DPU untuk menumbuhkan kesadaran para insan pendidikan maupun siswa siswi untuk mengetahui sangat pentingnya manfaat air. “Diharapkan melalui program ini, para pendidik mampu melanjutkan pengetahuannya kepada para siswa dan siswi, termasuk cara dan proses pembuatannya,” ujarnya.

Dwi Puryanto, Kasi Wilayah Timur Direktoratr SDA Departemen PU menambahkan, cadangan air ini semakin menipis mengingat tingginya laju pembangunan. “ Perlu juga ada aturan yang mengatur tentang resapan air. Aturan itu telah diterapkan, salah satunya oleh Jakarta Selatan dengan peraturan daerah,” ujarnya.

Sementara itu Kabid Pengairan Dinas PU Kota Depok Welman Naipospos, di tempat yang sama, menyambut baik sosialisasi itu agar masyarakat menyadari manfaat air. “Jangan lihat air dari daya rusaknya, namun harus mengoptimalkan pemanfaatannya,” katanya.

Ditanya apakah Pemkot berencana memiliki Perda yang khusus mengatur resapan air, Welman menandaskan aturan secara khusus belum ada. Namun, Pemkot sudah menyisipkan rekomendasi tentang rumur resapan dalam izin pembangunan. (apk)

Soal dugaan penjualan Situ Patinggi, Emeralda diminta lengkapi dokumen

Monitor Depok, 20 April 2006

BALAIKOTA, MONDE : Pihak PT Karaba Digdaja selaku pengembang Emeralda Golf kemarin memenuhi panggilan Sub Bidang Pengairan Dinas Pekerjaan Umum (DPU), Pemkot Depok untuk menjelaskan seputar kabar tentang status pengelolaan Situ Pattinggi, Cimanggis.

Pihak PT Karaba itu adalah General Manager PT Karaba Robert Ivan dan Legal Officer PT Karaba Mahdum Rasyid. Keduanya ditemui oleh Kabid Pengairan Dinas PU Welman Naipospos.

Dari pertemuan itu, DPU menilai dokumen yang dimiliki oleh PT Karaba dalam pengelolaan Situ Patinggi dari Pemprov Jawa Barat kurang lengkap. “Selanjutnya, kami meminta PT Karaba untuk melengkapi dokumen,” kata Welman.

Dokumen yang ditunjukan PT Karaba terdiri dari tiga dokumen yaitu, surat Dinas PU Pengairan dan Sumber Daya Air (SDA) cabang Bogor, Provinsi Jabar tentang pendirian jembatan di Situ tersebut tahun 1993. Surat tentang permohonan retribusi pemakaian tanah dari Dinas PU Pengairan dan SDA cabang Bogor Pemprov Jabar tahun 1993.

Selanjutnya, surat rekomendasi pengelolaan Situ Patinggi dari DPU Pengairan dan SDA cabang cabang Bogor tahun 1996, termasuk surat rekomendasi dari pengairan cabang SDA Bogor kepada Pemprov Jabar yang ditandatangani Balai SDA Provinsi Jabar. “ Kami menilai, semestinya surat itu langsung dari Kepala Dinas PU Jabar,” ungkap Welman.

Welman mengatakan tidak ada masalah dengan pengelolaan situ itu. Namun, dirinya berencana meninjau lokasi Situ Pattinggi untuk melihat kondisinya termasuk apakah ada penyusutan lahan situ.

Welman juga menanyakan kepada PT Karaba terkait status lahan itu. “PT Karaba mengatakan itu memang milik pemerintah,” katanya.(apk)

Kasus Situ Patinggi, DPU akan panggil Emeralda Golf

Monitor Depok, 19 April 2006

MARGONDA, MONDE: Pernyataan Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Kota Depok yang menduga Pemkot Depok telah menjual Situ Patinggi kepada Emeralda Golf Cimanggis, membuat Pemkot Depok bereaksi.

Dinas Pekerjaan Umum (DPU) melalui Bidang Pengairan DPU menyatakan telah memanggil PT Karaba Digjaya, developer Emeralda terkait kabar tersebut.

“Kami telah melayangkan surat kepada PT Karabha Senin (17/4). Menurut rencana, mereka akan hadir besok [hari ini, Selasa],” kata Welman Naipospos, Kabid Pengairan DPU kepada Monde, kemarin.

Welman mengatakan akan menanyakan kepada PT Karabha tentang izin pengelolaan dan pelestarian Situ Patinggi.

“Situ Pattinggi itu milik Pemkot Depok. Saya ingin tanya darimana izin itu. Kalaupun dari pemerintah provinsi, selanjutnya kami akan mengkonfirmasikannya kepada provinsi. Termasuk soal dugaan kolusi,” tegasnya.

Pemanggilan itu ditempuh untuk membuktikan bahwa Pemkot Depok tidak tutup mata terhadap masalah, seperti yang dituduhkan Lira.

Sebelumnya, Lira menduga Pemkot Depok tutup mata atas kesewengan wenangan Emeralda Golf terhadap Setu Patinggi. Hal itu yang menjadi salah satu dasar dugaan bahwa Setu Patinggi telah dijual Pemkot Depok di masa kepemimpinan walikota sebelumnya.

Apalagi Emeralda diketahui tidak memperpanjang izin Amdalnya, sejak Depok lepas dari Kabupaten Bogor (Monde 17 April).

“Kami tidak tutup mata, apalagi sampai main mata. Tapi kami sangat berterimakasih kepada Lira atas informasi itu,” ujar Welman.

Dimintai tanggapannya soal sikap Emeralda yang tidak memperpanjang izin Amdal, Welman menandaskan bukan kewenangannya. Namun, kewenangan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup. “Namun, hal itu juga akan kami tanyakan,” ujarnya.

Lebih lanjut Welman mengakui adanya penyempitan luas lahan Situ Patinggi. Menurut data yang dimilikinya, Situ Patinggi memiliki luas 6,4 hektare dan pada tahun 2002, susut menjadi 5,5 hektare.

Kendati demikian, dia mengatakan kondisi Situ Patinggi, belum separah dibandingkan beberapa dari 25 situ di wilayah Depok.

“Nggak usah jauh jauh, lihat saja Situ Rawa Besar. Penanganan Situ tentunya berdasarkan prioritas melihat kondisinya. Kami juga tidak menginginkan masyarakat membuat keramba ataupun yang merusak situ. Namun kita tidak mau saling tuduh,” katanya.

Lebih lanjut, Welman menegaskan, selama ini penanganan situ selalu dilihat cuma dari potensi kerusakannya atau daya rusak. Bukan kepada azas optimalisasi pemanfaatannya. “Seharusnya kita juga memikirkan soal pemanfaatannya,” katanya.(apk)

Margonda Residence mangkir bikin drainase

Monitor Depok, 4 April 2006

BEJI, MONDE: Pembangunan apartemen Margonda Residence di sisi Jl. Margonda dinilai telah melanggar perjanjian dengan warga Pondok Cina (Pocin) dan sekitarnya.

Selain itu pengembangnya yakni PT Cempaka Bersamamaju dianggap mengabaikan rekomendasi peil (batas ketinggian air) banjir dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Depok.

Munir, sekretaris Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Pondok Cina, mengungkapkan sebelumnya telah dibuat perjanjian antara warga Pocin dan PT Cempaka Bersamamaju yang diteken direktur pelaksana Teddy Budianto pada 2 Juli 2004 dan 1 Maret 2005.

Dalam perjanjian di atas materai itu, pihak pengembang bersedia mengerjakan rehabilitasi saluran air di sebelah utara apartemen Margonda Residence.

“Namun kenyataannya, kontraktor malah membuat saluran air sepanjang 413 meter di dalam pekarangan mereka sendiri,” papar Munir, kemarin.

Dengan begitu, lanjutnya, PT Cempaka Bersamamaju telah melanggar perjanjian dan rekomendasi peil banjir yang disyaratkan Dinas PU. “Karena itu sudah sepantasnya Dinas PU bertindak untuk menghentikan pembangunan Margonda Residence.”

Abaikan rekomendasi

Sementara itu Plt. Kabid Sumber daya air Dinas PU Welman Naipospos saat dihubungi Monde mengakui adanya pelanggaran tersebut.

Dinas PU, katanya, telah merekomendasikan kepada kontraktor Margonda Residence yang dikirim pada 14 Maret 2005 untuk merehabilitasi saluran air yang sebelumnya telah dikerjakan Dinas PU pada tahun 2004 melalui anggaran Pemprov Jabar.

“Rekomendasi Dinas PU merupakan dasar pembuatan siteplan, dan mereka telah menyetujuinya. Bahkan saat kunjungan Komisi C DPRD Depok beberapa waktu lalu mereka juga menyatakan sikap melaksanakan rekomendasi tersebut.”

Menurut Welman, saluran air yang direkomendasikan untuk direhab tersebut merupakan salah satu saluran pembuangan air Margonda ke Sungai Ciliwung.

Namun dengan tidak dipatuhinya rekomendasi itu maka dikhawatirkan debit air yang melewati saluran akan melebihi ambang batas hingga menyebabkan banjir di ruas Jl. Margonda. “Dampak langsung ke masyarakat belum ada, namun ke depannya dikhawatirkan timbul banyak genangan di Margonda.”

Surat teguran

Dinas PU, lanjut Welman, telah mengeluarkan dua kali surat teguran tertanggal 10 Februari 2006 dan 17 Maret 2006 namun belum ditanggapi oleh pengembang.

“Sampai sekarang PT. Cempaka Bersamamaju belum melaksanakannya dan diharapkan segera mematuhi rekomendasi tadi,” ujar Welman.

Sementara itu Rusiantoro, Kepala Pelaksana Kontraktor Margonda Residence, ketika dihubungi Monde melalui HP-nya menolak jika dikatakan telah melanggar perjanjian.

“Kami mengacu gambar DED (Detail Engineering Design) dari Dinas PU. Rencananya kami mulai mengerjakan saluran utara sesuai permintaan warga pada tanggal 11 April 2006,” tambahnya.(m-1)

Maret 2006

Penanganan banjir baru sebatas konsep

Monitor Depok, 22 April 2006

GEDUNG DEWAN, MONDE: Belum teratasinya masalah banjir di kawasan Margonda Raya diketahui lantaran Master Plan Drainase Kota Depok baru sebatas konsep. Selain itu, diketahui ada enam titik irigasi menuju Kali Ciliwung disepanjang Margonda hilang.

Sementara Dinas Pekerjaan umum (PU) mengidentifikasi tiga penyebab banjir di kawasan Margonda, yakni luapan Kali Cabang Timur akibat sampah dan penyempitan hingga kawasan UI, drainase Margonda tak optimal karena tidak dilengkapi saluran outlet menuju Ciliwung dan belum tersedianya pembuangan air ke Kali Ciliwung terkait hilangnya enam titik irigasi itu.

Keenam titik irigasi itu diberi nama Bangunan Empang Cisadane Timur Irigasi (BCTI), seperti BCTI I berada di Perumahan Puri, Kartini.

BTCI II di lokasi Perumahan Pesona Khayangan, BCTI III Belakang Aspekindo, BCTI IV berada di beklakan Ramanda, BCTI V di kawasan Jl kedondong dan BCTI VI berrada di Belakang Kantor BCA.

Hal itu terunkap dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi C DPRD Depok dengan Dinas Pekerjaan Umum (PU) di Gedung Dewan, kemarin, terkait perencanaan antisipasi dan penagan banjir di wilayah Depok Raya.

Raker itu juga menyoroti minimnya kualitas sejumlah bangunan meski dianggarkan setiap tahun tapi selalu berulang dan tak tuntas, seperti penanganan Kali Laya, Cimanggis, diketahui selalu jebol.

Raker yang dipimpin Ketua Komisi C DPRD Depok Siswanto, mendesak PU segera membuat rencana matang. Siswanto mendesak PU serius menangani banjir secara bertahap dan terpadu antara Pemkot, investor dan masyarakat Depok

“Dewan prihatin atas kinerja PU, mulai dari kualitas bangunan penunjang Kali Laya, perencanaan sejumlah bangunan termasuk masalah banjir di Margonda,” kata Siswanto dengan nada keras membuka Raker itu.

Jangan saling lempar

Dia mengaku sebelum Raker itu, Komisi C sudah bertemu dengan Sekretaris Daerah (Sekda), Kepala Dinas PU, Kepala Dinas Tata Kota dan Bangunan (Distakotbang) dan Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) di Balaikota, Senin lalu.

“Sekda kami ajak turut serta supaya tak saling lempar tanggung jawab. Untuk itu kami minta perencanaan kegiatan anda [PU] seperti apa kedepan agar tidak ada saling lempar tanggung jawab,” ujarnya.

Kasubdid Perairan Dinas PU Welman Naipospos mengaku Master Plan Drainase Kota baru sebatas konsep dan belum dituangkan dalam perencanaan untuk diimplementasikan secara tersturktur.

“Perencanaan Master Plan Drainase Kota memang belum ada, namun pemikirannya sudah kami tuangkan dalam bentuk rencana awal, sepengetahan saya Bapeda sudah punya,” ujarnya.

Menurut dia, untuk mengantisipasi banjir di Kawasan Margonda, dalam jangka pendek pihaknya memfungsikan kembali ke-enam BCTI itu. Namun Pemkot terkendala lantaran dokumen kepemilikan irigasi itu tak jelas kemana juntrungannya.

“Sementara ini kami sudah menyurati provinsi untuk meminta dokumen-dokumen kepemilikan BTCI itu, selanjutnya dokumen itu jadi pegangan pengendalian banjir dengan menghidupkan kembali BTCI,” jelasnya.(aks)

Januari 2006

Banjir rendam 170 rumah di Depok, Depok mesti waspada

Monitor Depok, 15 Januari 2006

SAWANGAN, MONDE: Curah hujan di Kota Depok belakangan ini kian meningkat. Warga Depok tampaknya harus meningkatkan kewaspadaan menghadapi ancaman banjir, termasuk mengantisipasi banjir kiriman dari Bogor.

Hujan deras yang mengguyur Bogor, Kamis malam (13/1) telah merendam 140 rumah di Perumahan Vila Pamulang, Kel. Pondok Petir dan 30 rumah di perumahan Bukit Sawangan Indah (BSI), Kel. Duren Mekar, Kec. Sawangan kemarin pagi sekitar pukul 7.00 Ketinggian air rata-rata mencapai 60 centimeter.

Banjir di Villa Pamulang, meliputi blok F, D dan G di lingkungan RT 06,07 dan 08/RW 12. Penyebabnya adalah meluapanya air Kali Angke yang berhulu di Kabupaten Bogor.

Kiriman Bogor

Sejak Kamis malam, debit air kali itu sangat deras akibat hujan di Bogor. Tak ayal, hujan yang mengguyur kota Bogor malam itu. Dampaknya, luapan air itu merendam puluhan rumah dan membuat warga berduyun-duyun mengungsi ke daerah sekitar yang lebih tinggi.

“Saya kaget, ketika selesai shalat subuh, tiba-tiba air masuk ke rumah. Langsung saya keluar rumah, ternyata semuanya sudah tergenang air, “ ujar Djumiati (52), warga Jl Parkit. Rt 08 Rw 12.

Dia menganggap peristiwa itu agak aneh karena beberapa jam sebelumnya, hujan yang turun di wilayahnya hanya rintik–rintik. “Saya rasa, luapan ini akibat banjir kiriman dari Bogor, “ kata Djumiati.

Tak pelak, kejadian itu membuat Djumiati dan warga setempat gelisah dan khawatir kalau terjadi banjir susulan. “Jelas kami takut, karena meluapnya air kan enggak ketauan. Hujan di Bogor, banjir di sini,” katanya.

Yadi, warga setempat juga mengeluhkan kondisi itu. Banjir itu, kata dia, disebabkan tak adanya tanggul yang membatasi kali dengan areal perumahan, sehingga kalau curah hujan meningkat, tak mustahil akan terjadi banjir yang lebih hebat.

Meski air yang menggenangi rumah warga surut sekitar pukul 11.00, namun genangan air tersebut sempat merendam perabotan rumah tangga. Banjir tersebut diketahui berasal dari meluapnya air kali yang melintas di kawasan dua perumahan tersebut.

Kapolsek Metro Sawangan AKP H. Dalih Somawi kepada Monde usai mengunjungi lokasi banjir mengatakan, banjir yang terjadi di kawasan Vila Pamulang, akibat bobolnya bendungan kali Raga Mukti, di wilayah Kec. Bojonggede sepanjang 30 meter.

Banjir juga terjadi di komplek perumahan BSI, Kel. Duren Mekar. Banjir di kawasan itu, sedikitnya merendam 30 unit rumah di lingkungan RT13,14/RW05 ketinggian air mencapai 60 centimeter. Namun demikian, lanjut Kapolsek, banjir tersebut tidak berlangsung lama, karena beberapa jam kemudian air secara berangsur surut.

Tanggul pengaman

Kasie Perekonomian Muchsin Mawardi yang mendatangi lokasi banjir bersama staf pemerintahan Kec. Sawangan mengatakan, banjir di kawasan perumahan Vila Pamulang, Kel. Pondok Petir dan BSI, Kel. Duren Mekar merupakan dampak dari meluapnya air kali yang melintas di kawasan sekitar.

Untuk mengantisipasi terjadinya hal serupa dia berharap di tepian kali agar dibuatkan tanggul pengaman sehingga luapan air tidak masuk ke permukiman warga.

Sekretaris Kelurahan Pondok Petir David Kasidi dihubungi mengakui, kawasan Vila Pamulang rentan banjir, dan yang memprihatinkan pada tahun 2002 permukiman itu terendam banjir dengan ketinggian air hampir menutupi atap rumah.

Untuk itu, lanjutnya, guna mengantisipasi terjadi banjir berikutnya, warga berharap pengembang Vila Pamulang membuat tanggul di sepanjang bantaran kali, sehingga di saat terjadi luapan air kali, air tersebut tidak masuk ke permukiman rumah warga.

Lebih rendah

Sementara itu, Plh Kabid Sumber Daya Air Dinas PU Pemkot Depok, Welman Naipospos mengatakan, musibah itu disebabkan dataran lahan kedua perumahan itu berada di bawah lahan permukaan air Kali Angke. Kondisi itu ditambah karena belum semuanya terbangun tanggul di lokasi itu. “Kami sudah membangun tanggul di BSI tapi belum maksimal. Sedangkan di Villa Mutiara, pemerintah tahun ini akan segera membangun tanggul,” katanya.

Kendati demikian, Pemkot mengaku masih kesulitan menangani persoalan banjir lantaran keterbatasan anggaran. “Tapi kami telah mengirimkan surat kepada kelurahan dan kecamatan untuk menjaga dan mewaspadai ancaman banjir,” kata Welman.

Sementara itu, sore kemarin, hujan deras turun di wilayah Depok. Beberapa titik di Jalan Margonda Raya terlihat terendam air hingga mencapai 30 cm.(sud/apk)

DPU bongkar paksa plat decker tanpa izin

Monitor Depok, 19 Januari 2006

MERUYUNG (MD): Sebanyak 25 petugas Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Depok, kemarin membongkar paksa bangunan plat decker sepanjang 80 meter di atas saluran irigasi Pasanggrahan, Kelurahan Meruyung, Kecamatan Limo.

Pembongkaran paksa plat decker oleh DPU berlangsung sejak pukul 09.00. Namun di lokasi, tidak terlihat H. Muhamad, orang yang diduga membangun plat decker tanpa izin tersebut. Hanya ada beberapa warga yang turut menyaksikan pembongkaran tersebut.

Mengenai pembongkaran itu, Welman Naipospos, Kepala Sub Dinas Pengairan DPU Kota Depok kepada MD membenarkan bahwa sebelumnya dilakukan peneguran dan pemanggilan terhadap H. Muhamad yang membangun plat decker itu. “Kami sudah beberapa kali memamanggil yang besangkutan,” ujarnya.

Padahal awalnya, pihak H. Muhamad bersedia membongkaran sendiri. Namun setelah beberapa kali dicek ke lokasi, ternyata belum ada realisasinya juga.” Oleh karena itu, DPU sendiri yang membongkarnya,” ujar Welman.

Lebih lanjut, Welman mengatakan bagaimana pun juga tindakan penutupan saluran irigasi tidak dibenarkan, terlebih tidak ada izin dari yang berwenang. “Saluran irigasi Kali Pasanggrahan tersebut masih berfungsi.”

Dia menjelaskan saluran kali atau irigasi memungkinkan di atasnya berdiri bangunan untuk kepentingan umum tapi harus seizin pemkot. “Harus ada permohonan dari masyarakat, dikaji kemungkinannya dan memenuhi persyaratan.”

Sedangkan kasus H. Muhamad ini menyalahi aturan sehingga DPU melakukan tindakan tegas, lanjutnya.

Sementara itu, Suryamin penduduk sekitar lokasi yang menyaksikan pembongkaran mengungkapkan sepantasnya hal itu dilakukan. “Saya nggak habis pikir ko bisa-bisanya saluran air ditutup sembarang,” ujarnya.

Untuk menutup saluran, hanya mengunakan besi-besi bekas dan bagian penyangganya mengunakan bambu dan kayu dari batang kelapa. Tindakan itu sangat membahayakan bagi yang melintas di atasnya karena sangat dimungkinkan ambrol. “Paling hanya bisa bertahan beberapa bulan.” (dmr)

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.