Profil Tokoh DEPOK

Aceng Toha Abdul Qodir

Aceng Toha Abdul Qodir, LC

Mei 2008

Gerakan siaga pangan

Oleh: Aceng Toha Abdul Qodir, LC

Monitor Depok, 15 Mei 2008

Sudah bisa dipastikan Pemerintah Pusat akan mengambil opsi menaikkan harga BBM. Kepastiannya adalah tanggal 1 Juni 2008. Padahal saat sekarang saja untuk wilayah Depok, ada sekitar 137.000 penduduk miskin.

Apalagi dengan kenaikan harga BBM yang bisa dipastikan jumlah mereka akan bertambah. Bahkan belum naik saja harga-harga sudah meroket. Ini merupakan PR besar bagi pemerintah Kota Depok juga seluruh masyarakat yang memiliki kemampuan.

Namun, krisis ini tidak hanya akan dialami masyarakat Kota Depok saja, tapi seluruh kota di Indonesia, bahkan dunia. Seperti krisis pangan di Nigeria. Karena itu gagasan untuk mengadakan suatu gerakan Siaga Pangan bagi masyarakat Depok yang kurang mampu.

Dalam hal ini, Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Depok yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan, mengimbau seluruh masyarakat Depok, tanpa kecuali aparat pemerintah, untuk ikut serta dalam gerakan Siaga Pangan.

Pemerintah dan masyarakat Depok yang kini memiliki 100% RW Siaga, sehingga program Siaga Pangan akan berjalan efektif. Apalagi jika melibatkan institusi masjid, musholla, gereja, sekolah, BUMD, BUMN, majlis taklim dan lembaga sosial lainnnya. Kalau semua institusi tadi bergerak bersama dalam program dan gerakan ini dengan tujuan yang sama, maka diharapkan tidak ditemukan lagi penduduk yang makan nasi aking, anak putus sekolah, sakit berkepanjangan karena tidak punya biaya, di Kota Depok.

Strategi

Pertama, pemberdayaan RT/RW Siaga-–yang sekarang terkesan kurang berfungsi—sampai gerakan ini memiliki lumbung beras atau persediaan pangan untuk masyarakat yang kurang mampu.

Tentunya berkoordinasi dengan para ketua RT di wilayahnya, dan diupayakan setiap RT memiliki cadangan pangan untuk para warga yang membutuhkan.

Sumber gerakan Siaga Pangan ini mudah dan bisa efektif jika kita hidupkan kembali budaya beras prelek yang sudah pernah berjalan di beberapa tempat di kota Depok.

Kedua, mengoptimalkan fungsi masjid. Masjid-masjid selama ini fungsinya hanya sebagai tempat ibadah mahdhoh saja. Belum menyentuh sisi sosial ekonomi dan kemanusiaan masyarakat atau khususnya jamaah masjid.

Tidak sedikit masjid yang memiliki dana infaq puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Dana tersebut sangat berguna untuk mengentaskan kemiskinan dan menolong kaum dhu’afa. Apalagi kalau di semua masjid sudah terbentuk UPZ (Unit Pengelolaan Zakat) yang ditangani secara profesional, amanah dan transparan.

Ketiga, peduli anak didik. Sekolah adalah institusi tempat berkumpul dan berinteraksi sebagian masyarakat dalam proses belajar mengajar yang tidak semuanya mampu.

Ada anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah, tak punya buku dan seragam, ada yang tidak bisa sarapan atau tidak punya uang jajan dan belum bisa bayar ujian. Di rumah pun tidak punya beras.

Dengan digalakkannya infaq/shadaqah di kalangan anak-anak dan gurunya. Insya Allah satu demi satu dari sekian permasalahan anak sekolah bisa diatasi, dan sekolah seperti itu layak disebut Sekolah Siaga.

Keempat, kepedulian BUMD/BUMN. Sebagai bukti kepedulian dari perusahaan-perusahaan, baik BUMD atau BUMN yang ada di Depok, perlu dilibatkan dalam gerakan ini. Tentunya dengan digalakannya gerakan zakat, infak dan shadaqah melalui UPZ di setiap perusahaan, maka gerakan Siaga Pangan akan bisa berjalan dengan lancar.

Gerakan ini perlu mendapat dukungan dari semua kalangan. Negeri ini bukan negeri miskin, tapi negeri ini adalah negeri yang miskin kepedulian, negeri yang tidak mampu atau mungkin tidak mau berbagi kekayaan dan rezeki dengan si miskin dan kaum papa.

Bila konsep Rasulullah SAW yang sangat sederhana dipraktikan, maka insya Allah di sekitar kita tidak akan terdapat orang yang kelaparan. Beliau bersabda: “Makanan yang disiapkan untuk dua orang cukup bila dimakan oleh tiga orang, dan makanan yang disiapkan buat tiga orang cukup kalau dimakan oleh empat orang.”

“Kalau Engkau memasak sayur, maka perbanyaklah kuahnya dan buat kesepakatan dengan tetangga untuk makan bersama.”

Masih banyak lagi hadits yang senada dengan itu, namun sayang hal ini belum menjadi budaya dan kebiasaan di tengah masyarakat kita. Padahal cara itu salah satu cara yang tepat untuk menghilangkan egoisme atau ananiyyah sekaligus bisa membantu si miskin.

Kita kadang-kadang takut tidak makan, takut tidak cukup, takut tidak kenyang, sehingga memasak suka berlebihan dan sering tersisa. Kalau tersisa biasanya tidak termakan dan terbuang. Ini adalah mubazir, dan mubazir merupakan perbuatan syetan. Padahal masih banyak warga yang tidak bertemu nasi kecuali sekali saja dalam satu hari atau bahkan tidak bertemu sama sekali.

Mari kita sisihkan sebagian harta kita, berbagi dengan tetangga, terutama orang-orang yang kurang mampu. Mudah-mudahan gerakan ini salah satu solusi mengentaskan kemiskinan dan bisa mengatasi krisis pangan yang sangat ditakuti oleh semua negara di dunia.

*)  Penulis adalah Ketua Badan Amil Zakat Kota Depok

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.