Profil Tokoh DEPOK

Muhammad Triyono

Muhammad Triyono

7 Comments »

  1. Kios Liar Berdiri di Pasar Kemiri Muka

    Republika, 13 April 2006

    DEPOK — Sekitar 30 kios pedagang yang berada di daerah bantaran rel kereta api di sisi Pasar Kemiri Muka, Beji, dibangun tanpa izin mendirikan bangunan (IMB). “Ruko itu jelas-jelas liar, dibangun tanpa IMB, pemkot harus tegas menindak itu,” kata Qurtifa Wijaya, anggota Komisi A DPRD Kota Depok, kepada Republika, usai melakukan inspeksi mendadak ke lokasi kios, Rabu (12/4).

    Komisi A melakukan peninjauan ke lokasi pembangunan kios dipimpin ketuanya Muhammad Triyono dan para anggota, yaitu Amsir, Zaenudin, Lewi Oktaviano, Kuat Sukardiono, Lia Kamelia, Anita D, Qurtifa Wijaya, dan Damanhuri.

    Menurut Triyono, sidak yang dilakukan pihaknya terkait pengaduan dari Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) yang keberatan atas pembangunan kios-kios di lahan tanah milik PT Kereta Api (KA) itu. “Saat audiensi dengan kami, mereka (APPSI) mengatakan ada pembangunan kios oleh swasta tanpa IMB di Pasar Kemiri Muka,” katanya.

    Ketua APPSI Komisariat Kemiri Muka, Mardani, menuturkan, yang membangun kios tetap membandel mendirikan kios itu walaupun telah mendapat Surat Pemberitahuan Penghentian Pengerjaan Proyek (SP4) sebanyak tiga kali dari Dinas Tata Kota dan Bangunan. “SP4 itu tidak diindahkan,” ujar Mardani.”Kami minta kios itu dihentikan dan dibongkar. Ini harga mati,” sambungnya.

    Distakotbang sendiri, sudah mengirimkan surat peringatan ketiga yang tertuang dalam surat bernomor 648/161/DTB/2006 dikirimkan 10 Maret 2006 untuk menindaklanjuti surat peringatan pertama dan kedua. Surat yang ditandatangani Kepala Distakotbang, Utuh Karang Topanesa itu berisi peringatan pertama, kedua, dan ketiga terhadap pelanggaran berdasarkan temuan dan laporan tentang pembangunan tanpa IMB.

    Slamet Sucipto, salah seorang pedagang Pasar Kemiri Muka, meminta agar kios-kios itu segera dibongkar. “Kita tidak tahu bagaimana prosedur SP4 itu, tapi buktinya sampai saat Satpol PP belum melakukan apa-apa.”

    Sementara itu, pelaksana pembangunan kios, Sulardi, menyatakan, pihaknya tengah melengkapi syarat administrasi. “Tinggal nunggu rekomendasi,” ujarnya singkat. Penilaian pedagang Pasar Kemiri Muka, katanya, merupakan hal wajar namun pembangunan kios itu justru untuk menata kawasan yang memprihatinkan.

    Walaupun tanpa IMB, ada pula pedagang yang mendukung pembangunan kios-kios tersebut. Semisal Eddy, pria yang mengklaim sebagai koordinator pedagang di bantaran rel KA Pasar Kemiri Muka, mengatakan, pedagang mendukung pembangunan kios lantaran pemkot tidak memperhatikan pedagang untuk mendapatkan fasilitas berdagang yang nyaman.

    Pemkot, kata Eddy, sudah sejak lama tidak membenahi pasar yang semakin hari kondisinya makin parah. Jalan masuk pasar becek dan berlumpur, padahal setiap hari pedagang ditarik retribusi Rp 3.000 per pedagang.

    Karenanya, Eddy mendukung pembangunan kios yang memberikan fasilitas pinjaman ringan dengan harga Rp 15 juta dan bisa diangsur selama tiga tahun. “Kalau masuk ke dalam, kita bisa kena mahal.”

    Hal senada dikatakan Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kemiri Muka, Jumhari, dan Ketua RW 13 Kemiri Muka, Matjen. “Kios-kios di dalam pasar, umumnya sudah sepi. Dengan dibangunnya kios mereka khawatir menjadi semakin sepi,” urai Matjen.

    Menanggapi hal ini, Qurtifa yang juga ketua Fraksi PKS DPRD Kota Depok, mengatakan, pemkot perlu mengambil langkah tegas dan melakukan pengawasan lebih ketat lagi. “Kalau perlu bongkar paksa, karena jelas-jelas pengembang sudah tidak menggubris tiga kali SP4 dari pemkot. Ini berarti menghina wibawa pemkot,” tegas dia.

    Langkah tersebut, lanjut Qurtifa, perlu dilakukan karena selama ini pengabaian terhadap ketentuan dan peraturan yang ada sudah berulang kali terjadi. “Ini kan sepertinya pemkot tidak mampu berbuat apa-apa.”

    Dia menyarankan agar pemkot berkoordinasi dengan PT KA untuk penyelesaian masalah tersebut. Karena lahan tempat berdirinya bangunan kios merupakan tanah milik PT KA.

    Fakta Angka30 Kios Liar Dibangun di Pasar Kemiri Muka
    (c42 )

    Posted by Qurtifa Wijaya at 12:24 AM 0 comments

    Wednesday, January 23, 2008
    Perumahan di Depok Banyak Tak Berizin

    Republika – Sabtu, 26 Mei 2007

    Suatu hari setelah membaca koran pagi, Rinaldi (35)
    merasa gundah. Berita tentang penyegelan rumah yang
    tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) di
    Depok, kontan menyadarkannya. Sejak beberapa bulan
    lalu, karyawan swasta di bilangan Harmoni ini,
    mengkredit rumah tipe 36 di komplek perumahan Permata
    di Sawangan Depok.

    Masalah IMB segera mengganggu pikirannya. Apakah
    pengembang sudah mengurus perizinannya, atau belum.
    Jangan-jangan, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
    bakal menyegel rumahnya karena tak berizin. Karena itu
    pula, ayah dua anak ini berniat menanyakan masalahnya
    ke pengembang. “Dari pada nantinya jadi tambah runyam,
    ya ini untuk antisipasi saja,” katanya beberapa waktu
    lalu.

    Sepekan terakhir ini, Pemkot Depok memang gencar
    melakukan penertiban terhadap bangunan-bangunan yang
    tak berizin. Seperti Izin Pemanfaatan Ruang (IPR) dan
    IMB. Kedua jenis perizinan ini merupakan syarat mutlak
    sebelum mendirikan atau mengubah peruntukan sebuah
    bangunan.

    IPR maupun IMB sebenarnya bukan produk baru sebagai
    syarat mendirikan bangunan. Hanya saja, untuk di
    Depok, sebuah kawasan yang tengah berkembang pesat,
    perizinan itu nampaknya belum menjadi perhatian
    penting bagi para pengembang maupun kalangan pebisnis.

    Pihak Dinas Tata Kota dan Bangunan (Distakotbang)
    Pemkot Depok serta Satpol PP menemukan sejumlah
    komplek perumahan yang siap huni, atau bangunan usaha
    tetapi belum mengantongi IPR dan IMB. Tentu saja hal
    ini merupakan pelanggaran serius. Sanksinya cukup
    berat dan pengembang maupun pebisnis seharusnya
    mengetahui risiko itu.

    “Ada prosedur yang harus ditaati semua pihak, termasuk
    pengembang. Jika tidak, tentu akan diambil tindakan
    tegas,” ungkap Wali Kota Depok, Nurmahmudi Ismail,
    belum lama ini. Dan itu terbukti. Selasa (22/5) lalu,
    sebanyak 107 unit rumah di Perumahan Bumi Sawangan
    Asri (BSA), Kampung Prigi, Bedahan, Kecamatan
    Sawangan, disegel oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil
    (PPNS) dan Satpol PP. Sebelumnya sebuah minimarket
    Alfamart di Jl Studio Alam juga disegel.

    Penyegelan terpaksa dilakukan lantaran pengembang
    perumahan yakni PT Ridho Buana Rizki Mandiri maupun
    pengelola Alfamart setempat, belum mengantongi IPR dan
    IMB, meski sudah diberi peringatan tiga kali. Tak
    hanya itu. Penyegelan bakal berlanjut ke Perumahan
    Casa de Cantique di Gandul Cinere. Komplek seluas 1,9
    hektare itu pembangunan fisiknya sudah mencapai 40
    persen. Ada sebanyak 40 unit rumah sudah terbangun.
    Pengembangnya pun baru memiliki IPR, namun belum ada
    IMB-nya.

    Penyegelan baru direalisasikan apabila surat teguran
    tidak diindahkan. “Serta jika pemiliknya tidak punya
    itikad baik untuk mengurus perizinan,” tegas Kasatpol
    PP Pemkot Depok Sariyo Sabani. Masih ada lagi sasaran
    bidik Pemkot. Komplek Perumahan Harves misalnya, baru
    punya IPR serta rekomendasi kelurahan dan kecamatan.
    Di sini, terdapat 36 unit rumah terbangun. Griya Flora
    Depok di kawasan Tanah Baru serta perumahan Tugu Tanah
    Baru, pun menjadi sorotan.

    Data tersebut agaknya sejalan dengan temuan DPRD
    Depok. Diungkapkan oleh anggota Komisi A, Qurtifa
    Wijaya, sesuai evaluasi Komisi A yang membidangi
    masalah perizinan, selama ini banyak bangunan maupun
    perumahan yang ditengarai bermasalah. Mereka belum
    punya IPR dan IMB, tapi sudah melaksanakan pekerjaan
    fisik bahkan ada yang telah dihuni. Kenapa praktik
    seperti ini marak terjadi? Qurtifa menduga, masalah
    ini di antaranya muncul karena dari sejak awal, proses
    perizinan kurang beres.”Ini kelalaian Pemkot,
    semestinya dari awal proses perizinan sudah diawasi
    ketat,” paparnya.

    Tapi pada praktiknya di lapangan, mekanisme pengawasan
    oleh instansi terkait menjadi lemah, entah apa
    sebabnya. Pengembang berani memulai tahap pembangunan,
    walau tanpa punya IMB, dan kegiatan tersebut berjalan
    lancar-lancar saja. Intinya, tegas anggota dewan dari
    F-PKS ini, ada sistem yang seharusnya juga perlu
    dievaluasi di sini. “Jangan sekedar menyegel, tapi
    harus dilihat secara menyeluruh,” katanya
    mengingatkan.

    Yang patut diperhatikan, lanjutnya, yakni menyangkut
    proses perizinan itu sendiri. Telaahan mengapa
    pengembang nekad membangun terlebih dahulu, apakah
    lantaran proses perizinannya berbelit atau memakan
    waktu lama, juga sedikit banyak ikut memengaruhi.
    Intinya, pembenahan proses perizinan, mulai dari segi
    kemudahan, kecepatan, keramahan pelayanan dan biaya,
    jangan diabaikan.”Sebisa mungkin, masyarakat
    dimudahkan untuk perizinan dan itu nantinya dapat
    menekan terjadinya pelanggaran aturan,” papar Qurtifa.

    Menurut dia, dengan banyaknya bangunan atau rumah
    tidak berizin, jelas merugikan pemasukan daerah. Maka
    itu, pihaknya berharap Pemkot juga bertindak tegas
    terhadap objek bermasalah lainnya seperti papan
    reklame maupun usaha perdagangan yang tidak memiliki
    izin.

    Hal sama disampaikan Sekretaris Lembaga Independen
    Pemantau Pembangunan Kota Depok (LIPP), Budiyantoro.
    Dia sepakat dengan langkah tegas Pemkot, asalkan
    konsisten. “Jangan ada kompromi, kalau belum mengurus
    IMB-ya, segelnya jangan dilepaskan dulu,” harapnya.
    Namun begitu, baginya, masalah ini tetap memunculkan
    pertanyaan, mengapa begitu banyak pengembang dan
    pebisnis yang berani menerabas aturan, apakah di
    lapangan terlalu banyak kompromi?

    “Saya kira inilah momentum untuk mengurai kekusutan
    yang selama ini terjadi. Saya setuju evaluasi
    menyeluruh, tak cuma pada praktek di lapangan tapi
    juga di intern Pemkot,” urai Budi. (yusuf assidiqi

    Comment by triyono — July 16, 2010 @ 5:04 pm

  2. Kisruh mutasi 139 pejabat, Pekan ini, Dewan panggil Wali

    Monitor Depok, 3 Januari 2007

    GEDUNG DEWAN, MONDE: Komisi A DPRD Kota Depok pada pekan ini akan mengundang Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail untuk memberikan keterangan terkait kisruh atas langkah perombakan dan mutasi terhadap 139 pejabat di jajaran pemkot.

    Ketua Komisi A DPRD Kota Depok Muhammad Triyono mengungkapkan keputusan untuk memanggil Walikota sebagai tindak lanjut setelah Komisi A meminta keterangan kepada Ketua Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Kota Depok, kemarin.

    “Berdasarkan keterangan Baperjakat hari ini (kemarin-red), mereka [Baperjakat] merasa tidak dilibatkan. Karena itu kami dari Komisi A akan memanggil Walikota pada minggu ini juga untuk memberikan penjelasan mengenai mutasi ini,” papar Triyono kepada Monde, kemarin.

    Anggota Komisi A DPRD Kota Depok yang menemui Baperjakat pada pukul 14.00 WIB kemarin a.l Ketua Komisi A Muhammad Triyono yang juga Wakil Ketua FPB, Wakil Ketua Komisi A Amsir serta sejumlah anggota komisi A yakni Lia Kamelia, Anita Dyah Puspitasari, Lewi Octaviano dan Rahmat Sukindar.

    Mereka diterima Ketua Baperjakat Winwin Winantika, Sekretaris Baperjakat Ulis Sumardi dan anggota Baperjakat lainnya yakni Plt.

    Kepala Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Mulyamto, Asisten Tata Praja Bambang Wahyudi dan Asisten Pembangunan Nana Sudjana.
    Mutasi politis

    Menurut Triyono, dalam pertemuan tersebut Baperjakat mengaku beberapa jam sebelum Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail mengumumkan dan melantik 139 pejabat jajaran Pemkot yang dimutasi, Baperjakat telah meminta Nur Mahmudi untuk membahas terlebih dulu langkah tersebut sekaligus siapa saja yang akan dimutasi.

    Atas keterangan di atas dan berbagai pemikiran lainnya, lanjut Triyono, Komisi A lantas menyimpulkan bahwa langkah Nur Mahmudi Ismail sebagai Walikota Kota Depok memutasi 139 jajaran pejabat pemkot tersebut merupakan langkah politis.

    “Kami [DPRD] melihat mutasi yang dilakukan Walikota merupakan mutasi politik. Salah satu contohnya, mengapa salah satu anggota Baperjakat yakni Kabag Kepegawaian Ulis Sumardi juga dimutasi dan ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tidak sesuai dengan latarbelakang dan kemampuannya selama ini,” paparnya lagi.

    Ditemui terpisah, Sekretaris FPKS Adriyana Wira Santana mengatakan harus ada klarifikasi yang jelas dan benar dari Walikota Depok dan Baperjakat apakah benar Baperjakat tidak dilibatkan dalam proses mutasi di atas.

    Hal ini, katanya, tak lain untuk mencegah adanya keresahan di kalangan birokrat merespons pernyataan Ketua Beperjakat yang juga Sekretaris Daerah (Sekda) di media lokal dan nasional, bahwa Baperjakat terutama dirinya tidak dilibatkan.

    “Persoalannya adalah tidak setuju atau tidak dilibatkan. Karena itu harus ada klarifikasi dengan benar. Kami [FPKS] menyayangkan hal seperti ini disampaikan di media di tengah kondisi seperti ini.”

    FPKS sendiri, menurut Adriyana, sudah bertanya kepada Nur Mahmudi Ismail sebagai Walikota Kota Depok apakah dirinya melibatkan Baperjakat dalam melakukan mutasi terhadap 139 orang di jajaran Pemkot Kota Depok. “Walikota Nur mengatakan pihaknya sudah melibatkan Baperjakat.”

    Terkait hal ini, Adriyana mengatakan, FPKS mengimbau semua pihak terkait untuk berkonsolidasi menuntaskan masalah ini agar tak berujung merugikan masyarakat.

    “Harus dibedakan sikap pribadi dan lainnya. Karena itu Walikota dan Sekda harus kompak dan saling memberi dukungan untuk kemajuan masyarakat. Tidak sepatutnya persoalan intern pemerintahan dinyatakan melalui media,” demikian Adriyana.

    Meski begitu baik Muhammad Triyono maupun Adriyana mengakui soal mutasi merupakan hal wajar dalam pemerintahan. Hanya saja harus sesuai aturan.
    Berdasarkan peraturan yang ada, menurut Triyono, Walikota memang memiliki hak prerogratif tapi harus meminta penjelasan Baperjakat. “Kalau Walikota tidak bisa menghargai Baperjakat maka lebih baik Baperjakat dibubarkan saja.”(m-2)
    Aksi walkout warnai Paripurna LKPJ walikota

    Monitor Depok, 1 September 2006KOTA KEMBANG, MONDE: Sidang Paripurna pidato Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) Wali Kota diwarnai aksi walkout oleh dua anggota Dewan yakni Ahmad Damanhuri dan Triyono, keduanya dari fraksi Persatuan bangsa.Keduanya walkout karena tidak puas atas masalah penjelasan keterlambatan Walikota menyerahkan berkas LKPJ. Apalagi Dewan telah melakukan Panmus hingga tiga kali untuk melaksanakan rapat Peripurna pembahasan LKPJ.

    Kebanyakan fraksi tak dapat menerima alasan Walikota perihal keterlambatan karena terbentur dengan kegiatan Agustusan dan hari Pramuka. Mereka mengharap Walikota dapat melaksanakan amanah sebaik-baiknya dengan mendahulukan tugas utama.

    Berulangkali Hasbullah anggota dari fraksi PAN menegaskan agar Walikota mendahulukan tugas utama. “Jangan hanya karena upacara yang dapat diwakilkan Walikota meninggalkan pekerjaan mendasar,” tegasnya.

    Jangan terlambat lagi

    Hasbullah menambahkan agar hal ini dapat menjadi pengalaman untuk hari-hari mendatang “Jangan sampai keterlambatan ini terulang lagi di masa mendatang,” tambahnya.

    Antara pemerintah dengan anggota dewan, ujar dia, harus dapat bekerja dengan berdampingan, jangan sampai ada yang dirugikan.

    Qurtifa Wijaya dari Fraksi PKS menjelaskan masalah tidak terima penjelasan keterlambatan Walikota menyerahkan LKPJ itu seharusnya pada waktu Panmus.

    “Seharusnya pada waktu di Panmus jika ingin mengkritisi masalah keterlambatan LKPJ jadi jangan dibahas lagi di sidang paripurna,” tegasnya.

    Qurtifa mengharapkan agar permasalahan tersebut tak diperpanjang lagi agar pembahasan LKPJ dapat segera dilaksanakan. Sebenarnya penjelasan mengenai keterlambatan penyerhan LKPJ ini telah dibahas di Panmus, dan di Panmus hal tersebut telah difahami.

    Hampir seluruh fraksi mengemukan pendapatnya berkaitan dengan penjelasan keterlambatan LKPJ dari Walikota ada yang menerima dan menolak.

    Perdebatan terus berlanjut hampir satu jam, akhirnya ketua Sidang Naming D Bothin berusaha menengahi dan mengharapkan permasalahan tersebut dibahas di luar sidang.

    Namun, hal tersebut tak diterima oleh anggota dewan. Mereka beralasan harus ada tranparansi terhadap publik karena Pemerintah dan Dewan adalah amanah rakyat.

    Ketua Sidang mengambil arternatif lin yaitu dengan menulis keberatan di surat dan diserahkan kepada Walikota.

    Alternatif itu juga ditolak, kebanyakan anggota sidang mengharapkan ketua sidang menegur Walikota terkait dengan keterlambatan tersebut. Jika ketua sidang tidak menegur, mereka akan mengancam walkout dari sidang.

    Akhirnya Naming D Bothin selaku ketua sidang menuruti permintaan tersebut dan menegur Walikota disertai dengan ketukan palu sebagai tanda resminya teguran tersebut.

    Teguran ke Walikota yang disertai dengan ketukan palu tersebut di sambut peserta sidang dengan tepuk tangan yang meriah.(m-8)

    Agustus 2006
    PKB Depok harus kritis…

    Monitor Depok, 28 Agustus 2006 DEPOK, MONDE: PKB Kota Depok diharapkan menjadi parpol yang aspiratif mewakili kepentingan masyarakat sekaligus bersikap kritis terhadap kebijakan Pemkot yang dinilai keliru.Demikian dikemukakan Ketua PC Nahdlatul Ulama KH Burhanuddin Marzuki dalam sambutan pembukaan Muscab II DPC PKB Kota Depok di Puri Agung Jl Pemuda Pancoran Mas, kemarin.

    Dia juga berharap anggota DPRD dari unsur PKB menjalankan fungsi dan perannya sebagai wakil rakyat yang respon terhadap segala permasalahan yang dihadapi masyarakat.

    Seperti diketahui, PKB Depok mengirimkan dua kadernya duduk di kursi Dewan, yakni KH Syihabuddin Ahmad (Ketua demisioner Dewan Tanfidz PKB Depok) dan KH Ahmad Damanhuri (Ketua demisioner Dewan Syuro PKB Depok).

    “PKB harus lebih kritis meski hanya dengan dua kursi. Anggota DPRD dari PKB harus bisa mewakili aspirasi warga NU,” tandas Burhanuddin di hadapan kader PKB dan para undangan.

    Dalam bagian pertama sambutannya, Burhanuddin pun menyinggung bahwa PKB lahir dari ormas besar NU, sehingga hubungan kultural antara PKB dan NU tidak akan pernah terlepaskan. PKB juga diminta lebih lunak dan fleksibel dalam berpolitik.

    “Jika diibaratkan NU badannya, maka PKB adalah sayap. Maka mari kita terbang bersama-sama untuk membangun warga NU khususnya dan Kota Depok secara umum.”

    Sementara itu, mantan Ketua Dewan Tanfidz PKB Depok Syihabuddin Ahmad mengharapkan pengurus PKB Depok periode mendatang dapat memperkokoh koordinasi struktural, baik di tingkat kota maupun kecamatan.

    “Kami minta pengurus terpilih mampu menjalankan amanah dan tetap memperkokoh konsolidasi dan koordinasi di tingkat struktural,” demikian Syihabuddin, yang kini menjabat Wakil Ketua I DPW PKB Jawa Barat.(sb)

    Hilangkan sekat-sekat…

    Monitor Depok, 27 Agustus 2006

    JIKA tak ada aral melintang, Minggu (27/8) besok keluarga besar Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kota Depok akan menggelar musyawarah cabang untuk kali keduanya. Pada Pemilu 2004, PKB secara nasional meraih dukungan 11,9 juta suara (10,57%) atau peringkat tiga, di bawah Golkar dan PDIP.Di Depok, PKB meraih 23.731 suara. PKB pun mengirim dua kadernya duduk di DPRD Depok 2004-2009, yaitu KH Syihabuddin Ahmad dan KH Ahmad Damanhuri.Dalam Pilkada Depok, kader dan keluarga besar PKB sempat terbelah menjadi dua faksi, bahkan lebih. Kenyataan itu pun diikuti basis massa pendukungnya, warga Nahdliyin.

    Secara resmi PKB Depok mendukung pasangan Badrul Kamal dan Syihabuddin Ahmad (kader PKB). Meski ada pula unsur PKB yang mendukung Nur Mahmudi-Yuyun WS.

    Menyongsong Muscab II, kader dan warga PKB Depok bersiap membuka lembaran baru. Mereka berjanji akan melepaskan sekat-sekat dan mewujudkan rekonsiliasi menuju pemenangan Pemilu 2009.(sb)

    April 2006
    Kios liar disoal pedagang Ps Kemiri, DPRD diminta turun tangan

    Monitor Depok, 5 April 2006

    GEDUNG DEWAN, MONDE: Pembangunan puluhan kios pada bantaran rel KA di sisi Pasar Kemirimuka, Beji kembali diprotes pedagang setempat, kemarin.Pasalnya, meski pemkot telah melayangkan surat penghentian pelaksanaan pembangunan (SP-4) ke III terhadap pengembangnya, kios liar itu masih saja dibangun.Karena itulah sedikitnya 15 pedagang Pasar Kemirimuka mendatangi Komisi A DPRD Depok untuk mendesak dewan mengeluarkan rekomendasi penghentian pembangunan kios tadi.

    Mereka menyatakan pembongkaran dan penghentian pembangunan kios itu sebagai harga mati.

    SP-4 ke-III yang dikirimkan Dinas Tata Kota dan Bangunan dinilai jelas tak digubris pengembangnya.

    Surat peringatan ketiga itu bernomor 648/161/DTB/2006 dikirimkan 10 Maret 2006 untuk menindaklanjuti surat peringatan I dan II.

    Surat yang diteken Kepala Distakotbang Utuh Karang Topanesa itu berisi peringatan I, II, dan III terhadap pelanggaran berdasarkan temuan dan laporan tentang pembangunan tanpa IMB.

    “Pembongkaran dan penghentian pembangunan kios di pinggir rel wilayah Pasar Kemiri muka adalah harga mati dan harus diperjuangkan dewan,” tandas Slamet Sucipto, perwakilan pedagang Pasar Kemirimuka.

    Mardani, Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) komisariat Kemirimuka menambahkan, para pedagang tidak tahu apa dan bagaimana prosedur SP-4, tapi kenyataannya sampai saat ini peringatan itu diindahkan. “Buktinya Satpol PP tak melakukan apa-apa.”

    Ketua Komisi A DPRD Depok Muhammad Triyono didampingi Lewi Oktaviano, KH Ahmad Damanhuri, Anita Dyah Puspitasari, Kuat Sikardiyono dan Qurtifa Wijaya berjanji akan menindaklanjuti kasus itu. “Dalam waktu dekat kami akan turun ke lapangan,” jelasnya. Terpisah, Qurtifa Wijaya mengakui Satpol PP tak mampu menjalankan fungsinya.

    Pelaksana pembangunan kios, Sulardi menyatakan pihaknya tengah melengkapi syarat administrasi. “Tinggal nunggu rekomendasi,” ujarnya.

    Penilaian pedagang Pasar Kemirimuka, katanya, hal wajar namun pembangunan kios itu justru untuk menata kawasan yang memprihatinkan.

    Ia menambahkan, kios itu nantinya untuk pedagang agar memperoleh tempat lebih baik. “Jangan khawatir, tidak akan ada pedagang dari luar. Jadi jangan lihat segi negatifnya,” ujar Sulardi.(aks/apk)

    Januari 2006
    Aset 27 anggota DPRD Depok diumumkan. Lia terkaya

    Monitor Depok, 13 Januari 2006

    GEDUNG DEWAN, MONDE: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia, kemarin, mengumumkan harta kekayaan (aset) 27 anggota DPRD Depok.Berdasarkan dokumen KPK, dari 45 anggota Dewan, tercatat baru 27 berkas berita acara yang diterima Sekretariat Dewan.Anggota Fraksi Partai Golkar Lia Kamelia menempati urutan terkaya dengan total kekayaan Rp 2.493.000.000, dan Nuri Wasisaningsih berada pada urutan termiskin Rp 4.000.000 (Lihat tabel). Daftar aset 27 anggota DPRD Depok itu ditempel di papan pengumuman Setwan.

    Pengumuman KPK itu tertuang dalam Tambahan Berita Negara No. 80, tertanggal 7 Oktober 2005, tentang Pengumuman Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Bidang Legislatif, Lembaga DPRD Kota Depok.

    Tambahan Berita Negara No. 80, diteken oleh Deputi Bidang Pencegahan KPK Waluyo dan Direktur Direktorat Pendapatan dan Pemeriksaan LHKPN KPK Muhammad Sigit, sekaligus sebagai yang memproses data.

    Dalam berkas itu, juga disebutkan ketentuan dan dasar hukum pengumuman dalam Berita Negara RI, yakni UU no. 28/1999 tentan Penyelenggara Negara yang Bersih dan bebas dari Korupsi , Kolusi dan Nepotisme.

    Sementara 18 anggota Dewan yang harta kekayaannya belum diumumkan, adalah Adriana Wira Santana, Mohammad Said (FPKS), H. Amsir, Ratna Nuryana, Naisan, Babai Suhaimi, H.M. Naalih, Naming D Bothin (FPG), Wahyudi.

    Selain itu, Anita Dyiah Puspitasari, Marlyn Agnes Pantouw (FPD), Arsid, Anda Suhanda Rundih, Ahmad Dahlan (FPAN), Muhamad Triyono, KH. Syihabudin Ahmad, Dadang Ibrahim dan KH. Ahmad Damanhuri (FPB).

    Menurut Kasubag Humas dan Protokol Sekretariat Dewan DPRD Kota Depok Stepanus Pakpahan, lembaganya baru menerima 27 Tambahan Berita Negara No. 80 dari yang seharusnya sebanyak 45.

    “Kami baru menerima 27 berkas dari 45 yang seharusnya, dan berkas yang ditempel itu adalah satu-satunya yang kami terima,” kata Stepanus Pakpahan, kepada Monde saat diminta potokopiannya.(aks)

    Desember 2005
    Anggota DPRD mangkir. 3 Fraksi minta BKD mengusut…

    Monitor Depok, 16 Desember 2005GEDUNG DEWAN, MONDE: Mangkirnya sejumlah anggota DPRD Depok dalam Rapat Paripurna, kemarin mendapat reaksi keras dari internal legislatif. Bahkan sejumlah fraksi menyatakan kekecewaanya, dan meminta Badan Kehormatan Dewan (BKD) untuk mengusutnya.Kekecewaan itu disampaikan Fraksi Persatuan Bangsa (FPB), Fraksi Partai Demokrat (FPD) dan Fraksi Partai Golkar (FPG), lantaran pimpinan DPRD, Komisi B, dan Komisi A, tidak mematuhi saran dan hasil kesepakatan Panmus DPRD Depok.

    Hasil kesepakatan Panmus menyebutkan anggota legislatif disarankan tidak mengadakan kajian antardaerah sampai akhir 2005, mengingat tugas dan kewajiban yang ditangani DPRD masih banyak.

    “Saya kecewa terhadap pimpinan yang tetap memberikan izin kepada Komisi A dan Komisi B, melakukan kajian antar daerah, padahal usulan [tak boleh kajian antardaerah] itu sudah diterima sebagi saran,” kata Mazhab HM, Ketua Fraksi Persatuan Bangsa, kepada Monde, kemarin.

    Bahkan, menurut Ketua FPB Rintisyanto, Panmus juga meminta semua anggota Dewan bekerja optimal, khususnya dalam menuntaskan pembahasan RAPBD 2006, termasuk masalah PDAM, dan TPA ilegal Beji.

    “Tahun anggaran 2005 tinggal dua minggu lalu, harusnya sesama anggota Dewan harus memahami waktu yang singkat ini harus dioptimalkan membahas RAPBD 2006,” tandasnya.

    Perlu diusut

    Pendapat senada juga disampaikan anggota FPG Babai Suhami. Bahkan dia meminta Badan Kehormatan DPRD Depok (BKD) untuk mengusut tuntas tidak hadirnya anggota sejumlah anggota Komisi B dalam Paripurna lalu.

    “Apapun hasilnya BKD harus bisa menginformasikan kepada publik tentang tindak tanduk anggota Dewan itu,” jelas kader muda Golkar ini.

    Di tempat terpisah, Wakil Ketua DPRD Kota Depok Amri Yusra mengakui, memang ada saran tidak diizinkannya kajian antar daerah itu.

    Jadi siapa yang beri izin? Tanpa bermaksud tak hormat, Amri menyebutkan Komisi B diberi izin Ketua DPRD Naming D Bothin. Bahkan kata dia, sebagai koordinator Komisi B, dirinya pun tidak tahu menahu keberangkatan Komisi B itu. “Saya tak diajak bicara…”

    Kajian antar daerah 10 anggota Komisi B ke Kutai, Kalimantan Timur sejak Selasa (13/12) menambah panjang daftar nama anggota DPRD yang suka mangkir.

    Mereka tidak hadir dalam Rapat Paripurna Penetapan Raperda Perubahan Perda No. 3/2005 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan/Anggota DPRD Depok—menjadi 18 orang—yang berlangsung Rabu (14/12) lalu.

    Sebelumnya, sembilan anggota DPRD yang mangkir di Rapat Paripurna, juga tidak ada transparansi penyelesaian kasus itu.

    Dari penelusuran yang dilakukan Tim Monde, Ke-18 anggota yang tidak hadir atau mangkir dalam Paripurna itu adalah Widya Jaya Antara (FPDIP), Sjuhada (FPB), Ratna Nuryana (FPG), Budi Wahyudi (FPKS), Muhammad Suparyono (FPKS), Murthada Sinuraya (FPD), Anita Dyah Puspitasari (FPD), Otto Simon Leander (FPDIP), Dadang Ibrahim (FPB), Anda Suhanda Rundih (FPAN)—semuanya anggota Komisi B DPRD. Mereka, sesuai informasi yang diperoleh Tim Monde, mendapat izin mengadakan kajian antar daerah.

    Kemudian anggota legislatif yang tak hadir saat Rapat Paripurna adalah Ahmad Dahlan (FPAN), Ahmad Damanhuri (FPB)—keduanya menjalankan cuti untuk beribadah haji. Kemudian, Lia Kamelia (FPG), tak hadir lantaran cuti melahirkan.

    Sementara lima anggota masuk ke dalam ruang Paripurna. Ini pun dilakukan setelah Ketua DPRD Depok membacakan absensi rapat.

    Sementara Komisi A yang berjumlah 11 anggota, kemarin, juga melakukan kajian antar daerah ke Tasik. Sementara pimpinan DPRD tetap memberikan izin.(Tim Monde)

    Anggota DPRD mangkir. 3 Fraksi minta BKD mengusut…

    Monitor Depok, 16 Desember 2005GEDUNG DEWAN, MONDE: Mangkirnya sejumlah anggota DPRD Depok dalam Rapat Paripurna, kemarin mendapat reaksi keras dari internal legislatif. Bahkan sejumlah fraksi menyatakan kekecewaanya, dan meminta Badan Kehormatan Dewan (BKD) untuk mengusutnya.
    Kekecewaan itu disampaikan Fraksi Persatuan Bangsa (FPB), Fraksi Partai Demokrat (FPD) dan Fraksi Partai Golkar (FPG), lantaran pimpinan DPRD, Komisi B, dan Komisi A, tidak mematuhi saran dan hasil kesepakatan Panmus DPRD Depok.

    Hasil kesepakatan Panmus menyebutkan anggota legislatif disarankan tidak mengadakan kajian antardaerah sampai akhir 2005, mengingat tugas dan kewajiban yang ditangani DPRD masih banyak.

    “Saya kecewa terhadap pimpinan yang tetap memberikan izin kepada Komisi A dan Komisi B, melakukan kajian antar daerah, padahal usulan [tak boleh kajian antardaerah] itu sudah diterima sebagi saran,” kata Mazhab HM, Ketua Fraksi Persatuan Bangsa, kepada Monde, kemarin.

    Bahkan, menurut Ketua FPB Rintisyanto, Panmus juga meminta semua anggota Dewan bekerja optimal, khususnya dalam menuntaskan pembahasan RAPBD 2006, termasuk masalah PDAM, dan TPA ilegal Beji.

    “Tahun anggaran 2005 tinggal dua minggu lalu, harusnya sesama anggota Dewan harus memahami waktu yang singkat ini harus dioptimalkan membahas RAPBD 2006,” tandasnya.

    Perlu diusut

    Pendapat senada juga disampaikan anggota FPG Babai Suhami. Bahkan dia meminta Badan Kehormatan DPRD Depok (BKD) untuk mengusut tuntas tidak hadirnya anggota sejumlah anggota Komisi B dalam Paripurna lalu.

    “Apapun hasilnya BKD harus bisa menginformasikan kepada publik tentang tindak tanduk anggota Dewan itu,” jelas kader muda Golkar ini.

    Di tempat terpisah, Wakil Ketua DPRD Kota Depok Amri Yusra mengakui, memang ada saran tidak diizinkannya kajian antar daerah itu.

    Jadi siapa yang beri izin? Tanpa bermaksud tak hormat, Amri menyebutkan Komisi B diberi izin Ketua DPRD Naming D Bothin. Bahkan kata dia, sebagai koordinator Komisi B, dirinya pun tidak tahu menahu keberangkatan Komisi B itu. “Saya tak diajak bicara…”

    Kajian antar daerah 10 anggota Komisi B ke Kutai, Kalimantan Timur sejak Selasa (13/12) menambah panjang daftar nama anggota DPRD yang suka mangkir.

    Mereka tidak hadir dalam Rapat Paripurna Penetapan Raperda Perubahan Perda No. 3/2005 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan/Anggota DPRD Depok—menjadi 18 orang—yang berlangsung Rabu (14/12) lalu.

    Sebelumnya, sembilan anggota DPRD yang mangkir di Rapat Paripurna, juga tidak ada transparansi penyelesaian kasus itu.

    Dari penelusuran yang dilakukan Tim Monde, Ke-18 anggota yang tidak hadir atau mangkir dalam Paripurna itu adalah Widya Jaya Antara (FPDIP), Sjuhada (FPB), Ratna Nuryana (FPG), Budi Wahyudi (FPKS), Muhammad Suparyono (FPKS), Murthada Sinuraya (FPD), Anita Dyah Puspitasari (FPD), Otto Simon Leander (FPDIP), Dadang Ibrahim (FPB), Anda Suhanda Rundih (FPAN)—semuanya anggota Komisi B DPRD. Mereka, sesuai informasi yang diperoleh Tim Monde, mendapat izin mengadakan kajian antar daerah.

    Kemudian anggota legislatif yang tak hadir saat Rapat Paripurna adalah Ahmad Dahlan (FPAN), Ahmad Damanhuri (FPB)—keduanya menjalankan cuti untuk beribadah haji. Kemudian, Lia Kamelia (FPG), tak hadir lantaran cuti melahirkan.

    Sementara lima anggota masuk ke dalam ruang Paripurna. Ini pun dilakukan setelah Ketua DPRD Depok membacakan absensi rapat.

    Sementara Komisi A yang berjumlah 11 anggota, kemarin, juga melakukan kajian antar daerah ke Tasik. Sementara pimpinan DPRD tetap memberikan izin.(Tim Monde)

    April 2005

    PKB Depok Tetap Jagokan Badrul Kamal

    TEMPO Interaktif, Selasa, 12 April 2005 TEMPO Interaktif, Depok:Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Ahmad Damanhuri menyatakan teguh pendirian mengusung Badrul Kamal sebagai Calon Wali Kota Depok periode 2005-2010.
    Ahmad mengaku tidak akan mengikuti langkah empat partai yang keluar dari Koalisi Kebersamaan.

    Koalisi Kebersamaan terbentuk pada 27 Maret lalu. Koalisi ini terdiri atas enam partai besar, yakni Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Damai Sejahtera (PDS).

    Para pimpinan partai ini telah meneken komitmen mendukung Badrul. Komitmen itu dituangkan dalam kertas bermeterai. Namun, di tengah perjalanan, Partai Demokrat, PDI Perjunagan, PDS, dan PPP mundur dari koalisi tersebut.

    “Tidak ada alasan untuk menarik dukungan. Kami akan tetap setia dengan komitmen bersama,” kata Ahmad kepada Tempo di Depok, Selasa (12/4).

    Ahmad menambahkan, keteguhan ini didasarkan pada dua hal, yakni setia pada janji dan keyakinan pada sosok Badrul yang cukup dikenal oleh warga Depok. Dia yakin masyarakat Depok masih berharap Badrul kembali memimpin. “Pamor Badrul masih cukup kuat, terutama melihat keberhasilannya selama menjadi wali kota,” katanya. Suliyanti Pakpahan-Tempo

    Wednesday, February 13, 2008
    Dewan Keluhkan Proses Ajudikasi di Cisalak

    Republika, 05 Maret 2007

    DEPOK — Sejumlah anggota DPRD Kota Depok mengeluhkan
    lamanya proses ajudikasi tanah di Kelurahan Cisalak,
    Kecamatan Sukmajaya. “Banyak warga yang melaporkan
    kepada kita kalau proses ajudikasi di sana lama
    sekali,” ujar M Triyono, ketua Komisi A DPRD Kota
    Depok, akhir pekan lalu.

    Anggota Komisi A lainnya, Amsir dan Qurtifa Wijaya,
    juga mengakui hal yang sama. Qurtifa menambahkan,
    banyaknya laporan warga yang masuk ke dewan tersebut
    sudah ditindaklanjuti Komisi A dengan melakukan
    kunjungan ke Kelurahan Cisalak. “Ya, memang banyak
    warga yang mengeluh. Karena itu beberapa hari lalu
    kita dari Komisi A berkunjung ke sana,” kata Qurtifa.

    Menurut Amsir, saat berkunjung ke Kelurahan Cisalak,
    rombongan Komisi A mempertanyakan bagaimana prosedur
    ajudikasi tanah di sana. “Biar kita juga mengerti,
    kenapa prosesnya bisa lama seperti ini.”

    Triyono menuturkan, program ajudikasi tanah di Depok
    dilakukan di sejumlah kecamatan sejak Oktober 2006.
    Lima bulan setelah program itu berjalan, Komisi A
    menerima banyak laporan warga Cisalak terkait
    ajudikasi tersebut. “Kita awalnya juga heran, kenapa
    ajudikasi di Cisalak bisa lama, padahal sejumlah
    kelurahan lainnya juga ada program itu,” ungkap
    Triyono. Selain warga Cisalak, dirinya tidak menerima
    keluhan lamanya ajudikasi tanah dari warga kelurahan
    lain.

    Lurah Cisalak, A Royani, menjelaskan, program
    ajudikasi di kelurahannya memang sudah berjalan lima
    bulan dan baru ditargetkan selesai seluruhnya pada
    pertengahan Maret 2007. “Jadi bukan lama, karena
    memang masih proses. Mudah-mudahan pertengahan bulan
    ini selesai,” katanya.

    Royani menjelaskan, program ajudikasi di Cisalak
    dilakukan di enam RW dari 13 RW yang ada. Jumlah
    bidang tanah yang disertifikasi sebanyak 1.287 bidang.
    Sampai saat ini, pelaksanaannya tidak ada kendala dan
    berjalan lancar. “Bahkan warga yang belum kebagian
    program ini berharap ajudikasi dapat dilanjutkan pada
    tahun ini.”

    Endang Supena, koordinator Program Ajudikasi Kelurahan
    Cisalak, menerangkan, proses penyelesaian program
    ajudikasi di Kelurahan Cisalak memang tidak bisa
    disamakan dengan ajudikasi di kelurahan lainnya.
    “Proses di kita memang agak sedikit membutuhkan waktu
    karena digabungkan dengan program ajudikasi di
    Kelurahan Sukamaju Baru, Cimanggis,” katanya.

    Dikatakan, jumlah bidang ajudikasi di Kelurahan
    Sukamaju Baru sebanyak 3.715 bidang. Dengan
    penyelesaian yang digabungkan, kata Endang, maka waktu
    yang dibutuhkan pun berbeda dengan ajudikasi yang
    dilakukan terpisah. “Karena kita kan harus menunggu,
    penyelesaiannya bergiliran dan bergantian,” ujarnya.

    Endang menambahkan, dari 1.287 bidang yang telah
    selesai disertifikasi, sebanyak 58 sertifikat secara
    simbolik sudah diserahkan kepada kelurahan. Sementara
    sisanya sedang dalam proses penandatanganan pejabat
    pertanahan. “Jadi memang target kami pertengahan Maret
    ini seluruhnya selesai dan diserahkan ke kelurahan,”
    ungkap Endang.

    Qurtifa Wijaya, mengimbau, aparatur kelurahan dan
    warga Cisalak yang mengikuti program ajudikasi,
    hendaknya bisa berkomunikasi dengan intensif
    membicarakan hal ini. “Kepada warga, sabar sebentar.
    Untuk kelurahan, hendaknya bisa memberitahukan proses
    ajudikasi sudah sampai tahapan mana, jadi tidak salah
    faham,” tuturnya.n ade

    Fakta Angka

    1.287 Bidang
    Tanah yang akan disertifikasi di Kelurahan
    Cisalak,Depok

    Comment by triyono — July 16, 2010 @ 5:11 pm

  3. Penetapan alat kelengkapan DPRD Depok, Demokrat kuasai Kota Kembang

    Monitor Depok, 13 Februari 2008

    KOTA KEMBANG, MONDE: Partai Demokrat semakin menunjukkan tajinya. Dari hasil rapat paripurna mengenai penetapan perubahan alat kelengkapan DPRD Kota Depok, partai pengusung SBY ini terlihat mendominasi kepemimpinan di Kota Kembang.Keputusan yang dibacakan Sekretaris Dewan Agus Suherman diketahui dari Fraksi PD menempatkan tiga orang pimpinan di Komisi yaitu Lewi Octaviano sebagai Wakil Ketua di Komisi A, Wahyudi sebagai Wakil Ketua Komisi C dan Marlyn Agnes Pantouw menduduki posisi Sekretaris Komisi D.Di Badan Kehormatan Dewan (BKD) juga ditunjuk sebagai ketua dari Fraksi Partai Demokrat Rintisyanto bahkan untuk Ketua Panitia Legislasi juga dipilih Wahyudi sebagai ketua.

    “Ini bukan suatu bentuk dominasi tetapi merupakan suatu bentuk apresiasi dan kepercayaan ataupun hasil sharing kepada teman-teman fraksi lainnya di Dewan yang memang harus dijalankan secara baik kedepannya,” jelas Rintis, kemarin.

    Ia menjelaskan tidak ada suatu niatan dari Faksi PD melakukan dominasi di legislatif karena dari fraksi lain pun mendapatkan porsi yang sama. “Yang patut disikapi sekarang adalah kepercayaan yang diberikan oleh teman-teman harus dapat kita tunaikan semaksimal mungkin ke arah yang lebih baik,” ucapnya.

    Wahyudi menambahkan prestasi yang diberikan kepada Fraksi PD dapat terapresiasi dengan memperoleh kepercayaan menjadi pimpinan dalam alat kelengkapan.

    “Ini merupakan apresiasi yang besar yang dberikan oleh teman-teman di Dewan. Untuk itu kedepannya semua secara bersama-sama membangun dan menjadikan DPRD Depok bekerja lebih baik lagi,” tegasnya.

    Dalam rapat paripurna yang juga dihadiri Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail ditetapkan selengkapnya Ketua Komisi A dipegang Ahmad Dahlan (FPAN) dengan Wakil Ketua Lewi Octaviano (FPD), Qurtifa Wijaya (FPKS) sebagai Sekretaris.

    Kemudian, Ketua Komisi B Widya Jaya Antara (FPDIP), Wakil Ketua Sjuhada (FPP) dan Sekretaris Ratna Nuryana (FPG)

    Sementara itu dipercaya sebagai Ketua Komisi C Mazhab HM (FPPP) Wakil Ketua Wahyudi (FPD) Sekretaris Babai Suhaimi (FPG). Terakhir, Ketua Komisi D dijabat Dedi Martoni (FPKS) Wakil Ketua Syihabuddin Ahmad (FPPP) dan Sekrtetaris Marlyn Agnes Pantouw (FPD).

    Sementara itu untuk Ketua Pnitia Legislasi Dewan diduduki Wahyudi (FPD) Wakil Ketua Babai Suhaimi (FPG) dan Sekretaris Kuat Sukardiyono (FPKS).

    Sedangkan pimpinan di BKD, terpilih sebagai ketua, Rintisyanto (FPD) wakil ketua Otto Simon Leander (FPDIP) dengan anggotanya Imam Budi Hartono (FPKS), Ahmad Damanhuri (FPPP) dan H. Naisan (FPG).

    Januari 2008
    Fraksi PB berubah menjadi Fraksi PPP

    Monitor Depok, 3 Januari 2008KOTA KEMBANG, MONDE: Berdasarkan aturan baru mengenai ketentuan pembentukan fraksi di DPRD dimana aturan lama untuk pembentukan fraksi syaratnya minimal lima kursi kini berganti dengan syarat empat kursi.Untuk itu, Fraksi Persatuan Bangsa kini berubah nama menjadi Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Hal itu diungkapkan Ketua Fraksi Mazhab HM kepada Monde, kemarin.

    “Kalau peraturan yang lalu syaratnya lima kursi, aturan yang baru hanya empat kursi boleh menjadi fraksi sendiri disesuaikan dengan keberadaan komisi-komisi, dan di sini Partai Persatuan Pembangunan secara otomatis dapat dibentuk fraksi sendiri karena jumlah kursi kita ada empat,” jelasnya.

    Perihal keberadaan dua kursi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang ada di fraksi tersebut yaitu Syihabuddin Ahmad dan Ahmad Damanhuri, Mazhab mengatakan mengambalikan kepada yang terkait untuk menentukan sikapnya apakah terus bergabung dengan Fraksi PPP atau memilih fraksi yang lain.

    “Kita telah mengembalikan keputusan itu kepada masing-masing anggota, dan ternyata sikap mereka tetap bergabung dengan fraksi kita yang baru, ini didasarkan karena plafon dan latar belakang partai yang hampir sama sehingga mereka tetap bergabung,” ucap Mazhab.

    Mazhab berharap dengan nama fraksi yang baru ini anggotanya lebih siap lagi dalam menghadapi kancah perpolitikan dan akan semakin solid serta percaya diri sebagai fraksi dengan nama yang baru.

    “Tahun baru nama fraksi pun baru, sehingga diharapkan dapat membawa pembaruan di tahun 2008 ini dan semakin baik lagi dalam membela kepentingan masyarakat Depok,” paparnya.(why)

    September 2006
    Aksi walkout warnai Paripurna LKPJ walikota

    Monitor Depok, 1 September 2006KOTA KEMBANG, MONDE: Sidang Paripurna pidato Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) Wali Kota diwarnai aksi walkout oleh dua anggota Dewan yakni Ahmad Damanhuri dan Triyono, keduanya dari fraksi Persatuan bangsa.Keduanya walkout karena tidak puas atas masalah penjelasan keterlambatan Walikota menyerahkan berkas LKPJ. Apalagi Dewan telah melakukan Panmus hingga tiga kali untuk melaksanakan rapat Peripurna pembahasan LKPJ.

    Kebanyakan fraksi tak dapat menerima alasan Walikota perihal keterlambatan karena terbentur dengan kegiatan Agustusan dan hari Pramuka. Mereka mengharap Walikota dapat melaksanakan amanah sebaik-baiknya dengan mendahulukan tugas utama.

    Berulangkali Hasbullah anggota dari fraksi PAN menegaskan agar Walikota mendahulukan tugas utama. “Jangan hanya karena upacara yang dapat diwakilkan Walikota meninggalkan pekerjaan mendasar,” tegasnya.

    Jangan terlambat lagi

    Hasbullah menambahkan agar hal ini dapat menjadi pengalaman untuk hari-hari mendatang “Jangan sampai keterlambatan ini terulang lagi di masa mendatang,” tambahnya.

    Antara pemerintah dengan anggota dewan, ujar dia, harus dapat bekerja dengan berdampingan, jangan sampai ada yang dirugikan.

    Qurtifa Wijaya dari Fraksi PKS menjelaskan masalah tidak terima penjelasan keterlambatan Walikota menyerahkan LKPJ itu seharusnya pada waktu Panmus.

    “Seharusnya pada waktu di Panmus jika ingin mengkritisi masalah keterlambatan LKPJ jadi jangan dibahas lagi di sidang paripurna,” tegasnya.

    Qurtifa mengharapkan agar permasalahan tersebut tak diperpanjang lagi agar pembahasan LKPJ dapat segera dilaksanakan. Sebenarnya penjelasan mengenai keterlambatan penyerhan LKPJ ini telah dibahas di Panmus, dan di Panmus hal tersebut telah difahami.

    Hampir seluruh fraksi mengemukan pendapatnya berkaitan dengan penjelasan keterlambatan LKPJ dari Walikota ada yang menerima dan menolak.

    Perdebatan terus berlanjut hampir satu jam, akhirnya ketua Sidang Naming D Bothin berusaha menengahi dan mengharapkan permasalahan tersebut dibahas di luar sidang.

    Namun, hal tersebut tak diterima oleh anggota dewan. Mereka beralasan harus ada tranparansi terhadap publik karena Pemerintah dan Dewan adalah amanah rakyat.

    Ketua Sidang mengambil arternatif lin yaitu dengan menulis keberatan di surat dan diserahkan kepada Walikota.

    Alternatif itu juga ditolak, kebanyakan anggota sidang mengharapkan ketua sidang menegur Walikota terkait dengan keterlambatan tersebut. Jika ketua sidang tidak menegur, mereka akan mengancam walkout dari sidang.

    Akhirnya Naming D Bothin selaku ketua sidang menuruti permintaan tersebut dan menegur Walikota disertai dengan ketukan palu sebagai tanda resminya teguran tersebut.

    Teguran ke Walikota yang disertai dengan ketukan palu tersebut di sambut peserta sidang dengan tepuk tangan yang meriah.(m-8)

    Comment by triyono — July 16, 2010 @ 5:23 pm


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.