Profil Tokoh DEPOK

Tjahyo Adi T Moekmin

Tjahyo Adi T Moekmin

Oktober 2006

Terkait dana Co-Bild, Anda Suhanda dituding menipu

Monitor Depok, 20 Oktober 2006MARGONDA, MONDE: Kasus dana bantuan pembangunan perumahan bagi rakyat miskin atau dana community building (Co-Bild) tahun 2002 yang dikucurkan Depkimraswil bagi Kota Depok senilai Rp1 miliar, kembali menyeret anggota Dewan.

Kali ini, Anda Suhanda, anggota komisi B DPRD Depok dan Sekretaris FPAN, dituding melakukan tindak penipuan dana pinjaman bergulir Rp19,2 juta saat dirinya menjabat Sekretaris Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Koppas Cisalak tahun 2003.

“Dari tahun 2003 hingga kini Anda belum juga mengembalikan dana yang dipinjamnya. Padahal tagihan tiap bulannya tetap dikirim baik ke rumahnya maupun ke rumah orang-orang yang pinjam dibawah koordinasinya,” ujar Tjahyo Adi T Moekmin, wakil Ketua Dewan Pendiri Yayasan Forum Pengembangan dan Pembangunan Perumahan Rakyat (YFP3R) di kantor redaksi Monde baru-baru ini.

Sebelumnya, anggota Komisi C dan Sekretaris FPDIP Sugiharto juga dituding melakukan tindak penipuan sewaktu menjabat sebagai Ketua KSM Swadana Madani tahun 2003, masih dalam kaitan kasus Co-Bild.

Belakangan, Sugiharto yang kerap disapa Ugi menyatakan bahwa tindakan yang ditempuhnya sewaktu menjabat sebagai pengurus koperasi sudah sesuai aturan. Oleh sebab itu Ugi mengaku siap menghadapinya.

Sementara terkait kasus Anda Suhanda, Tjahyo memaparkan kronologisnya. Pada 14 April 2003 di Jl Mujair Raya 293 Depok, Sekretaris KSM Koppas Anda Suhanda menandatangani pinjaman Rp19,2 juta. Anda pun menyetujui pinjaman itu berbunga 0,9% per bulan selama 24 bulan.

“Dalam perjanjian itu terdapat aturan apabila ada keterlambatan pembayaran dikenakan jasa keterlambatan 0,25% per hari. Bila dijumlahkan hingga 12 Oktober 2006 maka total tagihan Anda Suhanda yang belum dibayar Rp51,2 juta,” Tjahyo menandaskan.

Dia menambahkan, terkait kasus Anda dan Ugi, YFP3R berencana melaporkan hal tersebut ke Polrestro Depok.

Terpisah, saat hendak dimintai konfirmasinya, Anda enggan menanggapinya. “Untuk masalah ini, saya enggak mau komentar dulu…” tuturnya kepada Monde, Rabu.

Sementara itu Sekretaris Badan Kehormatan DPRD (BKD) Depok, Rintisyanto, menjelaskan bahwa kasus ini merupakan urusan pribadi.(m-2/m-8)

Terkait dana Co-Bild, YFP3R tuding Sugiharto menipu

Monitor Depok, 11 Oktober 2006MARGONDA, MONDE: Anggota Komisi C dan Sekretaris Fraksi PDI-P Sugiharto dituding telah melakukan tindak penipuan sewaktu menjabat sebagai Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Swadana Madani tahun 2003.

Tudingan itu dilontarkan Wakil Ketua Dewan Pendiri Forum Pengembangan dan Pembangunan Perumahan Rakyat (YFP3R) pengelola dana Co-Bild, Tjahyo Adi T. Moekmin, di kantor Redaksi Monde, kemarin petang.

Sugiharto yang kerap disapa Ugi, katanya, melakukan penipuan setelah mengganti jabatannya dari ketua menjadi bendahara dalam penyaluran dana Rp19.200.000 dari YFP3R ke KSM Swadana Mandiri.

“Entah mengapa saat dana mau disalurkan, dirinya (Ugi—Red.) menjadi bendahara. Begitu juga dengan penyaluran dana yang harusnya untuk 8 orang disalurkan kepada 20 orang dan proses pengembaliannya hingga kini tidak lancar,” ujar Tjahyo.

Terkait peristiwa yang terjadi tahun 2003-2004 itu, dia atas nama Badan Pendiri YFP3R melaporkan kasus tersebut kepada Polres Depok tahun 2005.

“Saya melaporkan orang-orang yang menandatangani akta perjanjian pinjaman yang seharusnya ditandatangani Ugi sebagi ketua, yakni Yedi Purwanto sebagai ketua, Oman Sutisna sebagai sekretaris dan Wismono sebagai bendahara ke Polres tanggal 20 Oktober 2006. Berdasarkan keterangan mereka bertiga, Ugi berperan di belakang mereka,” dia menjelaskan.

Hanya saja, ujar Tjahyo, kasus tersebut hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti, yaitu mengarah pada penetapan tersangka yang berujung pada penyelesaian kasus.

Terkait hal tersebut, dia melanjutkan, “setelah Lebaran saya akan menghadap Kapolres Depok Firman Santyabudhi untuk meminta kejelasan atas penuntasan kasus yang saya laporkan tahun 2005 itu.”

Dalam upayanya meminta pertanggungjawaban Ugi, YFP3R bahkan berniat mendatangi DPC PDI-P untuk mendesak agar kadernya bertanggung jawab.

“Tindakan-tindakan kekeluargaan kami (YFP3R—Red.) selama ini nyatanya tidak disambut baik. Bahkan saat saya berkunjung ke rumahnya (Ugi) saya tidak bisa ketemu. Makanya mau tidak mau kami menempuh jalur hukum,” Tjahyo memaparkan.

Menyangkut tudingan tersebut, Sugiharto menyatakan bahwa tindakan yang ditempuhnya sewaktu menjabat sebagai pengurus koperasi sudah sesuai aturan. Oleh sebab itu Ugi mengaku siap menghadapinya.

“Saya tidak menandatangani perjanjian karena pada waktu itu saya tidak ada. Dan soal penyaluran pada 20 orang itu kan bukan maunya saya tapi keinginan dari masyarakat. Kalau saya salah, yah silakan tunjukkan kesalahan saya dengan jalan yang baik,” papar Ugi yang dihubungi Monde via telepon tadi malam.

Menyangkut soal pengembalian pinjaman, dia mengatakan hal itu telah diupayakan sejak dulu. Hanya saja, dia menambahkan, memang perlu waktu.

“Mengenai rencana mereka [mengadu] ke partai saya, yah silakan saja. Kalau memang mau duduk bersama juga akan saya sambut baik.”

Dalam perkembangan lain, terkait dengan rencana anggota Komisi C Sugiharto untuk melaporkan Komdak ke kepolisian, kemarin dia melakukan konsultasi dengan penasehat hukumnya. Dalam konsultasi ini, kata Ugi, akan dibahas pasal-pasal yang terkait dengan masalahnya.

“Sampai sekarang saya baru berkonsultasi dengan penasehat hukum untuk memasukkan perkara ini ke dalam pasal mana saja,” Ugi menjelaskan kepada Monde kemarin. “Setelah semua bahan-bahan siap, mungkin besok (hari ini—Red.)) saya akan memasukkan ke kepolisian.”

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Sugiharto berencana menempuh dua langkah: pertama, melakukan klarifikasi ke Monde, dan kedua, melaporkannya ke polisi. Langkah ini dilakukan karena dia menilai tudingan itu sebagai proses pembunuhan karakter dan menyudutkan anggota Dewan.

Secara terpisah Siswanto, Ketua Komisi C dan Ketua F-PDIP, dalam waktu dekat juga akan melakukan tindakan. “Karena ini terkait dengan politis maka saya juga akan menjawabnya secara politis,” ujarnya kepada Monde kemarin.

Saat ditanya apakah akan segera melaporkannya ke polisi, Siswanto menjawab, “terserah saya mau bawa ke polisi apa tidak.”

Soal surat jawaban dari Komdak mengenai dugaan percaloan yang melibatkan Siswanto dan Sugiharto, Siswanto menyatakan sampai kemarin belum diterima oleh Dewan.(m-2/m-8)

Maret 2006

Kasus Co-BILD berlanjut, Polres periksa Djundjunan

Monitor Depok, 16 Maret 2006MARGONDA, MONDE: Polres Depok terus memeriksa saksi-saksi terkait kasus dana bantuan pembangunan bagi rakyat atau community building (Co-BILD). Kali ini giliran Djundjunan, sekretaris Front Anti Korupsi (Fraksi) Depok, diperiksa sebagai saksi.

Djundjunan kepada Monde mengemukakan, dirinya kemarin diperiksa sebagai saksi oleh petugas yang bernama Briptu Sulastri di Mapolres Depok, selama dua jam (pukul 11.00-13.00). Surat panggilan kepada Djundjunan dengan No Pol: S-Pgl/484/III/2006/Res Depok.

Dalam pemeriksaan itu, Djundjunan mengaku ditanya soal alasan mengapa dirinya memberikan data-data Co-BILD kepada Ketua Masyarakat Pemantau Kebijakan Publik (MPKP) Yusuf Trilis Hendra.

“Kalo [data-data Co-BILD] ini untuk kepentingan publik mengapa saya harus sembunyikan?” ujar Djundjunan didampingi Yusuf Trilis saat mendatangi kantor redaksi Monde, kemarin.

Seperti diketahui, Yusuf Trilis Hendra, Djundjunan dan Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian Depok Raden Bayu Aji diadukan oleh Direktur Badan Pengelola Dana Co-BILD Tjahyo Adi Moekmin ke Polres Depok dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Yusuf Trilis dan Bayu Aji sebelumnya juga telah diperiksa oleh Polres Depok untuk dimintai keterangannya sebagai saksi terkait kasus Co-BILD. Bahkan, Yusuf balik melaporkan Tjahyo ke polres, meski laporannya ditolak.

LSM Fraksi Depok terus berinisiatif mengungkap kasus Co-BILD, hingga akhirnya melaporkan kasus itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 28 Februari 2006.

Laporan kasus Co-BILD oleh Fraksi itu dicatat dalam buku regrestrasi KPK dengan nomor laporan: 10793/PIPM/KPK/2/2006, tertanggal 28 Februari 2006. Laporan tersebut diterima oleh Harni Latfia.

Bukan nominal

Dengan demikian seluruh pengurus Yayasan Forum Pengembangan Pembangunan Perumahan Rakyat (YFP3R) Kota Depok, pengelola bakal diperiksa lembaga tersebut.

Yusuf Trilis Hendra, kemarin, menegaskan pada hakekatnya LSM yang dipimpinnya sama sekali tidak melihat besar-kecilnya nilai dana yang dikelola YFP3R, namun yang dipertanyakan adalah pengelolaan dana Co-BILD sebesar Rp1 miliar.

“Kami pun yakin bahwa KPK akan merespon laporan kami. Untuk itu, mereka [KPK] janji akan melakukan pemeriksaan, sebulan setelah laporan diterima. Artinya, pada akhir Maret 2006, mereka siap bekerja,” ujar Yusuf.

Menjawab upaya Fraksi, Direktur Co-BILD Tjahyo tidak merasa gentar. Bahkan dia mengancam akan balik melaporkan LSM Fraksi, manakala dugaan penyimpangan dana Co-BILD tidak terbukti.

“Apabila tidak terbukti, saya bisa gugat balik kepada siapa saja yang melaporkan kasus ini,” tandas Tjahyo (Monde, 1 Maret 2006).

Djundjunan menambahkan, dia bersama rekan-rekannya akan terus mengungkap kasus Co-BILD tahun 2002 senilai Rp1 miliar yang dikelola oleh YFP3R Kota Depok.

“Saya melakukan ini demi kepentingan publik, karena dana Co-BILD diperuntukkan bagi publik. Jadi pengelolaan dan penyalurannya harus jelas,” tandasnya.(sb)

Kasus Co-BILD resmi masuk KPK, Tjahyo ancam lapor balik

Monitor Depok, 1 Maret 2006MARGONDA, MONDE: Kasus dugaan penyimpangan dana Community Building (Co-BILD) senilai Rp1 miliar berbuntut panjang. Pasalnya, LSM Fraksi melaporkan kasus itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kemarin.

Dengan demikian seluruh pengurus Yayasan Forum Pengembangan Pembangunan Perumahan Rakyat (YFP3R) Kota Depok, pengelola bakal diperiksa lembaga tersebut.

Ketua Front Anti Korupsi (Fraksi) Kota Depok, Yusuf Trilis Hendra, kemarin, menegaskan pada hakekatnya LSM yang dipimpinnya sama sekali tidak melihat besar-kecilnya nilai nominal [dana] yang dikelola oleh YFP3R, namun yang dipertanyakan adalah pengelolaan dana Co-BILD sebesar Rp 1 miliar.

”Untuk itu kami berharap kiranya KPK dapat menindaklanjuti laporan kami ini sesuai dengan fungsi dan peranannya,” tegas Yusuf kepada Monde.

Ia bersama rekannya, R Bayu Aji melaporkan kasus ini ke KPK.

Langkah Yusuf Trilis dan Bayu ini merupakan langkah resmi elemen warga Depok untuk mengadukan yayasan itu—menyusul sebelumnya sejumlah elemen warga lainnya mempertanyakan di mana sebenarnya dana Co-BILD saat ini, dan bagaimana distribusinya ke publik.

Sebelumnya, sejumlah orang yang membicarakan kasus ini lewat media mendapat ancaman dari orang-orang tertentu, bahkan sebagian lainnya dilaporkan ke Polres Depok. Merasa sebagai warga negara yang punya hak sama di bawah hukum (equal above law), Yusuf pun melaporkan balik Tjahyo, tapi Polres Depok tak menanggapinya, sehingga dia merasa kecewa (Monde, 24 Februari).

Silakan lapor…

Sementara itu, secara terpisah, Direktur Badan Pengelola Co-BILD Kota Depok, Tjahyo Adi Moekmin, menyatakan siap menghadapi upaya hukum yang dilakukan Yusuf Trilis Hendra dkk.

“Silakan saja mereka lapor ke KPK, saya siap kok,” kata Tjahyo saat dihubungi Monde tadi malam. Dia juga meminta kepada Yusuf seyogianya perlu belajar banyak soal UU anti korupsi sebelum melaporkan kasus tersebut.

Namun, kata dia, apabila nanti tidak terbukti adanya penyimpangan pengelolaan dan penyaluran dana Co-BILD, maka pihaknya siap menggugat balik para pelapor ke aparat hukum.

“Apabila tidak terbukti, saya bisa gugat balik kepada siapa saja yang melaporkan kasus ini,” tandas Tjahyo.

Laporan kasus Co-BILD oleh Fraksi itu dicatat dalam buku regrestrasi KPK dengan nomor laporan: 10793/PIPM/KPK/2/2006, tertanggal 28 Februari 2006. Laporan tersebut diterima oleh Harni Latfia.

Menurut Yusuf, KPK berjanji akan memanggil dan sekaligus memeriksa para pengurus YFP3R, pengelola dana Co-BILD, untuk itu dibutuhkan waktu pendalaman materi atas laporan tersebut selama 30 hari.”Ya, setelah KPK akan menindaklanjuti kasus tersebut, dengan memanggil dan sekaligus memeriksanya,” katanya.

Untuk memudahkan dan kelancaran penyelidikan KPK, katanya, sejumlah dokumen yang terkait dengan kasus Co-BILD telah disampaikan kepada lembaga tersebut, seperti foto copy hasil temuan audit kepatuhan, KSM fiktif, KSM bentukan YFP3R dan kuitansi pembayaran di luar prosedur yang ditetapkan oleh YFP3R.

“Seluruh dokumen yang berkaitan dengan kasus Co-BILD sudah kami laporkan kepada KPK, dan KPK berjanji bahwa pengurus YFP3R yang terkait dengan pengelolaan dana Co-BILD dalam waktu dekat akan diperiksa” ungkapnya.

Beberapa kasus dugaan penyimpangan dana Co-BILD yang dilaporkan ke KPK, menurut dia, terutama sedikitnya 55 KSM penerima dana Co-BILD, terutama adanya dugaan KSM fiktif yang dibentuk oleh yayasan dan dikelola kalangan kerabat pengurus yayasan tersebut.

”Ya, ada KSM yang kami curigai dikelola satu keluarga salah seorang pengurus YFP3R, seperti istri, adik dan ipar, semuanya ikut mengelolanya,” ungkapnya tanpa merinci nama KSM itu.

Tidak hanya KSM fiktif saja, katanya, dalam penyaluran dan pengembalian dana Co-BILD ditengarai patut dipertanyakan kepatutannya.

Misalnya, katanya, ada KSM yang mendapat rekomendasi dari salah satu instansi Pemkot Depok untuk menerima pinjaman dana Co-BILD, suatu sikap yang dianggap tak sesuai prosedur dan bisa melahirkan dugaan adanya kolusi.

Ia juga menengarai bahwa dalam penagihan dana juga melibatkan debt collector. ”Kami punya bukti-buktinya,” ungkapnya kalem.(mj/sb)

Februari 2006

Yusuf kecewa laporannya ditolak Polres, Pembela kasus Co-BILD disiapkan

Monitor Depok, 24 Februari 2006MARGONDA, MONDE: Sehari setelah menjalani pemeriksaan oleh Polrestro Depok terkait dugaan pencemaran baik atas kasus Co-BILD, Ketua LSM Masyarakat Pemantau Kebijakan Publik (MPKP) Yusuf Trilis Hendra pukul 11.00, kemarin melaporkan balik Tjahyo T Moekmin, Direktur Badan Pengelola Co-BILD ke Polres Depok.

Namun, niat Yusuf itu terhalang lantaran Polrestro Depok menolak laporan balik Yusuf kepada Tjahyo yang menyatakan Tjahyo telah melakukan pencemaran nama baiknya karena telah menuduhnya telah mencemarkan nama baik Tjahyo.

Alasan kepolisian menolak laporan Yusuf karena proses pelaporan pertama masih berlangsung dan belum disidangkan. Tak pelak, hal itu membuat Yusuf kecewa.

“Sebagai warga negara yang memiliki hak sama di mata hukum. Kenapa laporan saya tidak diterima,” ujar Yusuf kepada Monde, kemarin.

Dia menceritakan, petugas pelayanan masyarakat Polrestro mengatakan kepadanya, kalau laporan Yusuf itu tidak bisa diterima karena laporan sebelumnya—laporan Tjahyo kepada Polrestro bahwa Yusuf telah melakukan pencemaran baik— belum disidangkan. “Saya tanya apa dasar hukumnya. Apakah terlapor tidak boleh melaporkan terlapor. Saya merasa kecewa” katanya.

Yusuf mengatakan, kalau dirinya tak bisa melapor balik Tjahyo, dirinya meminta agar Polres Depok secepatnya memproses laporan Tjahyo kepadanya untuk dilimpahkan ke pengadilan. “Biar nanti ketahuan siapa yang benar dan salah dalam kasus ini, “tegasnya.

Dia mengatakan, sebenarnya apa yang dituduhkan Tjahyo kepadanya tak berdasar. Pasalnya, Yusuf menerangkan bahwa tindakannya itu sesuai dengan KUHP Pasal 310 (3) bahwa bukanlah pencemaran nama baik kalau itu untuk kepentingan umum. “ Apa yang saya lakukan dengan mengungkap masalah Co-BILD ini untuk kepentingan umum,” ujarnya.

Yusuf mengatakan dirinya sudah menyiapkan tim pengacara yang siap membelanya dalam persidangan nanti. Dia memutuskan perlu didampingi tim itu setelah Tjahyo melaporkan dirinya ke Polres Depok beberapa waktu lalu.

Kasus dugaan dana bantuan pembangunan bagi rakyat atau dana Community Building (Co-BILD) tahun 2002 di Kota Depok yang dikelola Yayasan Forum Pengembang Pembangunan Perumahan Rakyat (YFP3R) senilai Rp1 miliar itu mencuat sekitar awal Januari lalu.

Sebelumnya, Direktur Badan Pengelola Co-BILD Tjahyo Adi Moekmin menyatakan siap berhadapan ke meja hukum terkait rencana Yusuf yang akan melaporkan dirinya ke Polres Depok. “Saya siap lahir batin. Saya punya bukti-bukti kuat, silahkan Yusuf lapor ke Polres,” tutur Tjahyo (Monde, 23,Februari).(apk)

Terkait Co-BILD, Polres periksa Yusuf & Bayu

Monitor Depok, 23 Februari 2006

MARGONDA, MONDE: Ketua Masyarakat Pemantau Kebijakan Publik (MPKP) Yusuf Trilis Hendra dan Ketua Front Anti Korupsi (Fraksi) Raden Bayu Aji, kemarin, dipanggil Polres Depok terkait kasus dugaan
penyimpangan dana Co-BILD.

Yusuf Trilis Hendra dilaporkan ke Polres oleh Direktur Badan Pengelola Co-BILD Tjahyo Adi Moekmin atas dugaan pencemaran nama baik terkait pemberitaan Co-BILD di Monde.

Menurut Yusuf Trilis Hendra, dalam surat panggilan No. Pol: S.Pgl/278/II/2006/Res Depok, dia dipanggil sebagai saksi, namun entah kenapa di Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dia dinyatakan sebagai tersangka.
“Untuk itu, besok (hari ini), saya akan ke Polres Depok melaporkan Tjahyo Adi Moekmin dengan tuduhan yang sama, pencemaran nama baik,” tandas Yusuf saat mendatangi kantor Monde, Jl Margonda Raya, kemarin.

Punya bukti kuat

Lebih lanjut, dia menyatakan siap apabila kasus dana bantuan pembangunan bagi rakyat atau dana Community Building (Co-BILD) tahun 2002 yang dikelola Yayasan Forum Pengembang Pembangunan
Perumahan Rakyat (YFP3R) senilai Rp1 miliar, masuk ke meja hijau.
“Saya punya bukti kuat, termasuk penyimpangan yang dilakukan saudara Tjahyo atas pengelolaan dan penyaluran dana Co-BILD,” ujar Yusuf, seraya menunjukan dokumen Co-BILD yang diperolehnya.

Menurut Yusuf, sedianya Polres akan memeriksa hari ini bukan kemarin, tapi Yusus bersikeras agar diperiksa kemarin. Ketua MPKP itu diperiksa selama kurang lebih 6 jam, dari pukul 13.00-18.45.

Dua surat panggilan tersebut menyebutkan, Yusuf dan Bayu Aji diperiksa oleh Penyidik Pembantu Briptu Sulastri dalam perkara yang diduga tindak pidana pencemaran nama baik sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 310 KUHP.

Terpisah, Direktur Badan Pengelola Co-BILD Tjahyo Adi Moekmin menyatakan siap berhadapan ke meja hukum terkait rencana Yusuf yang akan melaporkan dirinya ke Polres Depok, hari ini. “Saya siap lahir batin.
Saya punya bukti-bukti kuat, silahkan Yusuf lapor ke Polres,” tutur Tjahyo.(sb)

‘Co-BILD bisa jadi kasus pertama PN Depok’

Monitor Depok, 8 Februari 2006DEPOK, MONDE: Yayasan Forum Pengembang Pembangunan Perumahan Rakyat (YFP3R) selaku pengelola dana Co-BILD senilai Rp1 miliar diminta transparan untuk melaporkan kinerjanya selama ini.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Masyarakat Pemantau Kebijakan Publik (MPKP) Yusuf Trilis Hendra, Ketua Front Anti Korupsi (Fraksi) Raden Bayu Aji dan mantan Panitia Persiapan Pembentukan FP3R Subeno Rahardjo, kemarin.

Bahkan, Yusuf Trilis Hendra menyatakan, bisa saja kasus Co-BILD sebagai berkas pertama yang disidangkan di Pengadilan Negeri Kota Depok, yang baru saja diresmikan Ketua MA Bagir Manan, Senin. “Untuk itu kami minta Polres Depok lebih serius menangani kasus ini.”

Sementara itu, Subeno Rahardjo mengemukakan, benang merah permasalahan mengenai pengelolaan dan penyaluran dana bantuan pembangunan bagi rakyat atau dana Community Building (Co-BILD) tahun 2002, terletak pada bagaimana pihak yayasan menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Dia menambahkan, dalam kaitan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana Co-BILD, pihak YFP3R sepatutnya melaporkannya kepada stakeholder Kota Depok yang sebelumnya membentuk FP3R, sekitar November 2001.

Yayasan FP3R sendiri dibentuk oleh stakeholder Kota Depok dalam forum musyawarah stakeholder yang tergabung dalam FP3R. Karena pengurus yayasan dipilih oleh stakeholder Depok, kata Subeno, maka wajar jika ada tuntutan dan harapan agar pengurus YFP3R memberikan laporan kepada stakeholder yang memilih mereka.

Kembalikan amanah

“Menurut saya stakeholder Kota Depok perlu tahu laporan kinerja YFP3R yang diamanahi sebelumnya. Dan sepatutnya amanah tersebut harus dikembalikan kepada forum yang memilihnya,” ujar Subeno, yang juga aktivis LSM di Depok.

Secara terpisah, Ketua MPKP Yusuf Trilis Hendra merasa keberatan dengan pernyataan Direktur Badan Pengelola Co-BILD Tjahyo Adi Moekmin yang menyebutkan dirinya sebagai tersangka pencemaran nama baik (Monde, 6 Februari 2006).

“Padahal, kami belum pernah dipanggil Polres Depok terkait kasus Co-BILD. Kami juga menduga laporan tersebut untuk mengalihkan isu yang ada di Co-BILD,” tandas Yusuf, didampingi Raden Bayu Aji saat berkunjung ke Monde, kemarin.

Dalam pemberitaan itu, Tjahyo mengatakan, “Polres sudah memanggil tersangka maupun saksi peminjam dana Co-BILD, serta tersangka pencemaran nama baik terhadap YFP3R.”

Saat dikonfirmasi, Tjahyo mengemukakan bahwa data tentang status tersangka Yusuf Trilis diperolehnya dari Polres Depok. “Jadi enggak mungkin saya mengada-ada. Kami juga tidak mengalihkan isu, ini untuk penegakkan hukum. Makanya jangan asal ngomong.”

Tjahyo mengemukakan, apabila elemen masyarakat Depok berkeinginan melihat laporan kinerja Badan Pengelola Co-BILD, bisa datang langsung ke kantornya di Pancoran Mas. “Kami selalu terbuka untuk masalah ini.”(sb)

Jika kasus Co-BILD jalan di tempat, Komdak ancam lapor KPK & Polri

Monitor Depok, 7 Februari 2006DEPOK RAYA, MONDE: LSM Komdak kembali mendesak Polres dan Pemkot Depok proaktif mengusut dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dan penyaluran dana bantuan pembangunan bagi rakyat atau dana community building (Co-BILD) tahun 2002 senilai Rp1 miliar.

Koordinator Koalisi Masyarakat Depok untuk Anti Korupsi (Komdak), Roy Prygina menegaskan, apabila penanganan kasus Co-BILD jalan di tempat, Komdak akan melaporkan kasus itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mabes Polri. “Mungkin dalam waktu dekat,” ujarnya, kemarin.

Roy Prygina menjelaskan, dirinya belum lama ini menemui Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail untuk mendorong penyelesaian kasus Co-BILD, yang disebut-sebut melibatkan sejumlah elit Kota Depok.

“Saya bilang [ke walikota] bahwa Pemkot Depok juga turut bertanggung jawab atas penyelesaian kasus Co-BILD karena saat itu [2002] Kepala PMK Depok [Zalfinus Irwan] sebagai LPD Co-BILD yang berhak meminta laporan pengelola Co-BILD,” kata Roy.

Dana Co-BILD bersumber dari bantuan Pemerintah Belanda dan digulirkan kepada 55 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), yang dikelola oleh Yayasan Forum Pengembang Pembangunan Perumahan Rakyat (YFP3R).

Roy Prygina menambahkan, dalam waktu dekat akan menemui Kapolres Depok Firman Santhyabudi untuk mengkonfirmasikan penyelesaian kasus Co-BILD yang sedang ditangani aparat kepolisian.

Menurut dia, Pemkot Depok melalui Badan Pengawas Daerah (Bawasda) berhak melakukan audit terhadap pengelolaan dan penyaluran dana Co-BILD yang diketahui macet hingga kini.

Disambut baik

Untuk itu, apabila penanganan kasus Co-BILD oleh Polres dan Pemkot Depok tak kunjung mengalami kemajuan, maka Komdak berencana akan melaporkan kasus tersebut kepada KPK dan Mabes Polri.

“Dalam UU tentang KPK, disebutkan jelas bahwa dugaan penyimpangan di atas Rp1 miliar bisa ditangani oleh KPK. Jadi yang harus belajar adalah Direktur Badan Pengelola Co-BILD [Tjahyo Adi Moekmin], bukan Komdak!” tandas Roy.

Ungkapannya itu sekaligus menjawab pernyataan Tjahyo yang meminta Komdak terlebih dulu mempelajari dan mendalami UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dihubungi terpisah, Tjahyo Adi Moekmin mengemukakan, pada prinsipnya pihaknya menyambut baik dorongan elemen masyarakat Depok, termasuk Komdak, dalam menyelesaikan kasus Co-BILD.

“Tapi yang perlu ditegaskan, mari kita hargai upaya Polres Depok dalam menyelesaikan masalah ini. Beri waktu mereka melakukan proses penyidikan kasus Co-BILD.”

Saat ini, kata Tjahyo, Polres Depok telah memintai keterangan puluhan saksi. Perkembangan terakhir menyebutkan, 4 KSM dari 52 KSM bermasalah serta satu individu dilaporkan ke Polres Depok terkait tunggakan.(sb)

Polres didesak percepat sidik kasus Co-BILD, Tjahyo: Jangan asal ngomong

Monitor Depok, 6 Februari 2006

MARGONDA, MONDE: Direktur Badan Pengelola Dana Co-BILD, Tjahyo Adi Moekmin menilai seharusnya LSM Komdak jangan mengeluarkan pernyataan tentang kasus dana Co-BILD lantaran belum memahami dan mendalami kasus tersebut.

“Saya tidak habis mengerti, kenapa Komdak yang Tupoksi [tugas, pokok, dan fungsi]-nya untuk antikorupsi tidak mengerti tentang apa itu tindak pidana korupsi,” ujarnya saat mendatangi kantor Monde, kemarin.

Sebelumnya diberitakan, Koalisi Masyarakat Depok untuk Anti Korupsi (Komdak) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun ke Depok untuk menyelidiki kasus pengelolaan dan penyaluran dana bantuan pembangunan bagi rakyat atau dana Community Building (Co-BILD) tahun 2002 senilai Rp1 miliar.

“Jika dilihat dari besarnya dana Co-BILD, itu memungkinkan untuk dilakukan pengusutan,” tandas Koordinator Komdak, Roy Prygina.

Komdak dan beberapa elemen masyarakat, kini mengkaji untuk melaporkan langsung kasus itu kepada KPK. Tapi Roy tetap berharap KPK proaktif mengusut kasus ini (Monde, 4 Februari 2006).

Dana Co-BILD senilai Rp1 miliar yang bersumber dari bantuan Pemerintah Belanda dikelola oleh Yayasan Forum Pengembang Pembangunan Perumahan Rakyat (YFP3R).

Tjahyo yang mengaku juga aktivis LSM mengatakan, Roy (Koordinator Komdak) mestinya mempelajari UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, “Saya menyayangkan kalo Roy belum mempelajarinya, karena bisa menjadi tertawaan teman-teman LSM. Jadi jangan asal ngomong.”

Percepat penyidikan

Dalam bagian lain, Tjahyo pun meminta aparat Polrestro Depok mempercepat proses penyidikan kasus Co-BILD yang sedang ditangani.

Saat ini, kata Tjahyo, sedikitnya empat Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan satu individu sudah dilaporkan ke Polrestro Depok terkait tunggakan pinjaman bergulir dana Co-BILD.

“Saya kemarin sudah ke Polres Depok, dan penyidik mengatakan kasus ini tengah ditangani. Saya dengar sudah puluhan orang dipanggil sebagai saksi,” ungkap Tjahyo.

Dari 55 KSM yang mendapat dana bergulir Co-BILD, diketahui 52 KSM menunggak pengembalian alias mengemplang dana Co-BILD.

Sebanyak empat KSM yang dilaporkan ke Polres Depok termasuk dalam 52 KSM pengemplang dana Co-BILD tadi.

Roy juga diminta melakukan cross check terlebih dulu sebelum mengeluarkan statement, seperti desakan kepada Polres Depok agar kasus tersebut segera dituntaskan.

“Polres sudah melakukan pemanggilan terhadap tersangka maupun saksi peminjam dana Co-BILD, serta tersangka pencemaran nama baik terhadap YFP3R,” tandas Tjahyo.

Sementara itu, Koordinator Aliansi 26 Elemen Kota Depok M. Bahtiar Habib mengemukakan, dana bantuan Co-BILD bukan masalah pelanggaran hukum pidana korupsi.

“Yang jadi masalah, sementara ini dana Co-BILD macet. Itu lebih disebabkan pada bobroknya moral beberapa elit YFP3R,” tandas Bahtiar yang mendampingi Tjahyo, kemarin, tanpa menyebutkan siapa saja elit di YFP3R yang dimaksud.(sb)

FPI: Usut penikmat dana Co-BILD…

Monitor Depok, 3 Februari 2006MARGONDA, MONDE: Pemkot Depok di era kepemimpinan Nur Mahmudi-Yuyun WS harus berani mengusut penyelewengan pengelolaan dana Community-Based Initiatives for Housing and Local Development (Co-BILD) tahun 2002.

Habib Idrus Al Qadri, Ketua DPW Front Pembela Islam (FPI) Kota Depok, mengatakan hal itu, kemarin, menanggapi gencarnya publik Depok menyoroti kasus itu.

Organisasinya pun menduga, banyak oknum pejabat Depok yang kecipratan mencicipi lezatnya bantuan lunak sebesar Rp1 miliar dari pemerintah Belanda itu.

“Nur-Yuyun jangan berkutat ngurusin pembenahan wilayah saja, “ tandas Habib Idrus kepada Monde. Tapi, kedua pejabat utama Depok itu, tambahnya, juga harus mampu membongkar penyelewengan aparat Pemkot yang terlibat kasus Co-BILD.

Selain dana Co-BILD yang dikelola yayasan [YFP3R], banyak program bantuan pemerintah dan swasta yang bertujuan membantu ekonomi kerakyatan, saat ini diduga tak jelas juntrungannya. “Kami menduga pengelolaannya sarat penyimpangan,” katanya.

Apa saja yang diduga menyimpang? Habib Idrus menyebutkan a.l. pinjaman lunak dana bergulir (revolving found) P2KP, subsidi BBM, bantuan koperasi dari alokasi APBD, sampai Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Ngadu ke FPI

Khusus program Co-BILD, diindikasikan Habib sangat bermasalah, terutama dalam hal transparansi dan akuntabilitasnya. Penilaiannya itu didasarkan atas laporan warga Depok yang pernah dikecewakan oleh pengurus Co-BILD.

“Sejak koran Monde gencar memberitakan kasus itu, ada beberapa pengurus KSM (kelompok swadaya masyarakat “Red) yang ngadu ke FPI. Secara gamblang mereka menceritakan buruknya pengelolaan bantuan Co-BILD,” ungkapnya tanpa menyebut KSM yang dimaksud.Indikasi KKN-nya jelas banget, katanya, terutama saat proses penentuan calon penerima dana itu. “Banyak KSM yang sudah berbulan-bulan mengajukan bantuan kredit, tapi permohonannya tak kunjung mendapat kepastian,” ungkapnya lagi.

Sementara, lanjut Habib, KSM yang baru beberapa hari terbentuk kreditnya malah dipenuhi, tanpa mesti melewati prosedur dan birokrasi yang bertele-tele, “Bantuan Belanda itu dijadikan bancakan (bagi-bagi.Red) antara pengelola Co-BILD dan kroni-kroninya.”

Atas dasar laporan itulah Habib Idrus menduga kuat pengelola Co-BILD menganggap bantuan bergulir itu sebagai milik pribadinya. “Itu kan nggak benar.”

Klarifikasi

Ditanya siapa saja pejabat Pemkot Depok yang tersangkut kasus itu, Habib Idrus enggan menyebutkan, “Yang pasti ada, nggak etis dong disebutkan. Biar Nur Mahmudi [walikota] yang mengungkapnya.”

Sementara itu, Bahtiar Habib, koordinator 26 elemen Kota Depok, yang terdiri dari LSM, Ormas, kelompok masyarakat, mengklarifikasi pernyataan yang pernah diucapkannya kepada Monde, (29/1).

Dalam pernyataannya itu mereka akan melakukan class action apabila Direktur BPD Co-BILD tidak serius menyelesaikan pengembalian dana Co-BILD yang saat ini macet di beberapa Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), (Monde, 30 Januari).

Melalui rilisnya, Bahtiar berkilah dengan menyatakan 26 elemen tersebut bermaksud mendukung langkah Direktur BPD Co-BILD, Tjahyo Adi T Moekmin, untuk menyelesaikan pengembalian dana bergulir yang macet oleh sejumlah KSM tersebut baik secara kekeluargaan maupun hukum.

Kendati demikian, Bahtiar menyatakan tetap menagih janji pengembalian dana itu sampai akhir 2006, minimal masuk ke rekening YFP3R, yayasan yang mengelola dana tersebut.

“Prinsip kami [26 elemen] dalam masalah ini adalah temukan dulu akar masalah dan bersama mencari solusi untuk mengatasinya,” ujar Bahtiar.

Dia menambahkan, dana bergulir yang macet pada 52 KSM yang bila dijumlahkan terdiri dari pokok pinjaman ditambah bunga pinjaman dan dana keterlambatan yang disepakati dalam berita acara penyerahan pinjaman dana bergulir dari YFP3R.

“Untuk itu kami mengingatkan kepada anggota, pengurus, elit YFP3R bersatu untuk bagaimana caranya uang bergulir itu masuk kembali ke rekening YFP3R,” demikian Bahtiar.(amr/apk)

Kasus Co-BILD Masuk Meja Walikota Depok

Monitor Depok, 3 Februari 2006

Kasus dugaan penyimpangan atas pengelolaan dan penyaluran dana bantuan pembangunan bagi rakyat atau dana community building (Co-BILD) di Depok tahun 2002 senilai Rp1 miliar, mulai masuk ke Balaikota. Kali ini persoalan tersebut telah berada di meja Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail. Wakil Walikota Depok Yuyun Wirasaputra mengemukakan berkas Co-BILD telah diterima oleh Nur Mahmudi, Jumat pekan lalu.Benar, kami telah menerima surat perihal [penyelesaian] dana Co-BILD tersebut. Tapi saya belum tahu persis siapa pengirimnya,? kata Yuyun kepada Monde, seusai menghadiri tabligh akbar di gedung MUI Depok, Jl. Nusantara, Pancoran Mas, kemarin.Dia menambahkan, saat ini dirinya bersama walikota akan mempelajari dan menelusuri kasus tersebut.Perlu diketahui dana Co-BILD yang bersumber dari bantuan Pemerintah Belanda melalui Depkimpraswil yang dicairkan pada 2002?sebelum Nur-Yuyun memimpin Depok.

?Terus terang saya bersama pak Nur baru akan mempelajari kasus ini. Apalagi kami belum tahu secara persis seperti apa sih sebenarnya [kasus Co-BILD]. Dan kami baru akan coba serap informasi ini,? tandas Yuyun.

Dalam kaitan itu, LSM Koalisi Masyarakat Depok untuk Anti Korupsi (Komdak) mendesak walikota segera mengusut tuntas kasus Co-BILD, yang diduga melibatkan sejumlah elit Depok.

Koordinator Komdak Roy Prygina menandaskan, walikota Depok terpilih harus segera menuntaskan kasus dana Co-BILD yang dikelola Yayasan Forum Pengembang Pembangunan Perumahan Rakyat (YFP3R).

?Karena apa pun bentuk bantuan tersebut, hibah atau apapun namanya, yang jelas harus dipertanggungjawabkan. Publik harus tahu,? ujarnya kepada Monde, kemarin.

Usut pengelola

Komdak mendesak Walikota Depok segera menuntaskan sekaligus meminta klarifikasi kepada seluruh pihak yang terlibat di dalam pengelolaan dan penyaluran dana Co-BILD. ?Apabila memang terindikasi adanya penyimpangan, maka segera tindak dan berkoordinasi dengan jajaran terkait.?

Kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang bermasalah diimbau segera menunaikan kewajibannya dengan mengembalikan pinjaman bergulir tersebut, agar selanjutnya bisa dinikmati oleh warga Depok yang berhak.

Menurut Roy, selain dukungan walikota, Polres Depok dan Kejari Depok sepatutnya proaktif dengan permasalahan yang terjadi di masyarakat, seperti mencuatnya kasus Co-BILD. ?Apalagi saya dengar kasus ini telah masuk ke Polres Depok. Untuk itu, keseriusan aparat menangani masalah ini sangat mutlak dilakukan.?

Aktivis LSM yang dianggap paling konsisten mengkritisi masalah anggaran ini mengemukakan, Kapolda pernah menyerukan kepada jajarannya bahwa penanganan kasus korupsi harus diprioritaskan dan diutamakan.

Sebelumnya diberitakan, 26 LSM, ormas dan KSM di Depok siap melakukan class action kepada pengelola dana Co-BILD. Langkah tersebut ditempuh manakala tidak ada keseriusan dari pihak pengelola untuk menuntaskan kasus tersebut.

Direktur Badan Pengelola Dana Co-BILD, Tjahyo Adi Moekmin pernah berjanji akan mengembalikan dana yang telah digulirkan kepada KSM senilai Rp1 miliar, pada akhir 2006.(sb)

Kasus Co-BILD masuk meja Walikota Depok

Monitor Depok, 1 Februari 2006DEPOK RAYA, MONDE: Kasus dugaan penyimpangan atas pengelolaan dan penyaluran dana bantuan pembangunan bagi rakyat atau dana community building (Co-BILD) di Depok tahun 2002 senilai Rp1 miliar, mulai masuk ke Balaikota.

Kali ini persoalan tersebut telah berada di meja Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail. Wakil Walikota Depok Yuyun Wirasaputra mengemukakan berkas Co-BILD telah diterima oleh Nur Mahmudi, Jumat pekan lalu.

“Benar, kami telah menerima surat perihal [penyelesaian] dana Co-BILD tersebut. Tapi saya belum tahu persis siapa pengirimnya,” kata Yuyun kepada Monde, seusai menghadiri tabligh akbar di gedung MUI Depok, Jl. Nusantara, Pancoran Mas, kemarin.

Dia menambahkan, saat ini dirinya bersama walikota akan mempelajari dan menelusuri kasus tersebut.

Perlu diketahui dana Co-BILD yang bersumber dari bantuan Pemerintah Belanda melalui Depkimpraswil yang dicairkan pada 2002–sebelum Nur-Yuyun memimpin Depok.

“Terus terang saya bersama pak Nur baru akan mempelajari kasus ini. Apalagi kami belum tahu secara persis seperti apa sih sebenarnya [kasus Co-BILD]. Dan kami baru akan coba serap informasi ini,” tandas Yuyun.

Dalam kaitan itu, LSM Koalisi Masyarakat Depok untuk Anti Korupsi (Komdak) mendesak walikota segera mengusut tuntas kasus Co-BILD, yang diduga melibatkan sejumlah elit Depok.

Koordinator Komdak Roy Prygina menandaskan, walikota Depok terpilih harus segera menuntaskan kasus dana Co-BILD yang dikelola Yayasan Forum Pengembang Pembangunan Perumahan Rakyat (YFP3R).

“Karena apa pun bentuk bantuan tersebut, hibah atau apapun namanya, yang jelas harus dipertanggungjawabkan. Publik harus tahu,” ujarnya kepada Monde, kemarin.

Usut pengelola

Komdak mendesak Walikota Depok segera menuntaskan sekaligus meminta klarifikasi kepada seluruh pihak yang terlibat di dalam pengelolaan dan penyaluran dana Co-BILD. “Apabila memang terindikasi adanya penyimpangan, maka segera tindak dan berkoordinasi dengan jajaran terkait.”

Kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang bermasalah diimbau segera menunaikan kewajibannya dengan mengembalikan pinjaman bergulir tersebut, agar selanjutnya bisa dinikmati oleh warga Depok yang berhak.

Menurut Roy, selain dukungan walikota, Polres Depok dan Kejari Depok sepatutnya proaktif dengan permasalahan yang terjadi di masyarakat, seperti mencuatnya kasus Co-BILD. “Apalagi saya dengar kasus ini telah masuk ke Polres Depok. Untuk itu, keseriusan aparat menangani masalah ini sangat mutlak dilakukan.”

Aktivis LSM yang dianggap paling konsisten mengkritisi masalah anggaran ini mengemukakan, Kapolda pernah menyerukan kepada jajarannya bahwa penanganan kasus korupsi harus diprioritaskan dan diutamakan.

Sebelumnya diberitakan, 26 LSM, ormas dan KSM di Depok siap melakukan class action kepada pengelola dana Co-BILD. Langkah tersebut ditempuh manakala tidak ada keseriusan dari pihak pengelola untuk menuntaskan kasus tersebut.

Direktur Badan Pengelola Dana Co-BILD, Tjahyo Adi Moekmin pernah berjanji akan mengembalikan dana yang telah digulirkan kepada KSM senilai Rp1 miliar, pada akhir 2006.(sb)

Januari 2006

Kasus Co-BILD Rp1 miliar belum jelas, 26 Elemen Depok siap class action

Monitor Depok, 30 Januari 2006MARGONDA, MONDE : Desakan pengusutan atas dugaan penyimpangan kasus pengelolaan dan penyaluran dana bantuan pembangunan bagi rakyat atau dana community building (Co-BILD) di Kota Depok tahun 2002 senilai Rp1 miliar terus mengalir.

Kini, tuntutan itu datang dari 26 LSM, ormas dan kelompok masyarakat se-Kota Depok yang meminta pengelola dana itu yakni Yayasan Forum Pengembang Pembangunan Perumahan Rakyat (YFP3R) dan Direktur Badan Pengelola Dana (BPD) Co-BILD Tjahyo Adi T. Moekmin mempertanggungjawabkan macetnya dana tersebut. Bahkan, mereka siap melakukan class action.

Langkah class action ini akan ditempuh apabila tidak ada keseriusan dari pihak pengelola untuk menuntaskan kasus tersebut. Sebelumnya, Tjahyo berjanji akan mengembalikan dana yang telah digulirkan kepada KSM itu akhir 2006 (Monde 23/1).

Langkah hukum

LSM, Ormas, kelompok masyarakat yang peduli hak rakyat, menurut aliansi 26 LSM itu, mendesak Direktur Co-BILD untuk mengambil langkah hukum kepada KSM bermasalah seperti yang dijanjikannya.

“Apabila tidak ada keseriusan, maka kami siap lakukan class action,” tegas Bahtiar Habib, Koordinator 26 LSM, Ormas, kelompok masyarakat kepada Monde, seraya menyerahkan dokumen pernyataan sikap 26 elemen tersebut, kemarin.

Dari sejumlah elemen tersebut, antara lain Koalisi Advokasi Anggaran Publik Kota Depok, Gerakan Msyarakat Sadar Hukum Kota Depok, Forum Penyelamat Kota Depok (FPKD).

Mengutip pernyataan Tjahyo, Bahtiar sepakat dana itu bukan berasal dari Depkimpraswil, melainkan dana hibah dari Pemerintah Hindia Belanda yang bekerjasama dengan UNDP dan UNHABIT. “Meski demikian, dana tersebut harus dipertanggungjawabkan karena digulirkan untuk masyarakat,” tegasnya.

Mereka mendesak Tjahyo segera mengambil langkah hukum terhadap pengurus KSM yang sengaja menggelapkan dana bergulir sebagai unsur pidana. Bahkan, lanjut dia, banyak para pengurus KSM bermasalah itu adalah tokoh elit di Kota Depok.

Bahtiar menilai semestinya Zalfinus Irwan, sebagai Local Project Director sekaligus wakil Pemkot meminta pertanggungjawaban YFP3R dan Direktur Co-BILD Depok, sesuai SK Walikota Depok no 821.29/207/kpts/Huk/2002 yang salah satu isinya LPD memiliki tugas dan tanggungjawab melakukan pengawasan dan pengendalian proyek Co-BILD di Depok.

Siap tanggungjawab

Sementara itu, Direktur Badan Pengelola Dana Co-BILD (BPDC) Tjahyo Adi T Moekmin mengatakan upaya class action di atas tidak menjadi masalah, jika tujuannya benar-benar demi kepentingan publik.

“Mari bersama-sama selesaikan sampai tuntas, prinsipnya kita cari solusi terbaik bukan saling tuding dan lempar tanggung jawab,” kata Tjahyo.

Ia menambahkan pihak pengelola tidak mungkin bisa menyelesaikan masalah jika tidak didukung oleh semua pihak yang terkait.

Menurut Tjahyo, permasalahan ini sudah menjadi tanggungjawabnya dan juga tanggung jawab bersama pihak terkait untuk membereksan. Oleh karenanya dia minta kerjasama yang baik, termasuk dengan KSM untuk memiliki itikad baik membereskan tunggakannya.

Menurut dia, sejumlah pihak yang selama ini minta pertanggungjawaban dan menuntut transparansi dengan senang hati pengelola akan memberikan penjelasan. “Tentunya dengan etika dan prosedur yang berlaku. Silakan datang ke kantor karena tidak etis jika satu persatu orang yang terlibat diungkapkan karena itu menyangkut aib,” kilah Tjahyo.

Dia menegaskan kembali pihaknya akan menyelesaikan masalah ini sampai tuntas. Seperti yang telah dikatakannya, berjanji akan mengembalikan dana Co-BILD senilai Rp1 miliar, pada akhir tahun 2006.

Untuk mengembalikan dana yang macet akan ditempuh melalui pendekatan kekeluargaan dan jalur hukum. “Ini adalah tanggung jawab pengelola,” ujar Tjahyo seraya meminta kepada pengurus KSM untuk proaktif menyelesaikan dana yang macet itu.

Menurut dia, macetnya pengembalian dana lantaran tidak ada itikad baik dari sebagian besar pengurus KSM. Ditambah lagi tidak berfungsinya badan pengawas dalam melakukan monitoring penyaluran dan penggunaan dana.

Bahkan, sambung Tjahyo, sejumlah KSM malah tidak menyalurkan dana tersebut pada anggotanya, melainkan untuk kepentingan pribadi. Pengelola, katanya, sempat memberikan teguran pada KSM yang bermasalah tapi tidak ada respon positif.(apk/dmr)

Aparat didesak usut kasus Co-BILD. Tjahyo Moekmin laporkan Yusuf & Risani ke Polres Depok

Monitor Depok, 23 Januari 2006MARGONDA, MONDE: Kasus pengelolaan dan penyaluran dana bantuan pembangunan bagi rakyat atau dana community building (Co-BILD/bukan Cobild) tahun 2002 senilai Rp1 miliar, nampaknya memasuki babak baru.

Sejumlah kalangan mendesak aparat penegak hukum untuk segera bertindak mengusut tuntas kasus Co-BILD hingga ke akar-akarnya. Kasus dana Co-BILD diyakini bakal melibatkan para elit yang masih menduduki jabatan di kota ini.

Anggota Komisi D DPRD Depok – yang membidangi masalah Kesra, Dedy Martoni, meminta aparat hukum di Kota Depok segera turun tangan dalam menyelesaikan kasus dana Co-BILD yang diduga macet.

“Untuk memenuhi rasa penasaran dan keadilan di tengah-tengah masyarakat, aparat hukum di kota ini [Kejaksaan dan Kepolisian], sepatutnya menyiasati perkembangan yang terjadi di masyarakat. Bila perlu usut kasus ini hingga tuntas,” ujar Dedy, dihubungi Monde, kemarin.

Pernyataan serupa dikemukakan Wakil Ketua Komisi D DPRD Depok, Ritandiyono. Dia berharap dana Co-BILD – yang dikelola Yayasan Forum Pengembang Pembangunan Perumahan Rakyat (YFP3R), dapat diselesaikan dengan baik, tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat.

“Bagi mereka [KSM] yang belum mengembalikan pinjaman secepatnya menyelesaikan. Dan pengurus seyogianya bertanggungjawab terkait pengelolaan dan penyaluran dana tersebut,” ungkap Ritandiyono.

LSM Humanika Kota Depok mendesak pihak berwenang mengusut tuntas dugaan penyimpangan dana Co-BILD. “Kalau memang ada indikasi penyimpangan maka pihak berwenang harus mengusut tuntas,” tandas Sekjen LSM Humanika, Tri Joko Susilo, kemarin.

Hal ini agar kebenaran terungkap, mengingat masalah ini berdampak kepada masyarakat dan merupakan pertaruhan citra di mata pemberi bantuan.

Oleh karena itu, katanya, pengelola dana dan KSM selayaknya menjelaskan ke publik.

Berdasarkan dokumen yang berhasil diperoleh dari hasil investigasi Monde memaparkan adanya sejumlah dugaan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) dan penyimpangan administrasi lainnya dalam pengelolaan dana Co-BILD.

Bahkan, Tim auditor independen atas dana Co-BILD yang dikelola YFP3R, Moores Rowland menyatakan, pengelolaan dan penyaluran dana Co-BILD senilai Rp1 miliar diyakini bermasalah dan terdapat banyak penyimpangan.

Sementara itu, Direktur Badan Pengelola Dana Co-BILD (BPDC) Tjahyo Adi Moekmin berjanji pihaknya akan mengembalikan dana Co-BILD senilai Rp1 miliar, pada akhir tahun 2006. Upaya itu dilakukan melalui pendekatan kekeluargaan dan jalur hukum.

“Insya Allah, akhir 2006 dana Co-BILD senilai Rp1 miliar akan kembali. Dari sejumlah KSM yang menunggak pinjaman dan telah kami laporkan ke polisi [4 KSM & 1 individu], akan kami upayakan kembali sekitar Rp200 juta,” katanya saat mendatangi redaksi Monde, kemarin. Ia pun menampik istilah memanas, lantaran itu hanya perdebatan atau adu argumentasi semata.

Menanggapi hasil temuan Tim auditor independen Moores Rowland, Tjahyo meragukan semua yang dipaparkan oleh auditor tersebut. “Hasil Tim auditor itu masih mentah,” tandasnya.

Mengenai nama Kabag Perekonomian Zalfinus Irwan yang disebut-sebut bertanggung jawab atas dana Co-BILD tersebut, Tjahyo menjelaskan, posisi Zalfinus hanya sebagai saksi karena menduduki LPD (Local Project Director) Co-BILD Depok.

Menurut dia, penanggung jawab YFP3R adalah dirinya selaku pengusul, Helmi H. Naz selaku Ketua Pengurus YFP3R (penandatangan cek pertama) dan Sutaryo Ketua Dewan Pembina YFP3R (penandatanganan cek kedua). “Sedangkan fungsi Zalfinus Irwan sebagai LPD, penandatangan cek ketiga, setelah cek ditandatangani oleh dua orang wakil dari YFP3R tersebut,” kata Tjahyo.

Saat ini tercatat dana yang telah digulirkan kepada 55 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) di Kota Depok dalam program Co-BILD mencapai Rp1,38 miliar. “Dana dari pusat hanya Rp1 miliar. Sisanya merupakan dana pengembalian dari KSM yang kami gulirkan lagi.”

Sedangkan per 15 Januari 2006, dana pengembalian yang masuk ke kas Bank Jabar Rp110 juta. Di antaranya berasal dari tiga KSM yang telah melunasi pinjamannya yaitu KSM Al-Misbah, KSM An-Nur dan KSM Khairunissa.

Sedangkan sisanya, 52 KSM lagi yang belum mengembalikan dana itu, “Dan itu semuanya bermasalah,” ungkap Tjahyo tanpa merinci nama-namanya, tapi sebagaimana dokumen yang diperlihatkan ke Monde sekilas, nama-nama itu cukup berpengaruh di Depok (Monde, 17 Januari 2006).

Perkembangan terakhir, Tjahyo melaporkan Risani P kepada Polres Depok terkait pernyataannya di Monde edisi Sabtu, 21 Januari 2006, yang menilai macetnya dana Co-BILD lantaran buruknya manajemen. Dengan Nomor Pol: LP/207/K/I/2006/ Res Depok tertanggal 22 Januari 2006 dengan kasus penipuan dan penggelapan dana pinjaman dari YF3R.

Selain Risani, Tjahyo pun melaporkan Yusuf Trilis Hendra dan Bayu Aji lantaran dinilai melakukan pencemaran nama baik. Menurut Tjahyo, Yusuf dan Bayu memberikan rilis ke Monde tidak sesuai dengan fakta.

Menanggapi laporan itu, Risani mengatakan sebenarnya dirinya tidak bermaksud mempermasalahkan pihak pengelola yayasan sebagai penyebab macetnya dana bantuan itu. “Saya hanya menilai lebih jauh pada sistem yang diterapkan, sehingga akhirnya dana tersebut macet,” kilahnya. Namun dia juga mengakui salah satu KSM yang juga bermasalah dalam pengembalian dana bantuan itu.(dmr/sb)

Kasus dana Cobild Rp1 miliar memanas

Monitor Depok, 19 Januari 2006

DEPOK RAYA, MONDE: Kasus dana bantuan pembangunan perumahan bagi rakyat miskin atau dana community building (Cobild) tahun 2002 yang dikucurkan Depkimraswil bagi Kota Depok senilai Rp1 miliar, kian memanas.

Dua LSM, yakni Masyarakat Pemantau Kebijakan Publik (MPKP) dan Front Anti Korupsi (Fraksi) Kota Depok kembali mempersoalkan dan meminta pengelola Cobild agar transparan mempertanggungjawabkan keuangan program pemerintah tersebut.

Sebelumnya diberitakan Aliansi LSM (Masyarakat Pemantau Kebijakan Publik, Sumber Informasi Masyarakat Depok, dan Front Anti Korupsi 13 Januari 2005), meminta adanya transparansi soal penyaluran dan pengembalian dana Cobild yang dikelola Yayasan Forum Pengembang Pembangunan Perumahan Rakyat (YFP3R).

Dalam siaran persnya, LSM meminta laporan keuangan Cobild lebih transparan. Lantaran tak ada transparansi, mereka menduga adanya penyimpangan pemakaian dana itu. Mereka juga menyebut nama pejabat Depok terkait soal ini.

Terpisah, Direktur Badan Pengelola Dana Cobild (BPDC) Tjahyo Adi Moekmin mengemukakan, saat ini tercatat dana yang telah digulirkan kepada 55 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) di Kota Depok dalam program Cobild mencapai Rp1,38 miliar.

“Dana dari pusat hanya Rp1 miliar. Sisanya merupakan dana pengembalian dari KSM yang kami gulirkan lagi.”

Sedangkan per 15 Januari 2006, dana pengembalian yang masuk ke kas Bank Jabar Rp110 juta. Di antaranya berasal dari tiga KSM yang telah melunasi pinjamannya yaitu KSM Al-Misbah, KSM An-Nur dan KSM Khairunissa.

52 KSM nunggak

“Masih ada 52 KSM lagi yang belum mengembalikan dana itu, dan itu semuanya bermasalah,” ungkapnya tanpa merinci nama-namanya, tapi sebagaimana dokumen yang diperlihatkan ke Monde sekilas, nama-nama itu cukup berpengaruh di Depok (Monde, 17 Januari 2006).

Tjahyo mengemukakan, akibat tunggakan tersebut, sedikitnya tiga KSM yakni KSM Mulya Abadi, KSM Bina Usaha Muda, dan KSM Swadana Mandiri telah dilaporkan ke Polres Depok.

“Sementara satu orang yang bernama Djundjunan kami laporkan juga ke polisi akibat tunggakan tersebut. KSM sisanya segera kami laporkan.”

Dalam kaitan itu, MPKP dan Fraksi Depok mempersoalkan mengapa dana pengembalian yang masuk ke kas Bank Jabar hanya sebesar Rp110 juta, dari alokasi dana Cobild senilai Rp1 miliar.

“Masak yang dikembalikan baru Rp110 juta. Memang uang itu dikemanakan dan sisanya kemana? Dana itu harus dipertanggungjawabkan. Jangan beranggapan itu uang pribadi!” demikian bunyi rilis yang ditandatangani Ketua MPKP Depok Yusuf Trilis Hendra dan Ketua Fraksi Depok Raden Bayu Aji, kemarin.

Pejabat terlibat

Kabag Perekonomian Pemkot Depok, Zalfinus Irwan (pada 2002, Kepala PMK Depok/Ketua Dewan Pembina YFP3R) disebut-sebut ikut bertanggung jawab terhadap penyaluran dan pengembalian dana Cobild tersebut.

“Kami meminta, selaku mantan Ketua Dewan Pembina YFP3R saudara Zalfinus Irwan agar jangan lepas tangan dan mencari selamat. Anda [Zalfinus] harus bersikap ksatria, jangan menjadi pengecut,” tandas Yusuf Trilis dan Raden Bayu Aji.

Ketika dikonfirmasi via telepon, Zalfinus enggan berkomentar. Dengan nada keras, dia meminta agar Monde tidak memuat namanya dalam setiap pemberitaan yang menyangkut Cobild.

Dia pun lantas mendatangi Monde sekitar pukul 18.30 yang bermaksud meminta dokumen rilis dari Yusuf. Tapi redaksi Monde tegas menolak untuk memberikannya.

Sementara itu, Tjahyo menilai pernyataan Yusuf Trilis Hendra dalam pemberitaan sebelumnya (Monde, 17 Januari) merupakan fitnah dan tidak ksatria.

“Setelah kami investigasi, ternyata Yusuf Trilis mengaku tidak bicara seperti yang diberitakan. Untuk itu saya minta Yusuf Trilis jangan keluarkan statemen apa pun di media. Mereka harus ksatria.”

Menjawab hal itu, Yusuf Trilis mengatakan, bahwa dirinya siap mempertanggungjawabkan statemen yang dikirimnya ke Monde.

“Itu benar-benar pernyataan dan tandatangan kami yang dikirim ke Monde. Jadi, sebenarnya mereka yang pengecut. Mereka enggak mau kasus [Cobild] ini terbongkar!”.

Bahkan dia juga mengkonfirmasikan via SMS dua kali bahwa itu benar-benar pernyataannya dan siaran pers yang dikirimnya.(sb)

Sejumlah elit Depok diduga terlibat, Dipersoalkan, dana Cobild Rp1 miliar

Monitor Depok, 17 Januari 2006

MARGONDA, MONDE : Dana bantuan pembangunan perumahan bagi rakyat miskin atau dana community building (Cobild) yang dikucurkan Depkimraswil bagi Kota Depok Rp1 miliar dipertanyakan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), sementara persoalan ini diduga bakal menyeret nama elit kota ini.

Dalam siaran pers yang diteken Yusuf Trilis Hendra (Ketua Masyarakat Pemantau Kebijakan Publik), Gani Permana (Ketua Sumber Informasi Masyarakat Depok) dan Raden Bayu Aji dari Front Anti Korupsi 13 Januari 2005, meminta adanya transparasi soal penyaluran dana pengembalian dana itu.

Aliansi LSM itu juga meminta laporan keuangan lebih transparan. Lantaran tak ada transparansi, mereka menduga adanya penyimpangan pemakaian dana itu. Mereka juga menyebut nama pejabat Depok terkait soal ini.

Terpisah, Direktur Badan Pengelola Dana Cobild (BPDC) Tjahyo Adi Moekmin menjelaskan lembaganya sudah melaksanakan transparansi dalam penyaluran dan pengembalian dana Cobild.

“Semua data pengeluaran maupun penerimaan dana itu ada dan lengkap, tidak pernah kami tutup-tutupi. Bahkan termasuk laporan kami ke polisi mengenai pengurus KSM yang tidak menyalurkan dana ke anggotanya,” ujarnya.

Tjahyo menjelaskan Cobild adalah tempat berkumpulnya para pendukung salah satu kandidat Walikota Depok.

Elit Depok

Bahkan sejumlah pengurus KSM yang mendapatkan dana merupakan elit dan tokoh penting baik yang kini ada di DPRD, Forum Komunikasi tingkat Kecamatan dan tokoh masyarakat Depok lainnya.

“Saya tidak bisa sebutkan siapa saja elit Depok yang berada di balik KSM itu. Bahkan KSM tersebut, rata-rata belum mengembalikan dana, bahkan ada pengurus yang tidak menyalurkan dananya ke anggota,” ungkapnya, seraya menunjukkan sekilas nama tokoh itu atau kerabat tokoh itu yang menerima dana.

Tapi Monde tak diperkenankan memiliki kopi dokumen itu, termasuk dokumen pelaporan nama-nama penting ke polisi.

Akibat adanya penyalahgunaan dana itulah, maka kami melaporkan sedikitnya empat KSM ke Polres Metro Depok beberapa waktu lalu.

“Saat ini tengah diproses. Kemungkinan akan ada sejumlah pengurus KSM lainnya yang juga akan kami laporkan.”

Saat ini tercatat dana yang telah digulirkan kepada 55 KSM di Kota Depok dalam program Cobild mencapai Rp1,38 miliar.

“Dana dari pusat hanya Rp1 miliar. Sisanya merupakan dana pengembalian dari KSM yang kami gulirkan lagi.”

52 KSM ngutang

Sedangkan per 15 Januari 2006, dana pengembalian yang masuk ke kas Bank Jabar Rp110 juta. Di antaranya berasal dari tiga KSM yang telah melunasi pinjamannya yaitu KSM Al-Misbah, KSM An-Nur dan KSM Khairunissa.

“Masih ada 52 KSM lagi yang belum mengembalikan dana itu, dan itu semuanya bermasalah,” ungkapnya tanpa merinci nama-namanya, tapi sebagaimana dokumen yang diperlihatkan ke Monde sekilas, nama-nama itu cukup berpengaruh di Depok.

Lebih lanjut, Tjahyo mengatakan adanya permintaan soal transparansi anggaran dari sejumlah LSM menurut dia jangan sampai dikarenakan adanya dendam pribadi.

Menyikapi sejumlah nama yang disebut Yusuf Trilis dkk, Tjahyo menyebutkan ada sejumlah hal yang tidak benar, termasuk nama-nama tertentu.

“Ini ada semacam dendam, bahkan berkesan politis,” tandasnya. Ia berharap rekan-rekan LSM bersikap ksatria. “Sikap ini berkesan pengecut, dan ada tujuan lain…”

Terpisah sumber lain mengatakan isu ini dilempar terkait mulai finalnya suksesi kepemimpinan di Depok. Kasus ini juga menjadi isu sejumlah kalangan LSM, dengan berbagai motif.(row/ys)

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.