Profil Tokoh DEPOK

WS Rendra

WS Rendra

Juni 2007

Seniman Minta Pemkot Depok Bangun Gedung Kesenian

Antara, Sabtu, 30 Juni 2007 – 06:57 wibDepok, Sabtu–Para seniman yang tinggal di Kota Depok meminta Pemkot, untuk membangun gedung kesenian sebagai wujud perhatian kepada kalangan seniman dan budayawan.Hal itu disampaikan WS. Rendra kepada Walikota Depok, Nur Mahmudi Ismail, di Depok, Jumat.

Rendra mengatakan, setelah berdirinya gedung kesenian tersebut akan segera dibentuk Dewan Kesenian Depok (DKD) yang diharapkan mampu menciptakan ide-ide kreatif dalam upaya memberikan kontribusi bagi Pemkot Depok.

“DKD akan bersikap mandiri sehingga tidak bergantung terus kepada Pemkot, termasuk soal anggaran,” tegas budayawan berjuluk Si Burung Merak itu.

Ia berharap Gedung Kesenian Depok akan seperti Gedung Kesenian Jakarta saat era Ali Sadikin dan Sutiyoso sekarang ini.

Rendra juga meminta kepada Walikota untuk mengaktifkan beberapa tempat wisata alam untuk menjadi taman budaya Kota Depok seperti di Universitas Indonesia (UI) dan Studio Alam.

Walikota Depok, Nurmahmudi menyambut baik harapan WS Rendra dan akan segera menindaklanjutinya dengan meminta telaah dari instansi terkait.

Walikota mengimbau, sekalipun Dewan Kesenian Depok (DKD) belum terbentuk, tidak menyurutkan kreatifitas para seniman dan budayawan di Kota Depok.

Untuk itu, tambah Walikota, bengkel teater yang dimiliki WS. Rendra dapat mengakomodir kegiatan-kegiatan seniman yang ada di Kota Depok dan sekitarnya.  Sumber: Antara

Januari 2006

WS Rendra Tidak Ingin Masuk Partai Politik Manapun

Kapanlagi.com, Rabu, 11 Januari 2006 22:28Kapanlagi.com – Bagi penyair kondang W.S Rendra, partai politik yang ada di Indonesia tidak ada satupun yang memperjuangkan sarana kedaulatan rakyat, karena itu dirinya tidak ingin masuk partai politik manapun.”Partai politik hanya menjalankan tataran rutin yang ada sebelumnya sehingga tidak mempertimbangkan kepentingan-kepentingan rakyat dan hanya untuk kepentingan kelompok dan golongannya masing-masing,” katanya, di Depok, Rabu (11/1).

Ia mengatakan, partai politik yang ada di Indonesia hanya berdasarkan kemauan yang ada di pusat, tidak mau mendengarkan cabang-cabangnya dan ranting-ranting yang ada di tempat lainnya.

Menurut Si Burung Merak, dalam memperjuangkan kepentingannya, partai politik menggunakan cara-cara pengerahan massa yang rawan akan terjadinya konflik dan benturan di masyarakat.

Selain itu, kata dia, partai politik juga masih memainkan cara-cara kotor dan banyak melakukan pemutarbalikan fakta.

Mengenai dirinya yang terlibat mendukung calon walikota dari Partai Keadilan Sejahtera Nurmahmudi Ismail, Rendra mengatakan, dirinya sejak kampanye Pilkada Depok memang sudah mendukung Nurmahmudi karena sudah terbina untuk menegakkan keadilan.

“Saya tegaskan di sini, diri saya tidak ada hubungannya dengan PKS karena bukan orang PKS dan saya tidak akan masuk PKS,” ujar Rendra yang tetap segar di usianya yang memasuki senja.

Rendra mengatakan masyarakat Depok mengalami ketidakadilan dalam sengketa pilkada Depok. Ia mengharapkan sengketa pilkada di Kota Depok segera berakhir dan pembangunan dan program pemberdayaan masyarakat dapat dilaksanakan. (*/dar)

Agustus 2005

WS Rendra & Iwan Fals Gabung 10.000 Pendukung Nur Mahmudi

Fedhly Averouss Bey – detikMovie
Minggu, 14/08/2005 06:37 WIBJakarta – Sekitar 10.000 orang pendukung Nur Mahmudi Ismail menggelar istigotsah atau doa bersama sebagai bentuk keprihatinan atas musibah Pilkada Depok. Acara ini akan dihadiri sejumlah elemen masyarakat Depok, para tokoh, dan alim ulama.”Budayawan WS Rendra dan Iwan Fals sudah konfirmasi akan hadir dalam acara ini,” kata Koordinator Forum Bersama Masyarakat Depok (FBMD) Yusuf Hidayat kepada detikcom per telepon, pukul 06.00 WIB, Minggu (14/8/2005).

Menurut Yusuf, doa bersama akan digelar mulai pukul 08.00 WIB di depan Goro Depok. Sebelumnya, seluruh peserta istigotsah akan melakukan long march dari kecamatan-masing-masing di Kota Depok dan sekitarnya.

“Acara ini diadakan oleh Koalisi Masyarakat Depok Anti Kezoliman, sebagai ungkapan keprihatinan atas sengketa yang terjadi dalam Pilkada,” ujarnya.

Dalam doanya, massa yang juga terdiri dari para pendukung dan simpatisan PKS akan mendukung pihak-pihak yang terlibat proses hukum sengketa Pilkada Depok, seperti MA, Komisi Yudisial, dan KPUD Depok.

“Acara ini juga untuk mengcounter adanya pemberitaan yang terkesan bahwa alim ulama mendukung putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Padahal sikap para alim ulama tidak demikian adanya,” tukas Yusuf.

PT Jabar menganulir kemenangan Nur Mahmudi Ismail-Yuyun Wirasaputra yang didukung PKS, dan memenangkan Badrul Kamal-Syihabuddin Ahmad yang didukung Partai Golkar dan PKB sebagai walikota-wakil walikota dalam Pilkada Depok. (fab/)

Juni 2005

Rendra Datangi Nur Mahmudi

Kompas, Senin, 13 Juni 2005

Depok, Kompas – Kampanye hari kedua pemilihan kepala daerah di Kota Depok, Sabtu (11/6), ditandai dengan kedatangan sejumlah seniman menemui Nur Mahmudi Ismail, calon Wali Kota Depok yang berpasangan dengan Yuyun Wirasaputra. Di antara seniman tersebut tampak budayawan WS Rendra. Para seniman itu mengharapkan, apabila Nur Mahmudi menjadi Wali Kota Depok, jangan lupa mendirikan gedung kesenian untuk Depok.

“Seniman Depok itu banyak. Mereka kesulitan mengekspresikan karya-karyanya karena tidak ada tempat di Depok. Kalau harus tampil di Taman Ismail Marzuki, sewa satu malamnya saja Rp 5 juta. Itu berat untuk seniman-seniman lokal. Padahal, untuk meningkatkan kualitas, harus sering melakukan pertunjukan. Warga Depok juga perlu tahu bahwa mereka punya seniman berkualitas,” kata Adi Kurdi, salah seorang seniman tersebut, yang menjadi warga Depok sejak tahun 1992.

Menurut Adi Kurdi, di Depok banyak gedung telantar dan ada pula Studio Alam yang dulunya milik Departemen Penerangan. “Apakah Pemerintah Kota Depok tidak berpikir untuk memanfaatkan itu bagi kemajuan kesenian Depok. Jangan hanya membangun ekonomi saja. Kebudayaan atau kesenian harus dikembangkan juga,” paparnya.

Nur Mahmudi pun mencatat apa yang menjadi harapan para seniman tersebut dan berjanji mempertimbangkannya jika terpilih menjadi wali kota mendatang. Rendra sendiri berjanji akan membantu Nur Mahmudi untuk merealisasikan janjinya itu.

“Kami tidak minta apa-apa kepada beliau atau Pemerintah Kota Depok nantinya. Tetapi kalau beliau jadi wali kota dan perlu bantuan, kami dan Teater Bengkel siap membantu,” kata Rendra, warga Cipayung, Depok.

W.S. Rendra Dukung Nur Mahmudi Ismail

Sabtu, 11 Juni 2005 | 18:17 WIB

TEMPO Interaktif, Depok:Bengkel Teater Rendra pimpinan W.S. Rendra mendukung calon walikota dan wakil walikota dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nur Mahmudi Isma’il dan Yuyun Wirasaputra.

“Kami semua akan membantu belia all out dan tanpa reverse(pamrih),” katanya dalam dialog yang dihadiri anggotanya, pasangan Nur Mahmudi-Yuyun, dan para wartawan.

Sebagai wujud bantuan dan dukungannya, Rendra berjanji akan menghadiri setiap kampanye Nur Mahmudi, asalkan dilakukan di atas pukul 13.00 WIB. Sebab, teaternya sedang berlatih untuk mempersiapkan pementasan.
Pada kampanye pertama Nur Mahmudi di Kecamatan Sawangan, kemarin, Rendra hadir.

“Kami beserta seniman Depok lain akan mencoblos Nur saat pemungutan suara tanggal 26 Juni nanti,” katanya.

Keputusan untuk mendukung mantan Menteri Kehutanan itu, kata penyair yang dijuluki si Burung Merak itu, diputuskan setelah melakukan dialog dan tanya jawab dengan Nur Mahmudi pada 26 Mei lalu. Rendra mengaku memiliki kesamaan dengan Nur Mahmudi, yaitu keberpihakan memperjuangkan rakyat menengah ke bawah.

Dalam acara itu, tampak hadir beberapa seniman seperti Adi Kurdi (pemeran Abah dalam sinetron Keluarga Cemara), Tuti Maria (pemeran Mpok Hindun dalam Bajai Bajuri), dan Clara Shinta yang mengaku kader Partai Amanat Nasional. Ketiganya mengaku terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap pilkada Depok. “Kami akan mencoblos Nur Mahmudi,” kata mereka bergantian.

Nur Mahmudi sendiri menyatakan, jika terpilih sebagai wali kota, akan menjadikan kesenian sebagai pembangkit semangat dan motivasi kerja para aparatur pemerintahan daerah. Ia juga berjanji akan melakukan negisoasi dengan Kementerian Informasi dan Komunikasi pemilik studio alam agar studio itu bisa lebih diperhatiakn dan dapat lebih dimanfaatkan oleh para seniman, terutama seniman muda. Suliyanti Pakpahan

W. S. Rendra

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari W.S. Rendra)

tokohindonesia.com

Willibrordus Surendra Broto Rendra (lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 November 1935; umur 73 tahun) adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai “Burung Merak”. Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di Depok. Semenjak masa kuliah beliau sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah.

Daftar isi
1 Masa Kecil
2 Pendidikan
3 Rendra sebagai Sastrawan
4 Bengkel Teater
5 Penelitian tentang Karya Rendra
6 Penghargaan
7 Kontroversi Pernikahan, Masuk Islam dan Julukan Burung Merak
8 Beberapa karya
8.1 Drama
8.2 Sajak/Puisi
9 Pranala luar

Masa Kecil

Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya itu.

Pendidikan
TK Marsudirini, Yayasan Kanisius.
SD s/d SMU Katolik, St. Yosef, Solo – Tamat pada tahun 1955.
Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta – Tidak tamat.
mendapat beasiswa American Academy of Dramatical Art (1964 – 1967).

Rendra sebagai Sastrawan

Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya. Bukan hanya menulis, ternyata ia juga piawai di atas panggung. Ia mementaskan beberapa dramanya, dan terutama tampil sebagai pembaca puisi yang sangat berbakat.

Ia petama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun 1952 melalui majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut seperti terlihat dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah tahun 60-an dan tahun 70-an.

“Kaki Palsu” adalah drama pertamanya, dipentaskan ketika ia di SMP, dan “Orang-Orang di Tikungan Jalan” adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di SMA. Penghargaan itu membuatnya sangat bergairah untuk berkarya. Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.

Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India.

Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995).

Bengkel Teater

Pada tahun 1961, sepulang dari Amerika Serikat, Rendra mendirikan grup teater di Yogyakarta. Akan tetapi, grup itu terhenti karena ia pergi lagi ke Amerika Serikat. Ketika kembali lagi ke Indonesia (1968), ia membentuk kembali grup teater yang bernama Bengkel Teater. Bengkel Teater ini sangat terkenal di Indonesia dan memberi suasana baru dalam kehidupan teater di tanah air. Sampai sekarang Bengkel Teater masih berdiri dan menjadi basis bagi kegiatan keseniannya.

Penelitian tentang Karya Rendra

Profesor Harry Aveling, seorang pakar sastra dari Australia yang besar perhatiannya terhadap kesusastraan Indonesia, telah membicarakan dan menerjemahkan beberapa bagian puisi Rendra dalam tulisannya yang berjudul “A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920 to 1974”. Karya Rendra juga dibicarakan oleh seorang pakar sastra dari Jerman bernama Profesor Rainer Carle dalam bentuk disertasi yang berjudul Rendras Gedichtsammlungen (1957—1972): Ein Beitrag Zur Kenntnis der Zeitgenossichen Indonesischen Literatur. Verlag von Dietrich Reimer in Berlin: Hamburg 1977.

Penghargaan
Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954)
Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956)
Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970)
Hadiah Akademi Jakarta (1975)
Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976)
Penghargaan Adam Malik (1989)
The S.E.A. Write Award (1996)
Penghargaan Achmad Bakri (2006).

Kontroversi Pernikahan, Masuk Islam dan Julukan Burung Merak

Baru pada usia 24 tahun, ia menemukan cinta pertama pada diri Sunarti Suwandi. Dari wanita yang dinikahinya pada 31 Maret 1959 itu, Rendra mendapat lima anak: Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Klara Sinta. Satu di antara muridnya adalah Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat, putri darah biru Keraton Yogyakarta, yang bersedia lebur dalam kehidupan spontan dan urakan di Bengkel Teater. Tugas Jeng Sito, begitu panggilan Rendra kepadanya, antara lain menyuapi dan memandikan keempat anak Rendra-Sunarti.

Ujung-ujungnya, ditemani Sunarti, Rendra melamar Sito untuk menjadi istri kedua, dan Sito menerimanya. Dia dinamis, aktif, dan punya kesehatan yang terjaga, tutur Sito tentang Rendra, kepada Kastoyo Ramelan dari Gatra. Satu-satunya kendala datang dari ayah Sito yang tidak mengizinkan putrinya, yang beragama Islam, dinikahi seorang pemuda Katolik. Tapi hal itu bukan halangan besar bagi Rendra. Ia yang pernah menulis litani dan mazmur, serta memerankan Yesus Kristus dalam lakon drama penyaliban Cinta dalam Luka, memilih untuk mengucapkan dua kalimat syahadat pada hari perkawinannya dengan Sito, 12 Agustus 1970, dengan saksi Taufiq Ismail dan Ajip Rosidi.

Peristiwa itu, tak pelak lagi, mengundang berbagai komentar sinis seperti Rendra masuk Islam hanya untuk poligami. Terhadap tudingan tersebut, Rendra memberi alasan bahwa ketertarikannya pada Islam sesungguhnya sudah berlangsung lama. Terutama sejak persiapan pementasan Kasidah Barzanji, beberapa bulan sebelum pernikahannya dengan Sito. Tapi alasan yang lebih prinsipil bagi Rendra, karena Islam bisa menjawab persoalan pokok yang terus menghantuinya selama ini: kemerdekaan individual sepenuhnya. Saya bisa langsung beribadah kepada Allah tanpa memerlukan pertolongan orang lain. Sehingga saya merasa hak individu saya dihargai, katanya sambil mengutip ayat Quran, yang menyatakan bahwa Allah lebih dekat dari urat leher seseorang.

Toh kehidupannya dalam satu atap dengan dua istri menyebabkan Rendra dituding sebagai haus publisitas dan gemar popularitas. Tapi ia menanggapinya dengan ringan saja. Seperti saat ia menjamu seorang rekannya dari Australia di Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta. Ketika melihat seekor burung merak berjalan bersama dua betinanya, Rendra berseru sambil tertawa terbahak-bahak, Itu Rendra! Itu Rendra!. Sejak itu, julukan Burung Merak melekat padanya hingga kini. Dari Sitoresmi, ia mendapatkan empat anak: Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati

Sang Burung Merak kembali mengibaskan keindahan sayapnya dengan mempersunting Ken Zuraida, istri ketiga yang memberinya dua anak: Isaias Sadewa dan Maryam Supraba. Tapi pernikahan itu harus dibayar mahal karena tak lama sesudah kelahiran Maryam, Rendra menceraikan Sitoresmi pada 1979, dan Sunarti pada tahun 1981.

Beberapa karya

Drama
Orang-orang di Tikungan Jalan (1954)
Bip Bop Rambaterata (Teater Mini Kata)
SEKDA (1977)
Selamatan Anak Cucu Sulaiman (dimainkan 2 kali)
Mastodon dan Burung Kondor (1972)
Hamlet (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)- dimainkan dua kali
Macbeth (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)
Oedipus Sang Raja (terjemahan dari karya Sophokles, aslinya berjudul “Oedipus Rex”)
Lisistrata (terjemahan)
Odipus di Kolonus (Odipus Mangkat) (terjemahan dari karya Sophokles,
Antigone (terjemahan dari karya Sophokles,
Kasidah Barzanji (dimainkan dua kali)
Perang Troya Tidak Akan Meletus (terjemahan dari karya Jean Giraudoux asli dalam bahasa Prancis: “La Guerre de Troie n’aura pas lieu”)
Panembahan Reso (1986)
Kisah Perjuangan Suku Naga (dimainkan 2 kali)

Sajak/Puisi
Jangan Takut Ibu
Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
Empat Kumpulan Sajak
Rick dari Corona
Potret Pembangunan Dalam Puisi
Nyanyian Angsa
Pesan Pencopet kepada Pacarnya
Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan)
Perjuangan Suku Naga
Blues untuk Bonnie
Pamphleten van een Dichter
State of Emergency
Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api
Mencari Bapak
Rumpun Alang-alang
Surat Cinta
Sajak Rajawali
Sajak Seonggok Jagung

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.